Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah harus memenuhi kebutuhan gas untuk pembangkit listrik tenaga gas/uap (PLTU/PLTGU) milik PLN agar tarif dasar listrik (TDL) untuk masyarakat tidak dinaikkan, kata Ketua Umum Serikat Pekerja Perusahaan Listrik Negara (SP PLN) Ir Ahmad Daryoko. "Pemerintah saat ini baru memenuhi 25 persen gas untuk PLTU miliki PLN yang jika sebanyak 100 persen PLTU dipenuhi bahan bakar berupa gas, maka untuk kebutuhan listrik se-Jawa dan Bali dapat dihemat Rp23,3 triliun per tahun atau TDL tak dinaikkan," katanya menjawab pers di Jakarta, Senin sore. Ketika menanggapi rencana pemerintah yang menaikkan TDL mulai 1 April 2006, Daryoko menyatakan keberatan, karena akan menambah beban kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat. "Seharusnya pemerintah memberikan subsidi kepada PLN agar kebutuhan listrik masyarakat terpenuhi," katanya. Menurut dia, jika pemerintah memenuhi kebutuhan gas untuk pembangkit listrik PLN se Jawa dan Bali, maka subsidi yang dikeluarhan per tahun hanya Rp5 triliun, karena harga gas untuk per kwh listrik hanya Rp300, sedang jika menggunakan bahan bakar minyak disel, maka subsidi listrik ke PLN mencapai Rp28,4 triliun, karena harga minyak disel untuk industri per liter Rp5.000, atau per kwh listrik mencapai Rp3.500,. "PLN telah berinvestasi pembangkit listrik untuk bahan bakar gas sejak 1986, namun jatah gas untuk PLTU PLN dari pemerintah dari tahun ke tahun berkurang, sehingga terpaksa menggunakan bahan bakar minyak (BBM) yang menjadikan harga jual listrik menjadi mahal kepada masyarakat," katanya. Daryoko mengakui, kemampuan pemerintah hanya mengalokasikan 25 persen kebutuhan gas PLN untuk 7000 mega watt PLTU PLN se-Jawa Bali, karena sebagian besar produk gas alam Indonesia diekspor ke luar negeri untuk mendatangkan devisa. "Jika pemerintah mengutamakan ekspor gas alam ke luar negeri, seharusnya hasil jual gas alam berupa dolar AS itu digunakan memberikan subsidi BBM listrik milik PLN, sehingga harga TDL tidak dinaikkan," katanya. Daryoko menambahkan, kebijakan minyak dan gas (migas) yang dilakukan pemerintah saat ini belum sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat (3) yang berbunyi "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat". Sedangkan, faktanya gas alam yang seharusnya dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat, justru banyak diekspor untuk kepentingan kelompok tertentu, demikian Ahmad Daryoko.(*)