Jakarta (ANTARA News) - Kalangan DPR mempertanyakan status Dino Patti Djalal, Juru Bicara Kepresidenan RI, saat menjadi pemandu acara pidato dan dialog Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Condoleezza Rice, di forum ICWA (Indonesian Council on World Affairs) di Balai Sidang Jakarta (JCC) pada 15 Maret 2006. Dalam Rapat Kerja Komisi I DPR dengan Menteri Luar Negeri RI, Hassan Wirajuda, di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin, hal itu dikemukakan anggota Komisi I dari Fraksi Partai Golkar yang hadir dalam forum ICWA tersebut, Yudi Krisnandi, yang menilai dialog Rice dengan para undangan yang hadir sebagai rekayasa belaka. Menurut Yudi, ia dan beberapa anggota DPR tidak diberi kesempatan bertanya oleh Dino Patti Djalal, yang saat itu bertindak sebagai moderator. Yudi mengatakan, dari pertanyaan ke satu hingga ke enam, dan bahkan ketika sesi pertama dibuka, mereka sudah mengacungkan tangan untuk bertanya, namun tidak ditanggapi oleh Dino. "Yang ingin kami tanyakan, saudara Dino Patti Djalal di sana mewakili siapa? Mewakili Pemerintah Indonesia, mewakili penyelenggara, atau jadi antek-antek Amerika?" kata Yudi, dengan nada suara meninggi. Sejak beberapa tahun lalu, Dino merupakan anggota badan pelaksana ICWA. Mengenai status kepegawaian, Dino adalah staf Deplu yang sementara ini diperbantukan di Kantor Kepresidenan. Di Kantor Kepresidenan, saat ini ia menjabat sebagai Staf Khusus Presiden Yudhoyono untuk Bidang Luar Negeri, merangkap sebagai Juru Bicara Kepresidenan. "Kami minta Menteri Luar Negeri untuk memberikan peringatan keras kepada saudara Dino Patti Djalal. Ini suatu tindakan yang tidak menyenangkan dan tidak patut dilakukan oleh seorang putera bangsa di forum yang sangat strategis itu," kata Yudi. Terhadap permintaan itu, Menlu Hassan ketika menjawab pertanyaan wartawan mengatakan bahwa Dino merupakan anggota tim pengurus ICWA yang saat itu bertindak sebagai moderator dialog. "Saudara Dino tidak dalam posisi sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Luar Negeri. Tidak ada kaitan langsung," kata Hassan. Sementara itu, Dino Patti Djalal ketika dihubungi ANTARA News di Jakarta, Senin, menyatakan bahwa dirinya tidak mengerti mengapa proses tanya jawab di forum ICWA tersebut dianggap sesuatu yang serius. "Orang yang tidak mendapat giliran untuk bertanya merupakan hal yang biasa. Saya tidak mengerti mengapa ini di-blow up menjadi masalah yang bersifat nasional," katanya. Menurut Dino, dalam acara tanya jawab yang waktunya sangat singkat, hanya 20 menit, ia sebagai moderator harus memberikan kesempatan yang merata kepada para undangan yang hadir. Saat itu, ujarnya, ia memberikan kesempatan bertanya kepada beberapa orang yang berasal dari kalangan berbeda, seperti DPR, pengusaha, intelektual muslim, dan mahasiswa. "Saya tidak pernah menyangkal bahwa Saudara Yudi Krisnandi adalah tokoh yang penting, tapi dalam forum seperti itu, Saudara Yudi harus memahami bahwa dia sama pentingnya dengan setiap anggota hadirin yang ada, dan hak beliau untuk bertanya tidak lebih penting dari hak anggota bangsa lain untuk bertanya," kata Dino. Dino juga menegaskan, dirinya tidak mengetahui pertanyaan-pertanyaan apa yang akan diajukan oleh mereka yang telah ditunjuknya untuk mendapatkan kesempatan bertanya. Secara terpisah, Yudi Krisnandi beserta beberapa anggota Komisi I lainnya juga menyatakan kekesalan mereka terhadap masalah pengamanan, misalnya untuk mengikuti pidato Condoleezza Rice yang dimulai pada pukul 09:00 WIB, ternyata mereka diminta sudah tiba di tempat pada pukul 07:30 WIB. "Kami datang sebelum pukul 07:30. Kami diperiksa seperti di Bandara, bahkan lebih ketat dari Bandara, harus mengantri lebih dari setengah jam untuk bisa masuk ke ruangan. Setelah masuk ke ruangan, tidak boleh keluar, seperti dipenjara, padahal ruangan JCC sangat dingin," ujarnya. Tentang itu, Menlu kepada wartawan mengatakan bahwa pengaturan acara pidato dan dialog dengan Menlu Rice itu sepenuhnya wewenang ICWA, bukan Deplu. "Saya sependapat bahwa memang kerangka pengaturan yang dinilai oleh anggota Komisi I berlebihan," demikian Hassan Wirajuda. (*) (Foto: Dino Patti Djalal).