Pengamat: Dunia pendidikan jadi incaran teroris sebarkan radikalisme
Pengacara Wakil Ketua KPK non aktif Bambang Widjojanto, Abdul Fickar Hadjar memberikan keterangan kepada wartawan sebelum berlangsungnya sidang perdana pra peradilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/6). Dalam sidang tersebut BW mencabut gugatan pra peradilannya dikarenakan pihaknya beserta kuasa hukum meyakini bahwa PN Jakarta Selatan telah dibajak menjadi ajang arus balik gerakan anti korupsi seperti terlihat dalam putusan pra peradilan Komjen Budi Gunawan, Hadi Poernomo, Ilham Arief Siradjuddin dan Novel Baswedan. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
“Dengan cover pendidikan keagamaan itu kemudian ideologi atau ajaran yang membawa orang menjadi radikal, lebih banyak didekati dengan modus pendidikan keagamaan,” ucapnya saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Maka itu ia menyarankan kepada guru dan lembaga pendidikan untuk ikut serta memerangi radikalisme dan terorisme.
Baca juga: Pengamat sarankan perkuat pendidikan agama untuk cegah radikalisme
Fickar juga mengatakan cara mencegah para pelajar terjerumus pada ajaran radikal, harus dikuatkan pendidikan Pancasila, namun ia menyarankan cara penyampaiannya menggunakan dialog yang mudah diterima oleh pelajar agar mudah dipahami secara rasional dan tidak membuat bingung.
Selain itu, kata Fickar, pendidikan Pancasila tidak melulu sebagai mata pelajaran yang teoritis, tapi juga harus menerapkan perilaku sehari-hari sesuai dengan sila-sila yang ada dalam Pancasila.
“Pancasila kalau digali sesungguhnya itu ide atau ajaran yang sebenernya menjadi dasar pengajaran agama. Seperti Sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa tentu itu sama dengan memahami ketuhanan, dalam perspektif Pancasila malah lebih luas. Demikian juga Sila kedua yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab,” jelas Fickar.
Baca juga: BNPT tingkatkan nasionalisme lewat seni musik
Ia juga menjelaskan bahwa guru juga harus memahami mata ajar Pancasila yang tidak selalu tertuju pada penyampaian secara tertulis, tapi juga sejauh mana pesan-pesan lain yang diajarkan terimplementasi ke dalam kehidupan sehari-hari.
“Sistem yang sekarang sudah bagus, dalam arti Pancasila masih jadi bagian dari materi yang diajarkan di sekolah. Namun ketika di sekolah hanya diletakkan sebagai mata pelajaran, itu kekeliruan memandang pendidikan Pancasila menurut saya,” jelas Fickar.
Ia mengatakan pola penilaian guru kepada muridnya tidak cukup dengan ujian tertulis tapi juga perilaku sehari-hari dan pengamatan sikap anak-anak sejauh mana solidaritas antar murid dan toleransi terhadap setiap perbedaan di sekolahnya.
“Tidak hanya pelajaran tapi praktek dalam menerapkan nilai Pancasila dalam kegiatan siswa sehari-hari,” tutupnya.
Baca juga: Psikolog: Lindungi anak dari radikalisme upaya selamatkan bangsa
Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022