Jakarta (ANTARA) - Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan dr. Erna Mulati mengatakan bayi yang terlahir prematur memiliki risiko dua hingga tiga kali lipat untuk menderita stunting.

"Bayi-bayi prematur itu mempunyai risiko 2-3 kali untuk terjadinya stunting," kata Erna dalam webinar bertajuk "Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk Bagi Balita Sebagai Upaya Pencegahan Stunting di Indonesia" yang diikuti di Jakarta, Selasa.

Dia menambahkan risiko tersebut bertambah jika bayi yang lahir prematur memiliki berat badan dan panjang badan lahir rendah.

"Kalau dia lahir prematur dan berat badan lahir rendah dan panjang badan pasti juga rendah, ini mempunyai faktor risiko tujuh kali," katanya.

Erna meminta agar bayi yang memiliki kondisi tersebut segera ditangani oleh dokter spesialis anak.

Baca juga: Bayi prematur sumbang stunting terbesar jika penanganan tak tepat

"Bayi-bayi prematur, berat badan lahir rendah, panjang badan lahir kurang dari 48 cm, tidak bisa kita berikan pada kader, tim pendamping atau bidan karena ini memerlukan penanganan khusus sehingga kita harapkan anak-anak ini memang di bawah kontrol dari dokter spesialis anak," katanya.

Dia mengatakan pemerintah memiliki target untuk menurunkan kasus stunting sebesar 10 persen pada 2024.

"Dua tahun lagi kita harus bisa menurunkan sampai 10 persen dan rasanya memang agak sulit menurunkan 5 persen di satu tahun tapi bukan hal yang tidak mungkin kita lakukan," katanya.

Erna juga mengatakan wilayah yang memiliki kasus stunting tinggi harus memiliki akses yang mudah ke rumah sakit dan mendapatkan perawatan oleh dokter spesialis anak.

Baca juga: Kepala BKKBN raih penghargaan POGI atas keberhasilan terapkan kespro