"Perundungan ini dampaknya mengerikan dari yang dipikirkan orang. Ingat, perundungan bukan candaan, karena dampaknya secara psikologis sangat berat," kata Amelia Anggraini dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Selasa.
Biasanya, kata dia, korban yang mengalami perundungan dapat mengalami stres, tidak memiliki kepercayaan diri, tidak dapat bersosialisasi secara normal, bahkan hingga memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Baca juga: Surya Paloh ajak elemen bangsa meneguhkan politik kebangsaan
Oleh karena itu, anggota DPR periode 2014-2019 ini mengajak semua pihak agar fokus untuk mengantisipasi maraknya perundungan dengan memberikan pemahaman dan penjelasan mengenai dampak buruknya.
Politisi asal Bengkulu ini menambahkan, banyak pihak harus menaruh perhatian serius pengentasan perundungan di kalangan anak-anak dan remaja.
Bukan hanya yang terjadi di Tasikmalaya saja, sebab, menurutnya data dari Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2018 menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara kelima tertinggi angka perundungan di dunia setelah Filipina, Brunei Darussalam, Republik Dominika, dan Maroko.
Dia mendorong peran serta Kementerian Pendidikan untuk mengembangkan kurikulum dengan menerapkan prinsip-prinsip anti perundungan.
Institusi pendidikan, tambah Amel, memiliki kontribusi besar terhadap perbaikan-perbaikan yang sifatnya perilaku terhadap anak didiknya.
"Materi-materi anti perundungan dapat disisipkan agenda-agenda sekolah sebagai upaya antisipasi segala bentuk perundungan. Bisa juga dalam setiap materi mata pelajaran seperti pendidikan kewarganegaraan, agama, dan muatan lokal," papar Amel.
Sehingga diharapkan persoalan perundungan dapat berkurang sehingga kasus-kasus seperti di Tasikmalaya tidak terulang lagi di daerah lain.
Baca juga: Surya Paloh: Belum ada pembicaraan dengan PDIP soal koalisi 2024
Baca juga: Partai NasDem harapkan tak ada perpecahan di masyarakat pada pemilu