Hari Anak Nasional, IISD dorong pelarangan total iklan-promosi rokok
23 Juli 2022 21:36 WIB
Sejumlah anak bermain di kawasan tanpa rokok Taman Tongkeng, Bandung, Jawa Barat, Rabu (5/1/2022). Badan Pusat Statistik mencatat jumlah persentase merokok pada penduduk Indonesia usia 16-18 di tahun 2021 sebesar 9,59 persen atau menurun dibandingkan pada tahun sebelumnya yang mencapai 10,07 persen. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Lembaga riset Indonesia Institute for Social Development (IISD) menilai Hari Anak Nasional 2022 harus menjadi momentum untuk mendorong pelarangan total iklan, promosi dan sponsor rokok sebagai upaya melindungi generasi muda agar terhindar jadi perokok pemula.
"Karena iklan, promosi dan sponsor adalah salah satu faktor yang mempunyai pengaruh signifikan atas pertumbuhan perokok baru," kata Program Manager IISD Ahmad Fanani dalam keterangan, Jakarta, Sabtu.
Hal ini berdasarkan riset Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) bersama IISD pada 2017 yang menunjukkan 98,97 persen pelajar di Pulau Jawa terpapar iklan rokok dan 68,91 persen di antaranya terdorong untuk mencoba setelah melihat iklan.
Menurut dia, pemerintah khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai focal point dalam pengaturan penyiaran, sebaiknya dapat mengakomodasi aspirasi pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok untuk membendung gelombang perokok pemula dan menurunkan prevalensi perokok pemula.
Baca juga: IYCTC: Minimnya regulasi permudah anak beli rokok elektronik
Baca juga: RI diprediksi jadi pangsa rokok elektronik terbesar kalahkan Malaysia
"Kemudian penting untuk menjauhkan akses rokok dari anak dan remaja dengan memahalkan harga rokok dan melarang penjualan rokok secara eceran," katanya.
IISD juga mendesak dirumuskannya regulasi yang mengatur rokok elektrik mengingat semakin tingginya penggunaan produk tersebut sementara belum ada regulasi yang mengaturnya.
Dia menilai kekosongan regulasi membuat produk rokok elektrik leluasa diedarkan.
Selain itu pihaknya meminta pemerintah segera menuntaskan proses revisi PP 109 tahun 2012.
Menurut dia, masih tingginya prevalensi perokok, termasuk perokok anak merupakan bukti regulasi yang ada sekarang tidak cukup kuat sebagai payung hukum pengendalian tembakau.
Baca juga: Industri tembakau alternatif komitmen tak jual produk pada anak
Baca juga: Lembaga riset: Industri rokok sasar anak-anak
"Karena iklan, promosi dan sponsor adalah salah satu faktor yang mempunyai pengaruh signifikan atas pertumbuhan perokok baru," kata Program Manager IISD Ahmad Fanani dalam keterangan, Jakarta, Sabtu.
Hal ini berdasarkan riset Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) bersama IISD pada 2017 yang menunjukkan 98,97 persen pelajar di Pulau Jawa terpapar iklan rokok dan 68,91 persen di antaranya terdorong untuk mencoba setelah melihat iklan.
Menurut dia, pemerintah khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai focal point dalam pengaturan penyiaran, sebaiknya dapat mengakomodasi aspirasi pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok untuk membendung gelombang perokok pemula dan menurunkan prevalensi perokok pemula.
Baca juga: IYCTC: Minimnya regulasi permudah anak beli rokok elektronik
Baca juga: RI diprediksi jadi pangsa rokok elektronik terbesar kalahkan Malaysia
"Kemudian penting untuk menjauhkan akses rokok dari anak dan remaja dengan memahalkan harga rokok dan melarang penjualan rokok secara eceran," katanya.
IISD juga mendesak dirumuskannya regulasi yang mengatur rokok elektrik mengingat semakin tingginya penggunaan produk tersebut sementara belum ada regulasi yang mengaturnya.
Dia menilai kekosongan regulasi membuat produk rokok elektrik leluasa diedarkan.
Selain itu pihaknya meminta pemerintah segera menuntaskan proses revisi PP 109 tahun 2012.
Menurut dia, masih tingginya prevalensi perokok, termasuk perokok anak merupakan bukti regulasi yang ada sekarang tidak cukup kuat sebagai payung hukum pengendalian tembakau.
Baca juga: Industri tembakau alternatif komitmen tak jual produk pada anak
Baca juga: Lembaga riset: Industri rokok sasar anak-anak
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022
Tags: