Kota Bogor (ANTARA) - Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat menilai kenaikan kasus positif COVID-19 di daerahnya tidak perlu diikuti kebijakan pengetatan mobilitas masyarakat di jalan, cukup di area fasilitas publik dan layanan publik, karena efek yang ditimbulkan lebih rendah dari varian-varian sebelumnya. "Kalau saya, tidak perlu ada pembatasan mobilitas lagi, tetapi prokes yang menjadi penting," kata Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim saat diwawancarai usai menghadiri acara pelantikan anggota Shaka Bhakti Husada di Dinas Kesehatan Kota Bogor, Sabtu.

Dedie menyatakan kenaikan kasus positif COVID-19 sudah diprediksi akan terjadi pada bulan Juli 2022. Faktor yang mempengaruhi antara lain proses keberangkatan haji yang menyebabkan orang-orang berkumpul saat itu, baik calon jamaah maupun keluarganya.

Selanjutnya, aktivitas ekonomi masyarakat yang sudah hampir kembali normal. Kota Bogor masuk dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 1.

Baca juga: Dinkes: Kasus COVID-19 Kota Bogor naik karena mobilitas-prokes melemah

Baca juga: Pemkot dan Polresta Bogor buka 10 sentra gencarkan vaksinasi penguat
Berdasarkan data Satgas COVID-19 Kota Bogor, terjadi peningkatan kasus harian dalam tiga hari terakhir. Pada Rabu (20/7), dilaporkan 70 kasus baru, Kamis (21/7) tercatat 95 kasus baru, dan Jumat (22/7) kembali naik dengan 117 kasus baru.

"Tapi begini, memang jumlah kasus naik. Tapi vatality rate rendah. Kemudian durasi atau lama sakit mereka yang terpapar itu juga sangat singkat," ujarnya.

Menurut Dedie, yang terpenting saat ini mengikuti anjuran pemerintah pusat untuk menggencarkan vaksinasi penguat atau booster, karena saat ini capaian vaksinasi penguat Kota Bogor masih di bawah 50 persen, tepatnya 38,8 persen.

Vaksinasi penguat diharapkan dapat mencegah masyarakat kembali terpapar COVID-19, khususnya varian baru BA.4 dan BA.5.

Pemerintah pusat melalui Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 440/3917/SJ tentang Percepatan Vaksinasi Dosis Lanjutan (Booster) Bagi Masyarakat yang terbit pada Senin (11/7).

Dedie mengungkapkan meskipun di Kota Bogor belum ada tes genom sekuensi untuk memastikan varian COVID-19 baru, tetapi tren kasus di Jabodetabek selama ini selalu sejalan dengan data tren kasus yang ada di Pemerintah pusat.

"Tapi secara umum, kurang lebih ada di Jabodetabek dan di Pusat sama. Nah penanganannya seperti apa? Penanganannya seperti yang disampaikan oleh Presiden, sedapat mungkin pakai masker," ucapnya.

Selain vaksinasi, kata Dedie, perlu kesadaran masyarakat untuk mengikuti anjuran Pemerintah menggunakan masker di dalam ruangan yang padat orang maupun di area fasilitas publik dan layanan publik.

"Jadi intinya, selama di dalam ruangan pada kegiatan yang kondisinya cukup padat, seperti yang Presiden sampaikan, gunakan masker, gitu kan," ujarnya lagi.*

Baca juga: Dinkes: Grafik kasus positif COVID-19 di Kota Bogor naik

Baca juga: RSUD Cibinong: 1.798 pasien COVID-19 meninggal selama pandemi