Jakarta (ANTARA News) - Letkol (Purn) H. Djuanda SIP, pengamat intelijen dan politik yang juga Anggota Dewan Maritim Indonesia, meninggal dunia di salah satu rumah sakit di Paris, Prancis, sekira pukul 03.00 waktu setempat. Ketua Bidang Luar Negeri Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Rozy Munir, yang dihubungi ANTARA News, di Jakarta, Sabtu, mengemukakan bahwa Djuanda sejak beberapa hari terakhir sempat mengeluh tentang penyakit liver yang dideritanya. "Saya sempat menyuruhnya untuk beristirahat ketika ia menghubungi saya beberapa hari yang lalu," kata Rozy. Jenazah Djuanda, menurut Rozy, dari keterangan pihak keluarganya akan dipulangkan ke Indonesia Sabtu atau Minggu (19/3). Semasa hidupnya, Djuanda yang lahir di Bandung (Jawa Barat) pada 10 Desember 1959 dikenal sebagai pengamat intelijen dan politik lantaran pernah bertugas di unit intelijen Marinir, TNI Angkatan Laut, serta pernah memperoleh beasiswa pendidikan di Prancis. Selama di Prancis, Djuanda pernah mengemukakan kepada ANTARA News bahwa memiliki hubungan yang kian luas dengan kalangan Indonesianis dan masyarakat Indonesia yang kehilangan status kewarganegaraannya (stateless) lantaran dikait-kaitkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Djuanda pernah mengemukakan, dari kalangan Indonesianis, seperti Adree Feillard (mantan wartawan kantor berita Prancis yang kini menjadi dosen di Prancis), dan masyarakat Indonesia yang berstatus stateless layaknya Hanafi, mendapatkan wawasan baru. Bahkan, ia sempat menyatakan, sekalipun saat mendapat beasiswa di Paris masih berstatus anggota TNI-AL, hubungannya dengan kalangan keluarga stateless yang di Indonesia dikait-kaitkan dengan PKI dapat terjalin erat. Ia pun pernah mengemukakan, di Paris banyak mempelajari permasalahan lingkungan hidup, terutama yang berkaitan dengan dunia bahari. Oleh karena itu pula, Djuanda sempat memberikan sejumlah masukan mengenai isu pelestarian bahari kepada Ir. Sarwono Kusumaatmadja saat menjadi Menteri Negara Lingkungan Hidup (Menneg LH). Selain itu, Djuanda aktif menjadi Sekretaris Regional Dewan Maritim Nasional, yang ditetapkan berdasarkan surat Keputusan Presiden (Keppres). Pada masa KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi Presiden RI, Juanda dikenal erat dengan kalangan istana, bahkan termasuk yang disebut-sebut banyak kalangan sebagai salah seorang "pembisik Gus Dur". Menanggapi sebutan tersebut, Juanda pernah berpendapat bahwa hal itu tidaklah memusingkan dirinya lantaran kedekatannya dengan semua orang, serta informasi dan analisa apa pun yang dikemukakannya memiliki dasar yang akurat untuk kepentingan nasional. Di kalangan perguruan tinggi Uni Eropa (UE), Djuanda yang fasih berbahasa Inggris dan Prancis sering mendapat undangan selaku dosen tamu, antara lain di Universitas Katholik Leuven (Université catholique de Louvain, Belgia), Universitas Luksemburg (Universite du Luxembourg), Universitas Perserikatan Bangsa-Bangsa di Brussels-Belgia (United Nations University Comparative Regional Integration Studies). Selain itu, ia juga dosen tamu di Lembaga Strategi Hubungan Internasional (Institut de Relations Internationales et Stratégiques) di Paris-Prancis, dan Pusat Investigasi dan Analisa Hubungan Internasional (Centro de Investigacao e Analise em Relacoes Internacionais) di Lisbon-Portugal, yang seluruhnya kegiatannya di bawah koordinasi Yayasan Asia-Eropa (ASEF). (*)