Mataram (ANTARA) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Nusa Tenggara Barat, menyatakan job order atau pesanan pekerjaan yang sudah masuk hingga 12 Juli 2022 dan telah di setujui KBRI di Kuala Lumpur tetap diproses meski Pemerintah Pusat menghentikan sementara penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) ke Malaysia.

"Job order yang telah disetujui sekitar 2.800 orang PMI asal NTB yang tetap akan diproses pemberangkatan hingga penempatannya di Malaysia. Job order tersebut semuanya untuk pekerja sektor ladang sawit," kata Kadisnakertrans NTB, I Gde Putu Aryadi dalam keterangan tertulis diterima wartawan di Mataram, Kamis.

Aryadi menyatakan langkah tegas Pemerintah Indonesia untuk penghentian proses job order baru, disebabkan sikap Pemerintah Malaysia yang melanggar perjanjian MoU yang telah disepakati pada 1 April 2022.

Dalam MoU tentang Penempatan dan Perlindungan PMI di Malaysia tersebut disepakati bahwa penempatan pekerja migran sektor domestik dari Indonesia ke Malaysia dilakukan melalui "One Channel System" yang di dalamnya sudah mengakomodir Job Order, proses penempatan, dan fasilitas tempat kerja.

Baca juga: Malaysia setuju integrasikan sistem perekrutan PMI dengan Indonesia

Baca juga: Dubes RI: Malaysia akan sampaikan usulan solusi terkait perekrutan PMI


Sistem itu menjadi satu-satunya mekanisme yang sah untuk merekrut dan menempatkan pekerja migran sektor domestik asal Indonesia di Malaysia.

Tetapi Pemerintah Malaysia melanggar dengan masih melakukan perekrutan melalui System Maid Online (SMO) yaitu sistem rekrutmen pekerja secara daring (online). Perekrutan melalui sistem tersebut disinyalir membuat PMI rentan dieksploitasi dan jelas melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran.

Melalui SMO itu, PMI masuk ke Malaysia dengan menggunakan visa turis yang kemudian diubah menjadi visa kerja saat direkrut. Mereka bekerja tanpa melalui pelatihan, tidak memahami kontrak kerja, tidak ada kejelasan mengenai gajinya berapa, majikannya siapa, juga tidak ada kejelasan tentang fasilitas, hak dan perlindungan yang mereka dapatkan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari KBRI di Malaysia, ditemukan ratusan PMI sektor domestik bermasalah akibat perekrutan sistem SMO ini. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia mengambil sikap, sebelum ada perbaikan di sistem negara Malaysia, maka seluruh proses penempatan ditutup sementara.

"Sudah banyak PMI yang bekerja melalui sistem ini mendapatkan kasus gaji tidak dibayar, disiksa, dikurung di kandang anjing, dan ketika sakit dibuang di jalan. Ini kan pelanggaran HAM sebenarnya. Tapi karena mereka ini bekerja tanpa perjanjian kontrak kerja, sehingga majikannya dengan gampang menghindar. Malah mereka bisa menuntut balik karena PMI tersebut berada di negaranya secara ilegal," ujarnya.

Karena itu Gede setuju dengan keputusan pemerintah untuk menutup sementara pengiriman PMI ke Malaysia. Sebab menurutnya, SMO merupakan sistem yang cukup rentan mengeksploitasi pekerjanya dan disinyalir termasuk praktik perdagangan manusia.

"Kami ikuti arahan pemerintah. Jika pemerintah menginstruksikan untuk ditutup, maka akan kami tutup. Untuk apa mengirim bekerja jika akhirnya menyengsarakan rakyat kami. Tidak ada pemerintah yang ingin melihat rakyatnya sengsara," kata Gede.

Penutupan sementara ini tentu tidak hanya berdampak pada PMI dan CPMI saja, tetapi juga berdampak besar pada perusahaan di Malaysia yang benar-benar membutuhkan PMI dan Perusahaan Penempatan PMI (P3MI).

Aryadi menjelaskan bahwa job order lama bisa tetap berjalan, penutupan hanya untuk job order yang baru.

"Bagi perusahaan yang sedang proses job order dan sudah disetujui oleh Dubes akan tetap diberangkatkan sambil menunggu perintah selanjutnya. Khusus untuk job order yang sudah disetujui sampai tanggal 12 Juli akan tetap diproses," ujarnya.

Aryadi menginformasikan jika Disnakertrans NTB bersama APPMI, pekan lalu berkunjung ke Koperasi Ladang Berhad dan Sime Darby Plantation untuk meninjau para pekerja ladang asal NTB. Tujuannya adalah untuk memastikan perlindungan kesehatan, asuransi, dan penyediaan fasilitas tempat tinggal bagi PMI.

"Saya berdialog langsung dalam bahasa daerah Sasak dan Bima dengan para pekerja untuk mendengarkan keluhan para pekerja. Ternyata pekerja tidak memiliki keluhan tentang perusahaannya. Bahkan mereka cerita kalau ada yang sampai puluhan tahun bekerja di sana. Ada yang sampai membangun bisnis sendiri. Bahkan rekor tertinggi gaji diperoleh PMI asal NTB sebesar RM 7.373 atau Rp25 juta sebulan," ucapnya.

Karena itu Gede memberi apresiasi dan sangat menghormati perusahaan yang memberikan perlindungannya dan fasilitas yang bagus bagi PMI. Harapannya semua perusahaan lain juga bisa menyediakan fasilitas tempat tinggal yang layak, memberikan jaminan perlindungan, dan memperlakukan PMI dengan baik.

"Semoga Pemerintah Malaysia bisa dapat segera menunjukkan itikad baik untuk menghormati perjanjian yang sudah disepakati. Mari kita sama-sama berjuang menyampaikan fakta apa adanya untuk kemaslahatan bersama," katanya.*

Baca juga: Moratorium pengiriman PMI ke Malaysia bukti sikap tegas RI

Baca juga: Malaysia masih akan bicarakan MoU tenaga kerja dengan Indonesia