Serupa COVID-19, pasien dengue dengan komorbid wajib rawat inap
20 Juli 2022 17:40 WIB
Petugas medis memeriksa kondisi pasien anak penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Mitra Siaga, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Kamis (20/5/2021). Berdasarkan data rumah sakit, sejak tiga bulan terakhir penderita DBD terutama pasien anak-anak meningkat mencapai 40 orang. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/rwa.
Jakarta (ANTARA) - Pasien yang terinfeksi dengue yang memiliki penyakit bawaan alias komorbid juga pasien yang masih bayi wajib dirawat inap di fasilitas kesehatan meski tak menunjukkan tanda bahaya demi mencegah kesehatan memburuk.
"Pasien dengue dengan komorbid dan yang masih bayi harus hati-hati, mirip-mirip sama COVID-19 karena kelompok tersebut saat terkena dengue bisa berat (kondisinya)," kata Ketua Unit Kerja Koordinasi Infeksi & Penyakit Tropis – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. dr. Anggraini Alam, Sp.A(K) dalam diskusi media “Perlindungan Keluarga dari Bahaya Demam Berdarah Dengue”, Rabu.
Anggraini menjelaskan, dengue adalah penyakit yang dinamis di mana kondisi 1 dari 20 pasien infeksi bisa berlanjut menjadi berat bahkan mengancam kehidupan. Pasien dengue yang tak menunjukkan gejala membahayakan bisa berubah kondisinya jadi memburuk, yakni pada bayi dan pasien yang punya faktor komorbid.
Tanda-tanda bahaya pada dengue diantaranya adalah nyeri abdomen yang berat, muntah terus-menerus, pendarahan mukosa, akumulasi cairan kinis juga latergi. Bila itu terjadi, segera bawa pasien ke fasilitas kesehatan untuk dirawat inap agar kondisinya membaik.
Ini juga berlaku untuk pasien bayi dan orang yang punya penyakit bawaan seperti diabetes melitus, penyakit jantung bawaan, penyakit paru kronik, kelainan paru kronik, kelainan hati kronik, penyakit hemolitik dan gagal ginjal walau tak memperlihatkan tanda bahaya.
Anggraini menambahkan, orang-orang dengan kondisi sosial tertentu, seperti orang yang tinggal sendirian tanpa ada yang bisa membantu mengawasi kondisi, sebaiknya memilih untuk rawat inap saat terinfeksi dengue.
Dengan memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan, petugas kesehatan bisa memutuskan mana perawatan yang terbaik.
Pasien yang tidak mengalami tanda-tanda bahaya bisa melanjutkan rawat jalan, sementara pasien dengan tanda bahaya atau punya kondisi seperti perdarahan berat dan kegagalan organ berat akan masuk kriteria orang yang harus dirawat inap.
Gejala awal dari penyakit dengue adalah sakit kepala, demam tinggi yang mendadak, nyeri saat menggerakkan bola mata, muntah, badan terasa lemah dan lesu, timbul bintik merah pada kulit dan kadang disertai mimisan dan tinja campur darah.
Pemerintah telah menargetkan penurunan angka kejadian Dengue hingga kurang dari 10 per 100.000 penduduk pada tahun 2024 dan nol kasus kematian akibat dengue pada tahun 2030.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah melakukan berbagai upaya, antara lain: dengan melakukan penguatan sistem surveilans serta manajemen kejadian luar biasa, penguatan tata laksana secara komprehensif, meningkatkan partisipasi dari kemandirian masyarakat, meningkatkan komitmen pemerintah pusat maupun daerah serta partisipasi mitra dan multi sektor, dan mengembangkan kajian penelitian serta inovasi untuk penetapan kebijakan pengendalian dengue ke depannya.
“Kami optimis bahwa Dengue dapat dikendalikan dan angka kejadian hingga kematian dapat ditekan secara signifikan. Hal ini tentunya dapat tercapai jika seluruh masyarakat dari berbagai sektor turut berpartisipasi dalam pencegahan dengue dimulai dari lingkungan masing-masing," kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM., MARS,.
Perusahaan biofarmasi PT Takeda Indonesia mendukung program pemerintah dalam upaya pencegahan penyebaran dengue dengan memperkenalkan situs www.cegahdbd.com sebagai platform informasi.
Baca juga: IDAI harap makin banyak pilihan vaksin dengue
Baca juga: Partisipasi masyarakat penting untuk cegah penyakit demam dengue
Baca juga: Ini cara kenali perbedaan DBD, tifus dan malaria
"Pasien dengue dengan komorbid dan yang masih bayi harus hati-hati, mirip-mirip sama COVID-19 karena kelompok tersebut saat terkena dengue bisa berat (kondisinya)," kata Ketua Unit Kerja Koordinasi Infeksi & Penyakit Tropis – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. dr. Anggraini Alam, Sp.A(K) dalam diskusi media “Perlindungan Keluarga dari Bahaya Demam Berdarah Dengue”, Rabu.
Anggraini menjelaskan, dengue adalah penyakit yang dinamis di mana kondisi 1 dari 20 pasien infeksi bisa berlanjut menjadi berat bahkan mengancam kehidupan. Pasien dengue yang tak menunjukkan gejala membahayakan bisa berubah kondisinya jadi memburuk, yakni pada bayi dan pasien yang punya faktor komorbid.
Tanda-tanda bahaya pada dengue diantaranya adalah nyeri abdomen yang berat, muntah terus-menerus, pendarahan mukosa, akumulasi cairan kinis juga latergi. Bila itu terjadi, segera bawa pasien ke fasilitas kesehatan untuk dirawat inap agar kondisinya membaik.
Ini juga berlaku untuk pasien bayi dan orang yang punya penyakit bawaan seperti diabetes melitus, penyakit jantung bawaan, penyakit paru kronik, kelainan paru kronik, kelainan hati kronik, penyakit hemolitik dan gagal ginjal walau tak memperlihatkan tanda bahaya.
Anggraini menambahkan, orang-orang dengan kondisi sosial tertentu, seperti orang yang tinggal sendirian tanpa ada yang bisa membantu mengawasi kondisi, sebaiknya memilih untuk rawat inap saat terinfeksi dengue.
Dengan memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan, petugas kesehatan bisa memutuskan mana perawatan yang terbaik.
Pasien yang tidak mengalami tanda-tanda bahaya bisa melanjutkan rawat jalan, sementara pasien dengan tanda bahaya atau punya kondisi seperti perdarahan berat dan kegagalan organ berat akan masuk kriteria orang yang harus dirawat inap.
Gejala awal dari penyakit dengue adalah sakit kepala, demam tinggi yang mendadak, nyeri saat menggerakkan bola mata, muntah, badan terasa lemah dan lesu, timbul bintik merah pada kulit dan kadang disertai mimisan dan tinja campur darah.
Pemerintah telah menargetkan penurunan angka kejadian Dengue hingga kurang dari 10 per 100.000 penduduk pada tahun 2024 dan nol kasus kematian akibat dengue pada tahun 2030.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah melakukan berbagai upaya, antara lain: dengan melakukan penguatan sistem surveilans serta manajemen kejadian luar biasa, penguatan tata laksana secara komprehensif, meningkatkan partisipasi dari kemandirian masyarakat, meningkatkan komitmen pemerintah pusat maupun daerah serta partisipasi mitra dan multi sektor, dan mengembangkan kajian penelitian serta inovasi untuk penetapan kebijakan pengendalian dengue ke depannya.
“Kami optimis bahwa Dengue dapat dikendalikan dan angka kejadian hingga kematian dapat ditekan secara signifikan. Hal ini tentunya dapat tercapai jika seluruh masyarakat dari berbagai sektor turut berpartisipasi dalam pencegahan dengue dimulai dari lingkungan masing-masing," kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM., MARS,.
Perusahaan biofarmasi PT Takeda Indonesia mendukung program pemerintah dalam upaya pencegahan penyebaran dengue dengan memperkenalkan situs www.cegahdbd.com sebagai platform informasi.
Baca juga: IDAI harap makin banyak pilihan vaksin dengue
Baca juga: Partisipasi masyarakat penting untuk cegah penyakit demam dengue
Baca juga: Ini cara kenali perbedaan DBD, tifus dan malaria
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022
Tags: