Menurut Nurwakhid, adanya undang-undang yang mengatur kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berserikat sering disalahgunakan oleh kelompok radikal yang sebenarnya antidemokrasi.
"Maka itu, untuk menanggulanginya diperlukan pendekatan regulasi hukum karena Indonesia negara demokrasi," katanya dalam diskusi publik bertema Ancaman Terorisme dan Kerusakan di Kedutaan Besar Prancis, Jakarta, Rabu.
Baca juga: Boy Rafli: BNPT lakukan kontra narasi terkait terorisme di Papua Selain pendekatan regulasi hukum, penanggulangan kelompok radikalisme dan terorisme yang paling efektif juga bisa dilakukan dengan pendekatan ideologi spiritual.
"Kualitas seseorang dalam beragama ditentukan salah satunya adalah sejauh mana tingkat toleransi terhadap keragaman dan perbedaan," ucapnya.
Isu ini, menurutnya, tak lain bertujuan membuat kekacauan dan konflik antaranak bangsa dengan membangun paradigma intoleransi dan isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA), termasuk islamofobia.
"Ketika kita merasa paling baik dan paling benar, sejatinya ini adalah krisis akhlak dan moral," ucapnya.
Ia juga mengatakan kelompok radikal ini tidak menghargai perbedaan dan sering memanfaatkan agama untuk memengaruhi masyarakat awam agar memerangi saudara sendiri.