Jakarta (ANTARA) - Indonesian Youth Council for Tobacco Control (IYCTC) menekankan bahwa minimnya regulasi terkait dengan rokok elektronik berupa vape di Indonesiqa masih mempermudah anak-anak usia pelajar untuk membeli jenis rokok tersebut.


“Ini yang terdata, artinya angka ini akan terus naik dari tahun ke tahun dan pasti kalau 2022 jumlahnya semakin meningkat,” kata Anggota Tim Youth Led dari IYCTC Jordan Vegard Ahar dalam Diseminasi Rokok Elektronik yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.


Jordan menuturkan hingga saat ini, aturan terkait rokok elektronik hanya ada berupa peraturan fiskal saja. Sedangkan aturan terkait iklan promosi di semua kanal media sosial dan sponsorship tidak memiliki larangan apapun.


Aturan tersebut sangat berbeda dengan yang diterapkan oleh negara di kawasan Asia Tenggara lain seperti Thailand yang melarang adanya promosi dan sponsorship rokok elektronik ataupun Brunei Darussalam yang mengatur rokok elektronik seperti rokok konvensional pada umumnya serta pelarangan promosi dan sponsorship.

Baca juga: RI diprediksi jadi pangsa rokok elektronik terbesar kalahkan Malaysia

Baca juga: IYCTC: Rokok elektronik berpotensi jadi limbah bahayakan bumi



Akibat dari kurangnya aturan yang jelas hingga maraknya iklan promosi, berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh tim investigasi IYCTC, 11 orang dari 24 pengguna yang diwawancara mengaku masih berusia di bawah 18 tahun. Mereka membeli rokok elektronik karena ingin terlihat keren dalam pergaulannya.


Beberapa mengaku bahwa orang tua mereka tidak mengizinkan ataupun mengetahui bahwa anak-anak membeli rokok pada usia tersebut.


“Mereka mengaku bahwa mereka mengkonsumsi ini tanpa sepengetahuan orang tua mereka, dan juga mereka bisa membelinya dengan mudah, melalui teman mereka atau titip ke teman yang membelinya,” ujar Jordan yang juga anggota tim investigasi IYCTC itu.


Jordan mengatakan pengguna dewasa pun turut mengakui bahwa sudah mengkonsumsi rokok elektronik sejak masih berusia muda. Artinya, penggunaan elektronik di Indonesia akan berlanjut hingga anak beranjak dewasa.


Di mana dari 24 responden, 18 di antaranya mengaku langsung membuang rokok elektronik ke tempat pembuangan umum (TPU) atau tempat sampah yang berpotensi menjadi limbah beracun bagi lingkungan sekitarnya.


“Mereka akan menjadi perokok dalam jangka waktu yang panjang, ke depannya tentunya ini sangat mengancam generasi kita,” kata dia.


Jordan menyatakan Indonesia harus bersikap tegas dan banyak melakukan sosialisasi kepada anak-anak usia pelajar. Setiap masyarakat perlu memahami bahwa tidak ada perbedaan antara rokok elektronik dengan rokok konvensional.


Rokok elektronik juga bisa mengancam kesehatan maupun lingkungan di sekitar pengguna. Dirinya berharap pemerintah mau bersama-sama memikirkan upaya yang akan dilakukan seperti yang disarankan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) terkait regulasi rokok elektronik.


“Ada miss informasi bukan hanya dirasakan oleh orang dewasa, tapi juga anak-anak. Ada anggapan bahwa rokok elektronik lebih tidak berbahaya dibandingkan rokok konvensional, padahal nyatanya keduanya punya bahaya yang sama-sama mengancam kesehatan dan lingkungan,” ucap Jordan.

Baca juga: Gunakan rokok elektronik juga tingkatkan risiko COVID-19

Baca juga: Peneliti: Penggunaan rokok elektronik meningkat karena promosi