Peneliti: Integrasi NIK dan NPWP permudah ukur kepatuhan pajak
20 Juli 2022 16:07 WIB
Dokumentasi. Petugas pajak melayani warga yang mengikuti program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Kantor Direktorat Jendral Pajak, Jakarta, Jum'at (31/3). ANTARA FOTO/Atika Fauziyyah/pd. (ANTARA FOTO/ATIKA FAUZIYYAH)
Jakarta (ANTARA) - Peneliti ekonomi senior Center of Reform on Economics Indonesia Yusuf Rendy menilai integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bisa mempermudah otoritas mengukur kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak.
“Jika data NIK dikombinasikan dengan data dari program pengampunan pajak baik itu di jilid 1 maupun di jilid 2, maka seharusnya analisa dari otoritas pajak bisa lebih dalam terutama untuk mengukur kepatuhan masyarakat baik di level individu maupun level perusahaan,” katanya saat dihubungi Antara di Jakarta, Rabu.
Yusuf menyebut integrasi antara NIK dan NPWP merupakan inisiasi atau kebijakan yang wacananya sudah pernah muncul jauh sebelumnya. Integrasi tersebut dinilainya memang menjadi penting terutama dalam konteks menyatukan data kependudukan dan data pajak yang nantinya bisa digunakan oleh otoritas terkait terutama dalam memastikan masyarakat telah membayar dan melaporkan pajaknya secara baik dan benar.
“Apalagi saat ini Pemerintah juga sudah melakukan beragam program reformasi perpajakan termasuk di dalamnya tax amnesty yang juga menghasilkan data-data dari para wajib pajak yang mengikuti program tersebut,” ucapnya.
Kendati demikian, ia menegaskan agar pemerintah perlu memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa pengintegrasian NIK dan NPWP bukan berarti setiap pemilik NIK menjadi wajib pajak.
“Banyak ataupun beberapa masyarakat menganggap ketika sudah terdaftar ataupun memiliki NPWP dalam konteks ini sudah diintegrasikan dengan NIK, maka mereka wajib dalam membayar pajak sesuatu hal yang tentu secara konsep tidak tepat dan perlu diluruskan,” jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, masyarakat juga perlu tahu kewajiban-kewajiban apa saja yang perlu dijalankan ketika misalnya pengintegrasian NIK dan NPWP sudah berjalan secara optimal, Kewajiban tersebut, sebutnya, termasuk di dalamnya melaporkan aktivitas pembayaran pajak mereka secara baik.
Data kependudukan yang lebih baik juga dinilainya menjadi prasyarat agar kebijakan tersebut bisa berjalan secara optimal. Sejumlah daerah masih belum memiliki data kependudukan yang tepat, di beberapa daerah masih ditemukan data ganda ataupun data yang tidak up to date.
“Sehingga kolaborasi tidak hanya dari otoritas pajak namun juga otoritas yang terkait termasuk di dalamnya Kemendagri dan juga dinas-dinas di daerah menjadi penting untuk memastikan NIK yang beredar saat ini adalah NIK aktif dari seluruh masyarakat yang ada saat ini,” jelasnya.
Mengenai antisipasi resiko kebocoran data, Yusuf menyebut pemerintah perlu mempunyai sistem server sendiri yang dilengkapi dengan pengawasan dan pengamanan yang memadai.
“Saya kira memperhatikan infrastruktur IT oleh otoritas terkait juga menjadi penting untuk dilakukan terlebih dahulu sebelum kemudian kebijakan ini berjalan,” kata Yusuf.
Baca juga: Kemenkeu dan Kemendagri integrasikan data implementasi NIK jadi NPWP
Baca juga: Presiden wajibkan pelayanan publik rahasiakan NIK dan NPWP
Baca juga: Wamenkeu tegaskan tujuan utama PPS tingkatkan kepatuhan wajib pajak
“Jika data NIK dikombinasikan dengan data dari program pengampunan pajak baik itu di jilid 1 maupun di jilid 2, maka seharusnya analisa dari otoritas pajak bisa lebih dalam terutama untuk mengukur kepatuhan masyarakat baik di level individu maupun level perusahaan,” katanya saat dihubungi Antara di Jakarta, Rabu.
Yusuf menyebut integrasi antara NIK dan NPWP merupakan inisiasi atau kebijakan yang wacananya sudah pernah muncul jauh sebelumnya. Integrasi tersebut dinilainya memang menjadi penting terutama dalam konteks menyatukan data kependudukan dan data pajak yang nantinya bisa digunakan oleh otoritas terkait terutama dalam memastikan masyarakat telah membayar dan melaporkan pajaknya secara baik dan benar.
“Apalagi saat ini Pemerintah juga sudah melakukan beragam program reformasi perpajakan termasuk di dalamnya tax amnesty yang juga menghasilkan data-data dari para wajib pajak yang mengikuti program tersebut,” ucapnya.
Kendati demikian, ia menegaskan agar pemerintah perlu memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa pengintegrasian NIK dan NPWP bukan berarti setiap pemilik NIK menjadi wajib pajak.
“Banyak ataupun beberapa masyarakat menganggap ketika sudah terdaftar ataupun memiliki NPWP dalam konteks ini sudah diintegrasikan dengan NIK, maka mereka wajib dalam membayar pajak sesuatu hal yang tentu secara konsep tidak tepat dan perlu diluruskan,” jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, masyarakat juga perlu tahu kewajiban-kewajiban apa saja yang perlu dijalankan ketika misalnya pengintegrasian NIK dan NPWP sudah berjalan secara optimal, Kewajiban tersebut, sebutnya, termasuk di dalamnya melaporkan aktivitas pembayaran pajak mereka secara baik.
Data kependudukan yang lebih baik juga dinilainya menjadi prasyarat agar kebijakan tersebut bisa berjalan secara optimal. Sejumlah daerah masih belum memiliki data kependudukan yang tepat, di beberapa daerah masih ditemukan data ganda ataupun data yang tidak up to date.
“Sehingga kolaborasi tidak hanya dari otoritas pajak namun juga otoritas yang terkait termasuk di dalamnya Kemendagri dan juga dinas-dinas di daerah menjadi penting untuk memastikan NIK yang beredar saat ini adalah NIK aktif dari seluruh masyarakat yang ada saat ini,” jelasnya.
Mengenai antisipasi resiko kebocoran data, Yusuf menyebut pemerintah perlu mempunyai sistem server sendiri yang dilengkapi dengan pengawasan dan pengamanan yang memadai.
“Saya kira memperhatikan infrastruktur IT oleh otoritas terkait juga menjadi penting untuk dilakukan terlebih dahulu sebelum kemudian kebijakan ini berjalan,” kata Yusuf.
Baca juga: Kemenkeu dan Kemendagri integrasikan data implementasi NIK jadi NPWP
Baca juga: Presiden wajibkan pelayanan publik rahasiakan NIK dan NPWP
Baca juga: Wamenkeu tegaskan tujuan utama PPS tingkatkan kepatuhan wajib pajak
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022
Tags: