Tanah Bumbu (ANTARA) - Ketua Harian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur, Bambang Haryo Soekartono menilai kebijakan pemerintah yang mewajibkan vaksin booster bagi para pengguna transportasi masih belum efektif dalam pemulihan ekonomi.

"Sebagaimana merujuk surat edaran Satgas COVID-19 Nomor 21 dan 22 Tahun 2022. Kebijakan tersebut sangat tidak tepat di tengah geliat pemulihan ekonomi Nasional," kata Bambang melalui siaran pers, Selasa.

Dia mengatakan, pengguna transportasi publik massal di Indonesia jumlahnya masih minim atau sekitar 12 persen apabila dibandingkan dengan transportasi pribadi.

"Apabila kebijakan ini diterapkan tidak akan berdampak terhadap kekebalan "komunal" bahkan dampaknya pada perpindahan dari transportasi publik beralih ke transportasi pribadi berpotensi macet, dan peningkatan kecelakaan di jalan raya," ungkap Bambang Haryo.

Menurut mantan anggota DPR-RI periode 2014-2019, kebijakan ini akan berdampak pada pemborosan, kebutuhan ekonomi masyarakat menjadi bertambah dan seharusnya pemerintah paham dengan adanya masyarakat menggunakan transportasi pribadi, maka perpindahan/pergerakan masyarakat semakin sulit dipantau dan dikendalikan oleh pemerintah.

"Seharusnya, sebelum mengeluarkan kebijakan. Pemerintah perlu melakukan kajian dan penelitian, hal ini dapat dibuktikan bahwa vaksin booster bukan segala-galanya untuk mencegah virus COVID-19," ujarnya.

Bahkan, total penduduk Indonesia yang mencapai 267 juta jiwa pertambahan kasus COVID-19 terhitung 12 Juli 2022 mencapai 3.361 kasus per hari, sedangkan Taiwan yang sudah booster 73 persen dari total penduduk 23 juta jiwa per tanggal 12 Juli 2022 tambahan kasus sebesar 28.972 kasus per hari.

Singapura yang sudah Booster 74 persen dari lima juta jiwa penduduk saat ini ada tambahan kasus sebesar 5.974 kasus per hari.

Di India, yang sudah menggunakan booster baru tiga persen dari total penduduk 1,38 milyar jiwa, pertambahan kasus per hari hanya 13.000 kasus, sedangkan Jerman yang mengunaka vaksin booster sudah 69 perdm dari total penduduk 83 juta jiwa, jumlah pertambahan kasus sebesar 127.000 per hari.

"Demikian bila di Indonesia, DKI Jakarta vaksin dosis I dan II mendekati 100 persen, booster sudah lebih dari 40 persen dari jumlah penduduk 10,56 juta jiwa penambahan kasus sebesar 3.584 perhari, sedangkan Aceh dossis kedua masih 29 persen dan booster mendekati 0 persen dari jumlah penduduk 5,27 juta jiwa pertambahan kasus 0 persen," tutur Bambang.

Hampir seluruh negara di dunia tidak membutuhkan lagi sertifikat vaksin sebagai persyaratan menggunakan transportasi publik massal dalam negeri, sebagai contoh di Jepang bahkan yang tidak vaksin bisa menggunakan transportasi publik dengan tidak ada diskriminasi antara masyarakat yang vaksin maupun yang tidak vaksin.

Di dua negara, yakni Australia dan jepang vaksin tidak menjadi kewajiban.

"Saya yakin Menteri Perhubungan RI mengetahui itu karena baru satu bulan yang lalu berkunjung ke Jepang, termasuk saya sendiri, ada lagi di Australia juga tidak menggunakan sertifikat vaksin untuk naik transportasi publik massal dan bahkan pada tanggal 19 Juli 2022 Pemerintah Australia membebaskan turis masuk tanpa sertifikat vaksin (bebas sertifikat vaksin)," tegasnya.

Bambang melanjutkan, jumlah negara yang menerapkan wajib vaksin hanya sedikit, yang menerapkan wajib vaksin di dunia hanya empat Negara dari 195 Negara yaitu Indonesia, Ekuador, Tajikistan dan Turkmenistan.

Bahkan di Jerman, sempat ada wacana akan diterapkan wajib vaksin. Namun karena banyaknya masyarakat di negara itu menolak dengan wacana tersebut, sehingga wacana tersebut dibatalkan.

Maka penerapan penggunaan sertifikat vaksin booster yang akan diterapkan pada transportasi publik massal oleh pemerintah pada tanggal 17 Juli 2022 dinilai kurang efektif

"Seyogyanya kebijakan Persyaratan Booster di Transportasi Publik dicabut. Karena kita butuh transportasi publik massal darat, laut, dan udara yang kuat untuk mengantisipasi negara kepulauan yang mempunyai jumlah penduduk yang besar, paparnya.
Baca juga: MTI sebut tarif integrasi dibutuhkan untuk transisi pandemi ke endemi
Baca juga: MTI: Atasi macet dengan hindari berangkat pada arus puncak mudik
Baca juga: MTI dorong evaluasi penerapan ganjil-genap saat PPKM di Jakarta