Aktivis: Negara maju bantu negara berkembang lakukan transisi energi
19 Juli 2022 17:09 WIB
Peneliti dan manajer program Trend Asia Andri Prasetiyo berbicara dalam diskusi virtual Quo Vadis Transisi Energi di G20? Refleksi atas Hasil KTT G7 di Jerman di Jakarta, Selasa (19/7/2022). ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak
Jakarta (ANTARA) - Peneliti dan manajer program Trend Asia Andri Prasetiyo mengatakan negara-negara maju berperan penting dan seharusnya membantu negara-negara berkembang untuk melakukan transisi energi dan keluar dari belenggu ketergantungan energi fosil.
"Just Energy Transition Partnership (JETP) kita bisa katakan perwujudan negara-negara maju sebagai upaya bersama, khususnya untuk membantu negara-negara berkembang agar segera keluar dari energi yang kotor ke energi yang lebih bersih," kata Andri dalam diskusi virtual Quo Vadis Transisi Energi di G20? Refleksi atas Hasil KTT G7 di Jerman di Jakarta, Selasa.
Baca juga: PLN: Kolaborasi cara percepat transisi menuju energi bersih
Pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi G7 di Elmau, Jerman, pada Juni 2022, menghasilkan sejumlah kesepakatan, seperti kolaborasi dengan negara berkembang, termasuk Indonesia untuk mempercepat agenda energi bersih melalui program pendanaan JETP.
Saat mengikuti KTT G7, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan investasi sebesar 25-30 miliar dolar AS selama delapan tahun ke depan untuk mengakselerasi transisi energi.
Andri menuturkan pendanaan merupakan salah satu kunci penting dalam transisi energi dari energi fosil atau energi kotor ke energi bersih.
Oleh karenanya, lanjutnya, program pendanaan JETP perlu dikawal bersama untuk mendukung transisi energi dalam rangka mengatasi krisis iklim secara global.
"Kita tidak bisa menafikan bahwa ada peran negara-negara maju yang sudah 'menikmati' banyak kebermanfaatan dari energi fosil karena mereka sudah lebih dahulu industrialisasi dan meneguk banyak keuntungan secara finansial, mereka harus membantu negara-negara yang tidak cukup menikmati fase itu," ujarnya.
Baca juga: Aktivis: Presidensi G20 Indonesia dorong G20 lakukan akselerasi energi
Baca juga: Presiden Jokowi ajak negara G7 investasi energi bersih di Indonesia
Sebelumnya, Analisis Kebijakan Ahli Madya Kementerian Keuangan, Joko Tri Haryanto menyatakan Indonesia membutuhkan investasi mencapai Rp28.233 triliun dalam rangka mencapai transisi energi bersih pada 2060 atau lebih cepat.
"Total kebutuhan net zero emission (NZE) 2060 itu hampir tujuh kali lipat dibandingkan NDC 2030. Jadi, secara total kebutuhannya Rp28.233 triliun," katanya dalam Webinar bertajuk Tantangan Sektor Kelistrikan dalam Transisi Energi di Jakarta, Kamis (9/6).
Joko menuturkan jumlah tersebut merupakan tujuh kali lipat dari kebutuhan Nationally Fetermined Contribution (NDC) 2030 yang sebesar Rp3.779 triliun.
"Just Energy Transition Partnership (JETP) kita bisa katakan perwujudan negara-negara maju sebagai upaya bersama, khususnya untuk membantu negara-negara berkembang agar segera keluar dari energi yang kotor ke energi yang lebih bersih," kata Andri dalam diskusi virtual Quo Vadis Transisi Energi di G20? Refleksi atas Hasil KTT G7 di Jerman di Jakarta, Selasa.
Baca juga: PLN: Kolaborasi cara percepat transisi menuju energi bersih
Pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi G7 di Elmau, Jerman, pada Juni 2022, menghasilkan sejumlah kesepakatan, seperti kolaborasi dengan negara berkembang, termasuk Indonesia untuk mempercepat agenda energi bersih melalui program pendanaan JETP.
Saat mengikuti KTT G7, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan investasi sebesar 25-30 miliar dolar AS selama delapan tahun ke depan untuk mengakselerasi transisi energi.
Andri menuturkan pendanaan merupakan salah satu kunci penting dalam transisi energi dari energi fosil atau energi kotor ke energi bersih.
Oleh karenanya, lanjutnya, program pendanaan JETP perlu dikawal bersama untuk mendukung transisi energi dalam rangka mengatasi krisis iklim secara global.
"Kita tidak bisa menafikan bahwa ada peran negara-negara maju yang sudah 'menikmati' banyak kebermanfaatan dari energi fosil karena mereka sudah lebih dahulu industrialisasi dan meneguk banyak keuntungan secara finansial, mereka harus membantu negara-negara yang tidak cukup menikmati fase itu," ujarnya.
Baca juga: Aktivis: Presidensi G20 Indonesia dorong G20 lakukan akselerasi energi
Baca juga: Presiden Jokowi ajak negara G7 investasi energi bersih di Indonesia
Sebelumnya, Analisis Kebijakan Ahli Madya Kementerian Keuangan, Joko Tri Haryanto menyatakan Indonesia membutuhkan investasi mencapai Rp28.233 triliun dalam rangka mencapai transisi energi bersih pada 2060 atau lebih cepat.
"Total kebutuhan net zero emission (NZE) 2060 itu hampir tujuh kali lipat dibandingkan NDC 2030. Jadi, secara total kebutuhannya Rp28.233 triliun," katanya dalam Webinar bertajuk Tantangan Sektor Kelistrikan dalam Transisi Energi di Jakarta, Kamis (9/6).
Joko menuturkan jumlah tersebut merupakan tujuh kali lipat dari kebutuhan Nationally Fetermined Contribution (NDC) 2030 yang sebesar Rp3.779 triliun.
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022
Tags: