Jakarta (ANTARA) - Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan Indonesia perlu terus menggalakkan ketahanan pangan agar bisa lebih berdaya tahan menghadapi potensi resesi.

“Untuk lebih berdaya tahan maka Indonesia perlu terus menggalakkan ketahanan pangan dan bisa beralih ke sumber energi yang terbarukan atau green energy,” katanya saat dihubungi Antara di Jakarta, Selasa.

Faisal menilai saat ini kondisi ketahanan ekonomi Indonesia cukup baik. Inflasi tidak hanya menjadi isu di Tanah air, melainkan fenomena global. Kendati tingkat inflasi Indonesia naik, namun jika dibandingkan dengan negara-negara lain, inflasi Indonesia lebih rendah.

“Indonesia juga masih mencatatkan neraca dagang surplus yang artinya neraca transaksi berjalan kemungkinan masih surplus, jadi kebutuhan valas dari capital flow tidak begitu besar,” ujarnya.

Baca juga: Guru Besar IPB paparkan empat pilar untuk muluskan "food estate"

Tak hanya neraca perdagangan yang mencatatkan kinerja gemilang, kondisi fiskal, dinilainya juga masih baik karena pada Mei 2022, APBN masih mencatatkan surplus. Selain itu, market juga hanya memprediksi kemungkinan Indonesia resesi hanya 3 persen.

Faisal menuturkan exposure dari tekanan global tidak tinggi karena lebih dari setengah ekonomi Indonesia ditopang oleh konsumsi dalam negeri.

“Saat ini lebih dari 50 persen ekonomi Indonesia ditopang oleh konsumsi dalam negeri dan degree of economic openness Indonesia tidak besar,” ungkapnya.

Baca juga: Menko Airlangga tekankan soal ketahanan pangan pada seminar G20

Selain itu, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) juga sudah rendah, sehingga ia yakin gejolak yang terjadi di global tidak memberikan tekanan yang terlalu tinggi kepada kinerja ekonomi Indonesia.

Meski begitu, ia tetap menyarankan pemerintah untuk memberi perhatian khusus pada sektor pangan. Meski subsidi untuk energi dan bahan bakar sudah ditambah, persoalan distribusi atau supply chain pangan harus dapat lebih efisien untuk menjaga agar inflasi masih berada diambang normal.

“Inflasi dari sisi demand memang wajar di tengah pemulihan ekonomi dalam negeri, maka perbaikan dari sisi supply (cost push inflation) harus bisa segera diperbaiki karena dari data terakhir penyebab tingginya inflasi adalah karena inflasi volatile terutama dari pangan,” tuturnya.