Kupang (ANTARA) - Balai Karantina Pertanian Kelas I Kupang menggagalkan masuknya 60 kilogram daging mentah hewan berkuku belah (sapi dan babi) dari Jawa Timur yang bisa menyebarkan penyakit mulut dan kuku (PMK) hewan di wilayah NTT.
Kepala Balai Karantina Kelas I Kupang Yulius Umbu H di Kupang, Senin malam, mengatakan puluhan daging hewan berkuku belah itu terdiri dari 20 kilogram daging sapi dan 40 kilogram daging babi.
"Proses pencegahan masuknya daging sapi dan daging babi itu terjadi di wilayah kerja Waingapu berkat proses pengawasan yang dilakukan oleh Satgas di sana," katanya.
Sejumlah daging hewan berkukuh belah itu, masuk ke Waingapu dari Jawa Timur dengan menggunakan kapal KM Mitra Donggala dan pada saat itu petugas Karantina Wilayah Kerja Waingapu sedang melakukan operasi bersama satgas.
Baca juga: NTT kirim 28.826 ekor sapi untuk Idul Adha
Baca juga: NTT masih aman dari kasus PMK
Yulius mengatakan bahwa pencegahan masuknya sejumlah daging berkuku belah itu ke Waingapu guna mencegah menyebarnya PMK di wilayah pulau Sumba, khususnya Nusa Tenggar Timur.
Saat ini, ujar Yulius, NTT masih aman dari penyebaran PMK karena itu berbagai daging hewan berkuku belah yang bisa menjadi perantara masuk ke wilayah NTT benar-benar dilarang.
Surat keputusan larangan masuknya perantara masuknya penyakit mulut dan kuku sudah dikeluarkan oleh Gubernur NTT Viktor B Laiskodat sejak awal mula merebaknya penyakit itu.
Yulius mengatakan, Selasa (19/7) besok, Balai Karantina Pertanian I Kupang akan mengirimkan surat teguran kepada pembawa daging tersebut.
Untuk daging yang digagalkan tersebut sesuai protap diminta untuk dibawa kembali ke Jawa Timur. Jika ditemukan lagi maka akan langsung dimusnahkan.*
Baca juga: Badan Karantina Pertanian tekankan biosekuriti cegah PMK di Flores
Baca juga: 19.576 ekor ternak bebas PMK telah dikirim dari Pulau Flores
Karantina Kupang gagalkan masuknya 60 kg daging sapi dan babi
18 Juli 2022 22:40 WIB
Daging Babi dan Sapi yang digagalkan masuk ke NTT. ANTARA/Ho-Karantina Kupang
Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022
Tags: