KSP cari solusi persoalan keberangkatan calon Pekerja Migran Indonesia
17 Juli 2022 12:33 WIB
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko melaksanakan verifikasi lapangan di Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) PT Perwita Nusaraya, di Sidoarjo, Jawa Timur, Minggu (17/7/2022). ANTARA/HO-KSP
Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan pihaknya akan mencarikan solusi terkait belum maksimalnya penempatan calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) ke sejumlah negara di tengah melandainya pandemi COVID-19.
"Persoalan keberangkatan calon pekerja migran ini harus segera dicarikan solusinya. Karena penempatan pekerja ke luar negeri adalah salah satu cara menampung angkatan kerja baru setiap tahunnya," ujar Moeldoko saat melaksanakan verifikasi lapangan di PT Perwita Nusaraya, salah satu Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), di Sidoarjo, Jawa Timur, Minggu.
Verifikasi lapangan yang dilakukan, menindaklanjuti pertemuan Kepala Staf Kepresidenan dengan Pengurus Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI), Selasa (5/7) lalu. Dalam audiensi tersebut, APJATI mengungkapkan, puluhan ribu CPMI belum bisa diberangkatkan ke negara tujuan, dan namanya masih mengantre di Sistem Komputerisasi Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (Sisko P2MI).
Moeldoko menyebut, satu dari sekian masalah yang dihadapi perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia adalah belum optimalnya aturan pembebanan biaya dan belum terbitnya aturan komponen biaya per negara oleh lembaga terkait.
Padahal, kata dia, aturan pembebanan biaya dan aturan komponen biaya menjadi acuan proses penempatan dan acuan pembiayaan yang diperlukan semua pihak.
Komponen biaya itu, meliputi biaya persyaratan menjadi CPMI, seperti surat keterangan sehat, sertifikat bukti kompetensi dan kepesertaan BPJS Kesehatan, kemudian biaya proses, yakni pelatihan kerja, transportasi dan akomodasi menuju tempat seleksi, serta biaya penempatan yang mencakup pembuatan paspor, medical check up, psikotes, tiket, dan visa.
"Pada negara tertentu seperti Malaysia, komponen biaya ditanggung oleh pemberi kerja. Namun pada negara lain, seperti Taiwan, Hong Kong, dan Korea, tidak semua komponen biaya itu ditanggung pemberi kerja atau pemerintah. Perlu ada kesepakatan antara negara pengirim dengan negara penerima tenaga kerja, dalam koridor UU yang berlaku di Indonesia," kata Moeldoko.
Panglima TNI 2013-2015 ini menegaskan, Pemerintah sebenarnya sudah memberikan solusi untuk pembiayaan penempatan pekerja migran dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui perbankan. Hal itu, diatur dalam Peraturan Menko Perekonomian No. 1/2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.
Namun, Moeldoko mengungkapkan, berdasarkan data Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) Kementerian Keuangan per 15 Juli 2022, dari alokasi anggaran sebesar Rp390 miliar pada 2022, KUR yang terserap untuk CPMI baru 5 persen atau Rp17,6 miliar.
“Dari hasil verifikasi lapangan tadi, calon pekerja migran mengaku kesulitan mengajukan KUR, karena belum ada aturan tentang komponen biaya penempatan yang menjadi salah satu persyaratan untuk perbankan dalam menyalurkan KUR. Selain itu, persyaratan tambahan bank penyalur KUR dirasa memberatkan karena harus ada jaminan cash deposit seratus persen,” ujarnya lagi.
Dia menyatakan KSP akan segera mencarikan solusi bersama Kementerian Ketenagakerjaan, BP2MI dan Kementerian Luar Negeri terkait persoalan komponen biaya, dan masalah lain yang dialami pekerja migran.
"Pemerintah melalui KSP sangat peduli pada perlindungan PMI," kata Moeldoko.
Dalam verifikasi lapangan itu, Moeldoko yang didampingi Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Aji Erlangga Martawireja, juga melihat langsung sarana prasarana dan proses pelatihan kerja yang diikuti ratusan CPMI.
"Kalian harus belajar sungguh-sungguh di sini, baik bahasa, skill, atau budaya kerja negara tujuan. Kerja yang baik, perilakunya dijaga, dan buat majikan senang. Yang paling penting atur keuangan agar hidup kalian berubah," ujar Moeldoko kepada CPMI.
Baca juga: Anggota DPR nilai Pemerintah tepat hentikan pengiriman PMI ke Malaysia
Baca juga: Menaker: Penghentian penempatan PMI karena Malaysia tak ikuti MoU
"Persoalan keberangkatan calon pekerja migran ini harus segera dicarikan solusinya. Karena penempatan pekerja ke luar negeri adalah salah satu cara menampung angkatan kerja baru setiap tahunnya," ujar Moeldoko saat melaksanakan verifikasi lapangan di PT Perwita Nusaraya, salah satu Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), di Sidoarjo, Jawa Timur, Minggu.
Verifikasi lapangan yang dilakukan, menindaklanjuti pertemuan Kepala Staf Kepresidenan dengan Pengurus Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI), Selasa (5/7) lalu. Dalam audiensi tersebut, APJATI mengungkapkan, puluhan ribu CPMI belum bisa diberangkatkan ke negara tujuan, dan namanya masih mengantre di Sistem Komputerisasi Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (Sisko P2MI).
Moeldoko menyebut, satu dari sekian masalah yang dihadapi perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia adalah belum optimalnya aturan pembebanan biaya dan belum terbitnya aturan komponen biaya per negara oleh lembaga terkait.
Padahal, kata dia, aturan pembebanan biaya dan aturan komponen biaya menjadi acuan proses penempatan dan acuan pembiayaan yang diperlukan semua pihak.
Komponen biaya itu, meliputi biaya persyaratan menjadi CPMI, seperti surat keterangan sehat, sertifikat bukti kompetensi dan kepesertaan BPJS Kesehatan, kemudian biaya proses, yakni pelatihan kerja, transportasi dan akomodasi menuju tempat seleksi, serta biaya penempatan yang mencakup pembuatan paspor, medical check up, psikotes, tiket, dan visa.
"Pada negara tertentu seperti Malaysia, komponen biaya ditanggung oleh pemberi kerja. Namun pada negara lain, seperti Taiwan, Hong Kong, dan Korea, tidak semua komponen biaya itu ditanggung pemberi kerja atau pemerintah. Perlu ada kesepakatan antara negara pengirim dengan negara penerima tenaga kerja, dalam koridor UU yang berlaku di Indonesia," kata Moeldoko.
Panglima TNI 2013-2015 ini menegaskan, Pemerintah sebenarnya sudah memberikan solusi untuk pembiayaan penempatan pekerja migran dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui perbankan. Hal itu, diatur dalam Peraturan Menko Perekonomian No. 1/2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.
Namun, Moeldoko mengungkapkan, berdasarkan data Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) Kementerian Keuangan per 15 Juli 2022, dari alokasi anggaran sebesar Rp390 miliar pada 2022, KUR yang terserap untuk CPMI baru 5 persen atau Rp17,6 miliar.
“Dari hasil verifikasi lapangan tadi, calon pekerja migran mengaku kesulitan mengajukan KUR, karena belum ada aturan tentang komponen biaya penempatan yang menjadi salah satu persyaratan untuk perbankan dalam menyalurkan KUR. Selain itu, persyaratan tambahan bank penyalur KUR dirasa memberatkan karena harus ada jaminan cash deposit seratus persen,” ujarnya lagi.
Dia menyatakan KSP akan segera mencarikan solusi bersama Kementerian Ketenagakerjaan, BP2MI dan Kementerian Luar Negeri terkait persoalan komponen biaya, dan masalah lain yang dialami pekerja migran.
"Pemerintah melalui KSP sangat peduli pada perlindungan PMI," kata Moeldoko.
Dalam verifikasi lapangan itu, Moeldoko yang didampingi Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Aji Erlangga Martawireja, juga melihat langsung sarana prasarana dan proses pelatihan kerja yang diikuti ratusan CPMI.
"Kalian harus belajar sungguh-sungguh di sini, baik bahasa, skill, atau budaya kerja negara tujuan. Kerja yang baik, perilakunya dijaga, dan buat majikan senang. Yang paling penting atur keuangan agar hidup kalian berubah," ujar Moeldoko kepada CPMI.
Baca juga: Anggota DPR nilai Pemerintah tepat hentikan pengiriman PMI ke Malaysia
Baca juga: Menaker: Penghentian penempatan PMI karena Malaysia tak ikuti MoU
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022
Tags: