PMK tersebut adalah perubahan atas PMK Nomor 103/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Tarif pungutan ekspor biasanya dikumpulkan untuk menjadi sumber dana bagi BPDPKS untuk stabilisasi harga.
"Artinya kalau dalam hal ini harga CPO rendah, maka tarifnya juga akan sangat rendah. Sedangkan kalau harganya naik, tarifnya akan meningkat," jelasnya.
Meski dalam kesibukan menjadi tuan rumah Presidensi G20, pemerintah Indonesia tetap memperhatikan situasi dalam negeri yang berhubungan dengan pangan dan CPO lantaran Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa sawit terbesar di dunia dan melihat kondisi para petani, termasuk petani sawit dan kondisi masyarakat yang mengonsumsi minyak goreng.
Baca juga: Ekonom prediksi neraca dagang Juni 2022 surplus 3,34 miliar dolar AS
Baca juga: Kejagung periksa direktur di Kemensos terkait perkara ekpor CPO