BKKBN atasi masalah sanitasi dan jamban keluarga lewat data PK21
15 Juli 2022 18:01 WIB
Arsip foto - Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat mengunjungi keluarga berisiko stunting dan meninjau rumah tak layak huni di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Belawan, Kota Medan, Sumatera Utara pada Kamis (7/7/2022). ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti/aa.
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo berusaha mengatasi permasalahan air bersih, sanitasi dan jamban pada keluarga yang berisiko terkena kekerdilan (stunting) lewat Pendataan Keluarga 2021 (PK21).
“Memang sanitasi air itu menjadi faktor serius karena itu faktor sensitif. Faktor ini mulai dari lingkungan bersih, rumah tidak kumuh artinya jamban tidak baik,” kata Hasto saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
Hasto menuturkan lingkungan kumuh dengan terbatasnya akses pada air bersih dan tidak adanya jamban yang memadai, dapat berkontribusi sebanyak 75 persen terhadap terjadinya stunting.
Baca juga: BKKBN: BOKB dan MPASI perlambat turunnya angka kekerdilan
Dengan jumlah penduduk Indonesia yang amat banyak dan bertambah setiap tahunnya, dibutuhkan pendataan yang akurat, terperinci dan terupdate setiap harinya untuk memastikan kondisi tiap keluarga dari risiko stunting.
Data PK21 sendiri, mampu memetakan keluarga sasaran yang berisiko melahirkan anak dalam keadaan stunting seperti keluarga sasaran dengan penapisan keluarga pra-sejahtera, sanitasi, akses air bersih, rumah tidak layak huni dan pendidikan ibu yang rendah.
Menurut Hasto data itu mencakup skala nasional dan masalah yang dihadapi setiap keluarga berisiko stunting seperti memiliki rumah kumuh dan tak layak huni, tidak memiliki sanitasi yang baik maupun memiliki kebiasaan buang air besar sembarangan (BABS), sudah terdata tepat mulai dari nama hingga alamat tempat tinggalnya.
Baca juga: BKKBN: Ketepatan program dan sasaran jadi kunci penurunan stunting
“BKKBN punya semua namanya, ada semua. Kita punya data kabupaten mana saja yang tidak punya akses air bersih, tidak punya jamban, BAB disembarang tempat. inilah konvergensi yang dilakukan bersama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR),” kata Hasto.
Bersama dengan Kementerian PUPR, Hasto mengaku BKKBN akan terus memantau dan menyesuaikan data PK21 dengan kondisi konkret di lapangan, agar setiap anak dapat tumbuh sehat dan memiliki tempat tinggal yang nyaman.
Dalam kesempatan itu, Hasto turut meminta Tim Pendamping Keluarga (TPK) di lapangan untuk rutin mendatangi tiap rumah keluarga supaya data terus terupdate setiap waktu, sehingga tidak lagi terjadi kelahiran stunting baru.
Baca juga: BKKBN: TPK harus rutin lakukan pemantauan dukung audit kasus stunting
Sedangkan pada pemerintah daerah, dirinya menyarankan untuk menggunakan data PK21 dengan bijak agar permasalahan di tiap daerah dapat teratasi dengan ragam intervensi-intervensi yang harus sesuai untuk dikerjakan.
“Jadi akan tertuju secara tepat sasaran kepada keluarga berisiko stunting,” ujar Hasto.
PK21 merupakan data yang berasal dari survey BKKBN yang dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia oleh kader pendataan terhitung sejak 1 April sampai dengan 6 Juli 2021 sebagai salah satu upaya dalam percepatan penurunan angka prevalensi stunting di Indonesia.
Jumlah keluarga yang berhasil terdata ada sebanyak 68.478.139 keluarga atau sebesar 102 persen, dari jumlah yang sebelumnya ditargetkan yakni 66.828.571 keluarga hingga tanggal 4 November 2021 saat data itu berhasil dirampungkan.
“Memang sanitasi air itu menjadi faktor serius karena itu faktor sensitif. Faktor ini mulai dari lingkungan bersih, rumah tidak kumuh artinya jamban tidak baik,” kata Hasto saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
Hasto menuturkan lingkungan kumuh dengan terbatasnya akses pada air bersih dan tidak adanya jamban yang memadai, dapat berkontribusi sebanyak 75 persen terhadap terjadinya stunting.
Baca juga: BKKBN: BOKB dan MPASI perlambat turunnya angka kekerdilan
Dengan jumlah penduduk Indonesia yang amat banyak dan bertambah setiap tahunnya, dibutuhkan pendataan yang akurat, terperinci dan terupdate setiap harinya untuk memastikan kondisi tiap keluarga dari risiko stunting.
Data PK21 sendiri, mampu memetakan keluarga sasaran yang berisiko melahirkan anak dalam keadaan stunting seperti keluarga sasaran dengan penapisan keluarga pra-sejahtera, sanitasi, akses air bersih, rumah tidak layak huni dan pendidikan ibu yang rendah.
Menurut Hasto data itu mencakup skala nasional dan masalah yang dihadapi setiap keluarga berisiko stunting seperti memiliki rumah kumuh dan tak layak huni, tidak memiliki sanitasi yang baik maupun memiliki kebiasaan buang air besar sembarangan (BABS), sudah terdata tepat mulai dari nama hingga alamat tempat tinggalnya.
Baca juga: BKKBN: Ketepatan program dan sasaran jadi kunci penurunan stunting
“BKKBN punya semua namanya, ada semua. Kita punya data kabupaten mana saja yang tidak punya akses air bersih, tidak punya jamban, BAB disembarang tempat. inilah konvergensi yang dilakukan bersama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR),” kata Hasto.
Bersama dengan Kementerian PUPR, Hasto mengaku BKKBN akan terus memantau dan menyesuaikan data PK21 dengan kondisi konkret di lapangan, agar setiap anak dapat tumbuh sehat dan memiliki tempat tinggal yang nyaman.
Dalam kesempatan itu, Hasto turut meminta Tim Pendamping Keluarga (TPK) di lapangan untuk rutin mendatangi tiap rumah keluarga supaya data terus terupdate setiap waktu, sehingga tidak lagi terjadi kelahiran stunting baru.
Baca juga: BKKBN: TPK harus rutin lakukan pemantauan dukung audit kasus stunting
Sedangkan pada pemerintah daerah, dirinya menyarankan untuk menggunakan data PK21 dengan bijak agar permasalahan di tiap daerah dapat teratasi dengan ragam intervensi-intervensi yang harus sesuai untuk dikerjakan.
“Jadi akan tertuju secara tepat sasaran kepada keluarga berisiko stunting,” ujar Hasto.
PK21 merupakan data yang berasal dari survey BKKBN yang dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia oleh kader pendataan terhitung sejak 1 April sampai dengan 6 Juli 2021 sebagai salah satu upaya dalam percepatan penurunan angka prevalensi stunting di Indonesia.
Jumlah keluarga yang berhasil terdata ada sebanyak 68.478.139 keluarga atau sebesar 102 persen, dari jumlah yang sebelumnya ditargetkan yakni 66.828.571 keluarga hingga tanggal 4 November 2021 saat data itu berhasil dirampungkan.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2022
Tags: