New York (ANTARA) - Harga minyak ditutup lebih rendah pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), tetapi memangkas hampir semua kerugian setelah jatuh lebih dari empat dolar di awal sesi karena investor fokus pada prospek kenaikan suku bunga AS yang besar akhir bulan ini guna membendung inflasi tetapi pada saat yang sama memukul permintaan minyak.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September merosot 47 sen atau 0,5 persen, menjadi menetap di 99,10 dolar AS per barel dan menyelesaikan sesi ketiga berturut-turut di bawah 100 dolar AS.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Agustus terkikis 52 sen atau 0,5 persen, menjadi berakhir di 95,78 dolar AS per barel.

Kedua kontrak mencapai posisi terendah pada Kamis (14/7/2022) yang berada di bawah penutupan 23 Februari, sehari sebelum Rusia menginvasi Ukraina, dengan Brent mencapai level terendah sejak 21 Februari.

Baca juga: Pertamina kembali naikkan harga BBM dan elpiji nonsubsidi

Baca juga: Saham global terangkat "rebound" minyak, saat pasar terpukul libur AS


Federal Reserve AS diperkirakan akan meningkatkan pertempurannya melawan inflasi tinggi 40 tahun dengan kenaikan suku bunga 100 basis poin yang sangat besar bulan ini setelah laporan inflasi yang suram menunjukkan tekanan harga meningkat. Pertemuan kebijakan Fed dijadwalkan pada 26-27 Juli.

Kenaikan suku bunga Fed diperkirakan mengikuti langkah serupa oleh bank sentral Kanada yang mengejutkan pasar pada Rabu (13/7/2022).

"Langkah The Fed akan berdampak besar pada pasar saat kami melihat mereka mencoba mencerna data ekonomi baru tentang inflasi," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York.

Harga minyak telah jatuh dalam dua pekan terakhir di tengah kekhawatiran resesi meskipun ada penurunan ekspor produk mentah dan olahan dari Rusia di tengah sanksi Barat dan gangguan pasokan di Libya.

Investor juga berbondong-bondong ke dolar, sering dilihat sebagai aset safe-haven. Indeks dolar mencapai level tertinggi 20 tahun pada Rabu (13/7/2022), yang membuat pembelian minyak lebih mahal untuk pembeli non-AS, tetapi sedikit mundur pada Kamis (14/7/2022).

"Indikator teknis menunjukkan putaran terendah baru karena dolar AS terus berkuasa dalam mendorong arah harga minyak," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates LLC di Galena, Illinois.

Di Eropa, sinyal juga bearish untuk permintaan dengan Komisi Eropa memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi dan menaikkan tingkat inflasi yang diperkirakan menjadi 7,6 persen.

Kekhawatiran pembatasan COVID-19 di beberapa kota di China untuk mengendalikan kasus baru dari subvarian yang sangat menular juga telah membatasi harga minyak.

Impor minyak mentah harian China pada Juni merosot ke level terendah sejak Juli 2018, karena para penyuling mengantisipasi langkah-langkah penguncian untuk mengekang permintaan, data bea cukai menunjukkan pada Rabu (13/7/2022).

Data dari Badan Informasi Energi AS juga menunjukkan permintaan yang melambat, dengan pasokan produk merosot menjadi 18,7 juta barel per hari, terendah sejak Juni 2021. Persediaan minyak mentah naik, didukung oleh rilis besar lainnya dari cadangan strategis.

Presiden AS Joe Biden pada Jumat akan terbang ke Arab Saudi, di mana ia akan menghadiri pertemuan puncak sekutu teluk dan meminta mereka untuk memompa lebih banyak minyak.

Namun, kapasitas cadangan di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak hampir habis, dengan sebagian besar produsen memompa pada kapasitas maksimum, dan tidak jelas berapa banyak tambahan yang dapat dibawa Arab Saudi ke pasar dengan cepat.*

Baca juga: Indef sarankan belanja K/L direalokasi mitigasi kenaikan harga minyak

Baca juga: Minyak turun 2,5 persen setelah penyulingan AS meningkatkan produksi