Jakarta (ANTARA) - Ragam peristiwa bidang hukum mewarnai pemberitaan nasional Kamis (14/7) kemarin, mulai dari dugaan intimidasi wartawan di Komplek Polri hingga MPR minta seluruh aliran dana ACT diungkap.

Berikut lima berita hukum menarik kemarin yang dirangkum ANTARA:

1. Polri usut dugaan intimidasi wartawan di Komplek Polri Duren Tiga
Polri menyatakan bakal mengusut dugaan intimidasi yang dialami dua orang jurnalis saat meliput kasus penembakan Brigadir J di sekitar Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Kamis.

“Nanti akan diusut,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi di Jakarta.

Selengkapnya di sini

2. Komnas HAM ingatkan Polri transparan ungkap kasus Brigadir J
Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara mengingatkan kepada Polri harus transparan mengungkapkan kasus baku tembak antaranggota Polri di rumah Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Pol. Ferdy Sambo.

"Tentu saja insiden ini harus diungkap secara transparan dan memberi keadilan untuk semuanya," kata Beka Ulung Hapsara di Jakarta, Kamis.

Selengkapnya di sini

3. Roy Suryo diperiksa 11 jam di Polda Metro sebagai terlapor
Roy Suryo menjalani pemeriksaan sebagai saksi terlapor terkait kasus meme stupa Candi Borobudur yang dilaporkan oleh pelapor atas nama Kurniawan Santoso di Polda Metro Jaya selama 11 jam.

Roy Suryo yang tiba di Polda Metro Jaya pada pukul 10.00 WIB baru selesai pemeriksaan pada pukul 21.00 WIB.

Selengkapnya di sini

4. Pengadilan Tinggi Banda Aceh hukum mati 17 terdakwa narkoba
Pengadilan Tinggi (PT) Banda Aceh telah menjatuhkan serta memperkuat hukuman mati terhadap 17 terdakwa kasus narkoba selama semester I (Januari-Juni) 2022.

"Enam bulan terakhir, PT Banda Aceh sudah menghukum mati dan memperkuat hukuman mati 17 terdakwa perkara pidana khusus (pidsus) narkoba," kata Humas PT Banda Aceh Dr Taqwaddin, di Banda Aceh, Kamis.

Selengkapnya di sini

5. Ketua MPR minta PPATK ungkap semua aliran dana ACT
Ketua MPR Bambang Soesatyo meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dapat mengungkap semua aliran dana Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan memberikan penjelasan dengan baik kepada penyidik agar tidak menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat terhadap kasus tersebut.

"Hal itu mengingat adanya indikasi-indikasi keuangan yang mencurigakan dari data aliran keuangan lembaga ACT. Bahkan, sudah ditemukan oleh PPATK sejak 2014," kata Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.

Selengkapnya di sini