G20 Indonesia
PLN: Kolaborasi cara percepat transisi menuju energi bersih
14 Juli 2022 16:53 WIB
Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo (kiri) dan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi RI Luhut Binsar Pandjaitan (kanan) menjadi pembicara pada sesi diskusi bertajuk “Road to G20 Dialogue: The Global Blended Finance Alliance for MSMEs and Energy Transition“ yang digelar Yayasan Tri Hita Karana di Bali, Kamis (14/7/2022). ANTARA/HO-Korporat PLN.
Denpasar (ANTARA) - PT PLN (Persero) menyampaikan kolaborasi menjadi salah satu cara mempercepat transisi dari energi fosil (brown energy) menuju energi bersih atau energi baru dan terbarukan (green energy).
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo pada sesi diskusi yang digelar bersamaan dengan rangkaian acara G20 di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis, menjelaskan kolaborasi itu utamanya terkait dengan dukungan pembiayaan.
Dalam diskusi bertajuk “Road to G20 Dialogue: The Global Blended Finance Alliance for MSMEs and Energy Transition, yang digelar Yayasan Tri Hita Karana, Darmawan menyebut PLN membutuhkan investasi sampai 500 miliar dolar AS untuk menjalankan proyek transisi energinya.
Tidak hanya itu, PLN juga membutuhkan dukungan pembiayaan berbunga rendah, kerangka kebijakan, dan kolaborasi proyek.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021–2030, PLN bakal membangun pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) sebanyak 51,6 persen dari target penambahan pembangkit baru.
“Kami sadar ini semua belum cukup. PLN juga mengakui tidak bisa melakukan semua ini sendiri, karena itu, jalan keluarnya dengan kolaborasi bersama,” kata Darmawan.
Baca juga: PLN perkenalkan PLTS Pulau Messah kepada delegasi Sherpa G20
Ia lanjut menyampaikan kolaborasi menjadi demikian penting karena upaya transisi energi PLN turut berdampak pada usaha menurunkan emisi karbon tidak hanya di skala nasional, tetapi juga global.
“Seluruh upaya kami juga akan berdampak langsung pada dunia. Misalnya saja, emisi karbon yang dihasilkan di Bali juga berdampak pada Eropa dan Jepang sehingga upaya kami menurunkan emisi yang akan berdampak langsung pada dunia ini perlu dukungan,” kata Direktur Utama PLN sebagaimana dikutip dari siaran tertulisnya yang diterima di Denpasar, Bali, Kamis.
Dalam acara yang sama, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga menyoroti pentingnya kolaborasi untuk mempercepat transisi energi.
“Kami (Indonesia, red.) membutuhkan kolaborasi yang konkret. Tidak hanya kerja sama dari sisi pendanaan, tetapi juga sharing (pertukaran) teknologi dan investasi untuk membuka lapangan pekerjaan yang semuanya sejalan dengan cita-cita global dalam penurunan emisi,” kata Luhut sebagaimana dikutip dari siaran tertulis yang sama.
Luhut, pada acara itu, pun menyampaikan dukungannya terhadap PLN yang diyakini sebagai ujung tombak transisi energi di Indonesia.
Baca juga: PLN sediakan 70 unit SPKLU pengisian sangat cepat saat KTT G20 di Bali
Kemudian, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menyampaikan Pemerintah Indonesia terbuka atas berbagai peluang kerja sama energi bersih demi mencapai target pengurangan emisi global.
Demi mencapai tujuan itu, Indonesia mendorong penggunaan skema blended finance dalam kerja sama pembiayaan.
“Blended finance menjadi salah satu solusi pendanaan transisi energi. Saya yakin semua negara ingin mencapai cita-cita ini. Maka, perlu kerja sama untuk mencapai hal tersebut,” kata dia pada sesi diskusi.
Blended finance merupakan skema pembiayaan yang mengoptimalkan berbagai sumber dana, misalnya dari anggaran pemerintah, investasi swasta, atau donor/hibah untuk satu proyek.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo pada sesi diskusi yang digelar bersamaan dengan rangkaian acara G20 di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis, menjelaskan kolaborasi itu utamanya terkait dengan dukungan pembiayaan.
Dalam diskusi bertajuk “Road to G20 Dialogue: The Global Blended Finance Alliance for MSMEs and Energy Transition, yang digelar Yayasan Tri Hita Karana, Darmawan menyebut PLN membutuhkan investasi sampai 500 miliar dolar AS untuk menjalankan proyek transisi energinya.
Tidak hanya itu, PLN juga membutuhkan dukungan pembiayaan berbunga rendah, kerangka kebijakan, dan kolaborasi proyek.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021–2030, PLN bakal membangun pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) sebanyak 51,6 persen dari target penambahan pembangkit baru.
“Kami sadar ini semua belum cukup. PLN juga mengakui tidak bisa melakukan semua ini sendiri, karena itu, jalan keluarnya dengan kolaborasi bersama,” kata Darmawan.
Baca juga: PLN perkenalkan PLTS Pulau Messah kepada delegasi Sherpa G20
Ia lanjut menyampaikan kolaborasi menjadi demikian penting karena upaya transisi energi PLN turut berdampak pada usaha menurunkan emisi karbon tidak hanya di skala nasional, tetapi juga global.
“Seluruh upaya kami juga akan berdampak langsung pada dunia. Misalnya saja, emisi karbon yang dihasilkan di Bali juga berdampak pada Eropa dan Jepang sehingga upaya kami menurunkan emisi yang akan berdampak langsung pada dunia ini perlu dukungan,” kata Direktur Utama PLN sebagaimana dikutip dari siaran tertulisnya yang diterima di Denpasar, Bali, Kamis.
Dalam acara yang sama, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga menyoroti pentingnya kolaborasi untuk mempercepat transisi energi.
“Kami (Indonesia, red.) membutuhkan kolaborasi yang konkret. Tidak hanya kerja sama dari sisi pendanaan, tetapi juga sharing (pertukaran) teknologi dan investasi untuk membuka lapangan pekerjaan yang semuanya sejalan dengan cita-cita global dalam penurunan emisi,” kata Luhut sebagaimana dikutip dari siaran tertulis yang sama.
Luhut, pada acara itu, pun menyampaikan dukungannya terhadap PLN yang diyakini sebagai ujung tombak transisi energi di Indonesia.
Baca juga: PLN sediakan 70 unit SPKLU pengisian sangat cepat saat KTT G20 di Bali
Kemudian, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menyampaikan Pemerintah Indonesia terbuka atas berbagai peluang kerja sama energi bersih demi mencapai target pengurangan emisi global.
Demi mencapai tujuan itu, Indonesia mendorong penggunaan skema blended finance dalam kerja sama pembiayaan.
“Blended finance menjadi salah satu solusi pendanaan transisi energi. Saya yakin semua negara ingin mencapai cita-cita ini. Maka, perlu kerja sama untuk mencapai hal tersebut,” kata dia pada sesi diskusi.
Blended finance merupakan skema pembiayaan yang mengoptimalkan berbagai sumber dana, misalnya dari anggaran pemerintah, investasi swasta, atau donor/hibah untuk satu proyek.
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022
Tags: