Jakarta (ANTARA) - Kebanyakan orang Indonesia mengasosiasikan Kazakshtan dengan perempuan-perempuannya yang cantik menarik, padahal aspek-aspek lain negeri ini juga menarik, termasuk potensi ekonomi.
Negara terkunci daratan (landlock) terluas di dunia dan negara muslim paling luas itu adalah motor penggerak ekonomi Asia Tengah.
Lima negara masuk kawasan Asia Tengah dan seluruhnya pecahan Uni Soviet. Kelimanya adalah Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan.
Dari kelima negara ini, postur ekonomi Kazakhstan adalah yang terbesar yang terlihat dari Produk Domestik Bruto (PDB)-nya yang mencapai 60 persen dari total PDB Asia Tengah.
Pertumbuhan PDB negara kaya minyak dan gas itu terus meningkat semenjak merdeka pada 1990 sampai 2020 walau beberapa kali sempat berfluktuasi tajam.
Menurut Bank Dunia, PDB riil Kazakhstan pada triwulan pertama 2021 naik 1,9 persen dibandingkan dengan triwulan keempat 2020. Kenaikan itu tak mengherankan karena negara terluas kesembilan di dunia ini memiliki modal banyak yang membuatnya bisa s menggemukkan output ekonominya berkat minyak dan mineral lainnya.
Untuk minyak bumi, mengutip laporan Astana Times, sampai Januari 2022, Kazakhstan memproduksi 6,7 juta ton minyak mentah atau 14,2 persen lebih besar dibandingkan dengan setahun sebelumnya.
Pada 2022, negara ini menempati peringkat ke-18 dari 127 negara dalam hal jumlah produksi minyak harian.
Memang jauh di bawah tiga terbesar Amerika Serikat, Saudi Arabia dan Rusia, namun angka itu adalah yang terbesar kedua setelah Rusia di kalangan negara-negara pecahan Uni Soviet atau CIS (Commonwealth of Independent States).
Cadangan minyak mentahnya yang mencapai 30 miliar barel atau 1,8 persen dari total cadangan minyak global adalah yang ke-12 terbesar di dunia.
Pembahasan minyak menjadi spesial karena minyak adalah komoditas ekspor terpenting Kazakhstan. Perekonomian negeri ini sendiri berorientasi ekspor yang 73 persen di antaranya dari minyak.
Baca juga: Minyak naik di Asia, dipicu kekhawatiran pasokan saat Kazakhstan rusuh
Tetapi Kazakhstan masih memiliki gas alam, besi, tembaga, aluminium, seng dan uranium sebagai komoditas ekspor dengan tujuan utama China, Italia, Rusia, Belanda, Uzbekistan, India, Turki, dan Prancis.
Indonesia belum masuk daftar mitra dagang penting Kazakshtan, padahal banyak peluang yang bisa digali dari hubungan dagang kedua negara Asia ini.
Menurut data Kementerian Luar Negeri RI, perdagangan Indonesia dan Kazakhstan menghadapi tantangan logistik yang sangat besar mengingat Kazakhstan tak memiliki rute laut yang penting bagi perdagangan global.
Kazakhstan hanya memiliki wilayah perairan di Laut Kaspia yang tak terhubung ke laut lepas. Negara ini berbatasan dengan Rusia di bagian utara dan barat, dengan Turkmenistan, Uzbekistan dan Kyrgistan di bagian selatan, dan dengan China di bagian timur.
Posisi ini menyebabkan dunia usaha Indonesia kesulitan untuk aktif bertransaksi barang dan produk dengan negara ini.
Padahal, selain postur ekonominya terbesar di Asia Tengah, Kazakhstan juga belum memanfaatkan secara penuh potensi ekonominya yang adalah peluang bagi negara-negara seperti Indonesia untuk turut mengelola potensi itu.
Kazakhstan adalah produsen penting bahan-bahan mineral penting seperti uranium di mana negeri ini menjadi produsen terbesar di dunia.
Kazakhstan juga menempati posisi penting sebagai hub transportasi dan logistik global yang menghubungkan China dan Asia Selatan yang merupakan dua pasar ekonomi terbesar di dunia, dengan Rusia dan Eropa. Semua wilayah ini dihubungkan oleh jalan raya, jalur kereta api dan berbagai pelabuhan di Laut Kaspia.
Letaknya yang strategis yang berada di jalur yang pada masa silam disebut Jalur Sutra ini, membuat Kazakhstan juga vital dalam Prakarsa Sabuk dan Jalan (BRI) yang aktif dipromosikan China.
Baca juga: China akan tingkatkan pembangunan hijau Sabuk dan Jalur Sutra
Baca juga: China telusuri Jalan Sutra kuno yang masih misteri
Selanjutnya : Pintu gerbang perdagangan
Pintu gerbang perdagangan
Negara ini menjadi pintu gerbang perdagangan untuk seratusan juta konsumen di negara-negara bertepi Laut Kaspia (Kazakhstan, Turkmenistan, Iran, Azerbaijan dan Rusia), 50 juta konsumen di Asia Tengah dan 300 juta konsumen di China barat.
Kazakhstan juga memiliki potensi sektor pertanian yang besar, terutama produk pangan dan ternak. Kazakhstan adalah satu dari 10 terbesar eksportir produk pangan berbasis biji-bijian di dunia.
Dalam konteks krisis pangan dan energi yang terjadi saat ini, Kazakhstan menjadi solusi lain bagi banyak negara untuk keluar dari jerat krisis pangan dan energi, termasuk Indonesia.
Pun dengan sektor-sektor lain seperti jasa yang menawarkan kesempatan kepada banyak negara untuk terlihat dalam pengembangan ekonomi Kazakhstan.
Lain dari itu, kian berkembangnya kelas menengah di negara berpenduduk 19 juta jiwa itu, telah meningkatkan permintaan produk dan brand-brand berkualitas yang selama ini dipenuhi Rusia, China dan negara-negara Barat.
Konsumen di sana acap bersedia membayar lebih untuk barang dan jasa impor berkualitas tinggi. Ini menjadi kesempatan bagi negara-negara seperti Indonesia untuk ikut memenuhi permintaan produk-produk seperti ini.
Namun fakta-fakta menarik mengenai ekonomi Kazakshtan kerap menghadapi iklim bisnis yang diselimuti ekonomi biaya tinggi sampai Transparency International pada 2020 menempatkan Kazakhstan dalam peringkat 94 dari total 180 negara dengan indeks persepsi korupsi (CPI) tidak bagus.
Kazakhstan sendiri terus berupaya memupus citra korup ini, sementara pemerintahnya mereformasi ekonominya guna mendorong produktivitas dan dalam rangka menarik mitra luar negeri yang lebih banyak guna memaksimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan ekonominya.
Sejumlah langkah ditempuh Kazakhstan dalam menarik investasi asing, di antaranya Astana International Financing Center (AIFC) yang dibentuk pada 2018 dan merupakan penjabaran dari tekad negara ini masuk 30 besar negara maju pada 2050. AIFC menawarkan pajak khusus, visa, dan aturan kerja bagi perusahaan-perusahaan yang ingin berinvestasi di sana.
Upaya Kazakhstan dalam memperbaiki iklim investasi semakin agresif dilakukan oleh pemerintahan Presiden Kassym-Jomart Tokayev yang tengah berkuasa.
Presiden Tokayev bahkan membuat prakarsa "Kazakhstan Baru" guna membuat negeri ini tak hanya lebih modern dan lebih demokratis, namun juga maju secara ekonomi yang salah satunya ditempuh dengan menciptakan iklim ekonomi yang ramah investasi asing.
Dalam pidato kenegaraan di depan parlemen Kazakhstan pada 25 Maret 2022, Presiden Tokayev menyatakan segera menerbitkan dekrit debirokratisasi yang disebutnya titik awal untuk meninjau secara radikal prosedur-prosedur internal dalam badan-badan negara, optimalisasi aturan kebijakan dan proses penganggaran.
"Perlu segera mengembangkan paket baru reformasi struktural dalam bidang ekonomi dan administrasi negara dengan mempertimbangkan strategi modernisasi politik," kata Tokayev.
Tokayev meyakini "Kazakhstan Baru" terwujud jika reformasi ekonomi selaras dengan reformasi politik.
Reformasi politik sendiri menjadi kepedulian utama Tokayev. Dia mereformasi tata kelola pemerintahan dengan membangun sistem eksekutif, legislatif dan yudikatif yang proporsional sehingga proses kekuasaan menjadi terkendali, akuntabel dan diabdikan untuk pembangunan nasional untuk semua lapisan rakyat.
Reformasi ini tidak hanya dengan modernisasi negara, tetapi juga membuat Kazakhstan semakin terbuka kepada semua pihak yang bisa turut membangun negara ini.
Faktanya, sekalipun menjadi negara yang terkepung daratan, Kazakhstan tak pernah menutup diri. Sebaliknya negara ini membuka lebar-lebar gerbang kemitraan dengan negara-negara lain, baik dalam kerangka bilateral maupun multilateral.
Baca juga: Peningkatan kerja sama ekonomi fokus pertemuan menlu RI-Kazakhstan
Selanjutnya : Aktif ajak berinvestasi
Aktif ajak berinvestasi
Salah satu indikatornya terlihat dari organisasi-organisasi internasional dan regional yang aktif diikuti Kazakhstan, antara lain Organisasi Perdagangan Dunia WTO, CIS, Organisasi Kerjasama Shanghai, Uni Ekonomi Eurasia (Kazakhstan, Rusia dan Belarus), Organisasi Kerjasama Islam (OKI), dan Organisasi Negara-negara berbudaya Turki.
Dengan cara ini Kazakhstan berusaha seindependen mungkin, dengan membina hubungan dengan sebanyak mungkin negara dan kawasan karena Kazakshtan tak mau ekslusif mengecualikan kawasan-kawasan lain.
Deputi Menteri Luar Negeri Roman Vassilenko menegaskan sikap ini dengan menyatakan Kazakhstan tidak tertarik dengan situasi yang menciptakan "Tirai Besi" baru, terutama akibat perang di Ukraina.
Oleh karena itu, Vassilenko menyatakan perusahaan-perusahaan asing yang keluar dari Rusia akibat perang di Ukraina akan disambut baik untuk mengalihkan produksi ke Kazakhstan.
Dalam wawancara dengan koran Jerman Die Welt beberapa waktu lalu, Vassilenko menyatakan Kazakhstan "tidak menempuh reformasi ini demi menyenangkan pihak lain, termasuk Barat, melainkan karena presiden kami tahu bahwa inilah satu-satunya jalan agar bisa maju."
Penegasan Vassilenko ini dikuatkan oleh kebijakan baru Kazakhstan dalam membuka keran investasi lebih luas lagi seperti dibeberkan pemerintah Kazakhstan pada 23 Juni ketika menerbitkan kebijakan investasi sampai 2026.
Di sini, Kazakhstan bertekad menaikkan tingkat investasi modal tetap sampai 25,1 persen dari PDB dan meningkatkan investasi asing langsung menjadi 25,5 miliar dolar AS pada 2026.
Tentu angka ini dicapai dengan terlebih dahulu menciptakan iklim investasi yang lebih menarik dan dengan membuat struktur investasi menuju produksi barang yang bernilai tambah tinggi.
Dalam kata lain, Kazakhstan menginginkan investasi yang tidak cuma menghasilkan bahan mentah. Dengan cara ini pula Kazakhastan berusaha memperkuat sektor manufakturnya.
"Visi utama pengembangan investasi adalah pendekatan daya tarik investasi yang seimbang dengan mempertimbangkan kontribusi masing-masing industri kepada pembangunan ekonomi. Penggerak utama daya saing adalah industri manufaktur,” kata Wakil Menteri Perekonomian Timur Zhaksylykov dalam rapat kerja pemerintah Juni lalu.
Ini bukan hanya retorika karena faktanya kebijakan pro-investasi asing itu aktif dipromosikan oleh semua elemen kebijakan Kazakhstan, termasuk misi-misi diplomatiknya di seluruh dunia. Salah satunya Duta Besar Kazakhstan untuk Indonesia Daniyar Sarekenov yang getol mengajak dunia usaha Indonesia berinvestasi di Kazakhstan.
"Kazakhstan memandang Indonesia sebagai salah satu mitra penting di Asia Tenggara dan berharap memperkuat kerjasama bilateral yang saling menguntungkan dalam semua bidang," kata Sarekenov dalam wawancara khusus dengan ANTARA pada 13 Mei lalu.
Indonesia sendiri sudah 29 tahun menjalin hubungan ekonomi dan politik dengan negara berpenduduk 19 juta jiwa itu.
Tahun lalu, volume perdagangan kedua negara tumbuh dua kali lipat menjadi 174,2 juta dolar AS. Tahun ini pertumbuhan diperkirakan jauh lebih baik mengingat volume perdagangan bilateral pada Januari-Maret 2022 naik 210 persen menjadi 118 juta dolar AS.
Tetapi masih banyak potensi kerja sama ekonomi yang mesti dieksplorasi lagi oleh kedua negara.
Tidak hanya energi dan pangan yang saat ini begitu kritis, tetapi juga sektor-sektor lain seperti manufaktur yang dinyatakan pemerintah Kazakhstan sebagai penggerak daya saing ekonomi mereka.
Langkah memperkuat hubungan ekonomi antara kedua negara ini sendiri kian kuat belakangan ini, khususnya setelah Indonesia berbicara dengan Komisi Ekonomi Eurasia dalam kaitannya dengan kesepakatan perdagangan bebas (FTA). Komisi Ekonomi Eurasia adalah badan eksekutif untuk Uni Ekonomi Eurasia yang satu dari tiga anggotanya adalah Kazakshtan.
Yang pasti, postur ekonomi dan potensi sumber daya alam Kazakhstan yang besar, serta reformasi ekonomi yang gencar dipromosikan negara ini, adalah daya tarik besar bagi negara-negara seperti Indonesia untuk aktif berinvestasi di sana.
Baca juga: Kazakhstan berlakukan bebas visa untuk Indonesia mulai hari ini
Baca juga: Di balik kerusuhan Kazakhstan
Telaah
Besar dan cantiknya potensi dan profil ekonomi Kazakshtan
Oleh Jafar M Sidik
14 Juli 2022 15:48 WIB
Turbin angin sebagai pembangkit listrik terlihat dengan latar galaksi "Bima Sakti" pada malam hari di wilayah Almaty, Kazakhstan (17/6/2022). ANTARA/REUTERS/Pavel Mikheyev/aa.
Copyright © ANTARA 2022
Tags: