G20 Indonesia
Menkeu: Potensi ekspor kredit karbon sektor kehutanan Rp2,6 triliun
14 Juli 2022 15:15 WIB
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati (tengah) bersama Menteri Keuangan India Nirmala Sitharaman (kanan), Menteri Keuangan Afrika Selatan Enoch Godongwana (kiri) menyampaikan materinya dalam Roundtable Keuangan Berkelanjutan untuk Transisi Iklim di sela 3rd FMCBG-FCBD G20, di Nusa Dua, Bali, Kamis (14/7/2022). ANTARA FOTO/POOL/Nyoman Budhiana/hp
Badung, Bali (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan saat ini potensi nilai ekspor kredit karbon dari proyek penurunan emisi karbon di sektor kehutanan adalah Rp2,6 triliun per tahun dengan luas hutan 434.811 hektare.
Sejalan dengan pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) pada 2030, sektor kehutanan Indonesia masih memiliki peluang untuk menghasilkan penurunan emisi lebih lanjut.
"Hal ini disebut oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) sebagai komitmen di luar NDC, sehingga kredit karbon dari luar NDC ini diperkirakan cukup besar dan dapat diperdagangkan di pasar global," ungkap Sri Mulyani dalam Kegiatan Sampingan G20 Indonesia 2022 bertajuk "Sustainable Finance for Climate Transition Roundtable" di Badung, Bali.
Menurut dia, Indonesia memang memiliki salah satu hutan tropis terbesar yang akan terus diteliti dalam hal pengelolaan kehutanan.
Untuk sektor kehutanan dan tata guna lahan, Indonesia diharapkan dapat melampaui target NDC pada 2030 dan bahkan lebih berpeluang untuk mencapai emisi nol bersih pada 2030.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menilai kesepakatan COP-26 pun akan meningkatkan permintaan global untuk kredit karbon yang mengerek harga lebih tinggi lagi.
Indonesia dengan hutan yang luas tentunya dapat menghasilkan kredit karbon yang secara global mampu mencapai target penurunan emisinya.
"KLHK sedang mempersiapkan di luar regulasi NDC untuk dapat lebih mengoptimalkan potensi proyek di luar NDC ini," jelasnya.
Mengacu pada dokumen update NDC, kata dia, pemerintah juga akan melakukan strategi lain di luar NDC, misalnya dengan memanfaatkan ekosistem karbon biru pesisir terbesar yang meliputi mangrove, padang rumput laut, dan jerumbu karang, yang menyimpan sekitar 75 persen hingga 80 persen dari karbon dunia.
Angka tersebut tentunya sebagian besar karbon global yang berarti Indonesia memiliki potensi ekonomi yang besar dari ekosistem pesisir.
Oleh karena itu, Sri Mulyani menuturkan proyek ini juga akan menghasilkan potensi kredit karbon, yang sejalan dengan implementasi perdagangan karbon.
Selain itu, Pemerintah Indonesia juga akan menjalankan mekanisme pajak karbon pada tahun ini dengan menargetkan pembangkit listrik tenaga batu bara.
Baca juga: Proyek NBS hasilkan kredit karbon 11,6 juta ton per tahun
Baca juga: KRBN-WORLD tawarkan peluang bisnis dari "marketplace" kredit karbon
Baca juga: KTT Iklim PBB capai kesepakatan pasar karbon
Baca juga: Di WEF Davos, Luhut undang investor kembangkan pendanaan karbon
Sejalan dengan pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) pada 2030, sektor kehutanan Indonesia masih memiliki peluang untuk menghasilkan penurunan emisi lebih lanjut.
"Hal ini disebut oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) sebagai komitmen di luar NDC, sehingga kredit karbon dari luar NDC ini diperkirakan cukup besar dan dapat diperdagangkan di pasar global," ungkap Sri Mulyani dalam Kegiatan Sampingan G20 Indonesia 2022 bertajuk "Sustainable Finance for Climate Transition Roundtable" di Badung, Bali.
Menurut dia, Indonesia memang memiliki salah satu hutan tropis terbesar yang akan terus diteliti dalam hal pengelolaan kehutanan.
Untuk sektor kehutanan dan tata guna lahan, Indonesia diharapkan dapat melampaui target NDC pada 2030 dan bahkan lebih berpeluang untuk mencapai emisi nol bersih pada 2030.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menilai kesepakatan COP-26 pun akan meningkatkan permintaan global untuk kredit karbon yang mengerek harga lebih tinggi lagi.
Indonesia dengan hutan yang luas tentunya dapat menghasilkan kredit karbon yang secara global mampu mencapai target penurunan emisinya.
"KLHK sedang mempersiapkan di luar regulasi NDC untuk dapat lebih mengoptimalkan potensi proyek di luar NDC ini," jelasnya.
Mengacu pada dokumen update NDC, kata dia, pemerintah juga akan melakukan strategi lain di luar NDC, misalnya dengan memanfaatkan ekosistem karbon biru pesisir terbesar yang meliputi mangrove, padang rumput laut, dan jerumbu karang, yang menyimpan sekitar 75 persen hingga 80 persen dari karbon dunia.
Angka tersebut tentunya sebagian besar karbon global yang berarti Indonesia memiliki potensi ekonomi yang besar dari ekosistem pesisir.
Oleh karena itu, Sri Mulyani menuturkan proyek ini juga akan menghasilkan potensi kredit karbon, yang sejalan dengan implementasi perdagangan karbon.
Selain itu, Pemerintah Indonesia juga akan menjalankan mekanisme pajak karbon pada tahun ini dengan menargetkan pembangkit listrik tenaga batu bara.
Baca juga: Proyek NBS hasilkan kredit karbon 11,6 juta ton per tahun
Baca juga: KRBN-WORLD tawarkan peluang bisnis dari "marketplace" kredit karbon
Baca juga: KTT Iklim PBB capai kesepakatan pasar karbon
Baca juga: Di WEF Davos, Luhut undang investor kembangkan pendanaan karbon
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2022
Tags: