Pengamat: Indonesia harus perkuat imunitas terhadap goncangan global
13 Juli 2022 20:23 WIB
Orang-orang antre masuk ke dalam rumah dinas Presiden Gotabaya Rajapaksa yang melarikan diri, di tengah krisis ekonomi negara itu, di Kolombo, Sri Lanka, 13 Juli 2022. ANTARA/Reuters/Adnan Abidi/as.
Jakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dzulfian Syafrian menilai bahwa Indonesia harus memperkuat imunitas terhadap goncangan global untuk mengantisipasi dampak dari ancaman kebangkrutan ekonomi seperti yang dialami Sri Lanka dan Myanmar.
“’Vaksin paling ampuhnya adalah memperbesar cadangan devisa negara,” kata Dzulfian saat dihubungi Antara di Jakarta, Rabu.
Menurut Dzulfian, jika melihat rasio cadangan devisa terhadap impor dan utang luar negeri yang masih minim, Indonesia masih jauh dibanding dengan negara-negara tetangga.
"Sehebat apapun kita membangun perekonomian domestik, tetapi imunitas eksternalnya lemah, maka sama saja bohong. Karena badai eksternal dengan mudah bisa menerjang kita kapanpun," ujarnya.
Baca juga: Pengamat: Krisis Sri Lanka harus jadi pelajaran bagi Indonesia
Kemudian, lanjut dia, dalam waktu jangka pendek pemerintah harus segera melakukan mitigasi risiko dengan menganalisis interkoneksi perekonomian dengan negara-negara tersebut, termasuk melalui negara-negara perantara.
"Ingat, krisis tahun 1998 menjalarnya dari Thailand sebelum ke Indonesia," katanya.
Dzulfian menegaskan bahwa salah tata kelola perekonomian baik domestik maupun eksternal dapat menjadi faktor potensial sebuah negara mengalami kebangkrutan.
Oleh karena itu, pelajaran yang dapat dipetik dari krisis ekonomi di Sri Lanka adalah pemerintah harus ekstra hati-hati untuk mengelola utang, khususnya utang luar negeri, serta pemerintah juga harus selektif dalam memilih proyek-proyek "strategis" atau mercusuar.
"Alih-alih untuk mendukung perekonomian, yang ada justru malah menjadi beban jika mengabaikan aspek perhitungan dan perencanaan matang," ujarnya.
Baca juga: Pengamat: Krisis Sri Lanka harus jadi pelajaran bagi Indonesia
Baca juga: Sri Mulyani waspadai potensi resesi yang menghantui Indonesia
“’Vaksin paling ampuhnya adalah memperbesar cadangan devisa negara,” kata Dzulfian saat dihubungi Antara di Jakarta, Rabu.
Menurut Dzulfian, jika melihat rasio cadangan devisa terhadap impor dan utang luar negeri yang masih minim, Indonesia masih jauh dibanding dengan negara-negara tetangga.
"Sehebat apapun kita membangun perekonomian domestik, tetapi imunitas eksternalnya lemah, maka sama saja bohong. Karena badai eksternal dengan mudah bisa menerjang kita kapanpun," ujarnya.
Baca juga: Pengamat: Krisis Sri Lanka harus jadi pelajaran bagi Indonesia
Kemudian, lanjut dia, dalam waktu jangka pendek pemerintah harus segera melakukan mitigasi risiko dengan menganalisis interkoneksi perekonomian dengan negara-negara tersebut, termasuk melalui negara-negara perantara.
"Ingat, krisis tahun 1998 menjalarnya dari Thailand sebelum ke Indonesia," katanya.
Dzulfian menegaskan bahwa salah tata kelola perekonomian baik domestik maupun eksternal dapat menjadi faktor potensial sebuah negara mengalami kebangkrutan.
Oleh karena itu, pelajaran yang dapat dipetik dari krisis ekonomi di Sri Lanka adalah pemerintah harus ekstra hati-hati untuk mengelola utang, khususnya utang luar negeri, serta pemerintah juga harus selektif dalam memilih proyek-proyek "strategis" atau mercusuar.
"Alih-alih untuk mendukung perekonomian, yang ada justru malah menjadi beban jika mengabaikan aspek perhitungan dan perencanaan matang," ujarnya.
Baca juga: Pengamat: Krisis Sri Lanka harus jadi pelajaran bagi Indonesia
Baca juga: Sri Mulyani waspadai potensi resesi yang menghantui Indonesia
Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022
Tags: