Badung (ANTARA) - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Aida S. Budiman menyampaikan digitalisasi alat pembayaran merupakan salah satu strategi jitu atau game changer mencapai tujuan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Alasannya, alat pembayaran digital memberi kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses layanan di sektor keuangan terlepas dari strata, kelompok usia, dan gender.

"Digitalisasi itu untuk semua. Teknologi itu memungkinkan berbagai aktivitas (di sektor ekonomi dan keuangan) menjadi lebih inklusif dan berkelanjutan. Manfaat digitalisasi itu pun untuk semua kalangan, masyarakat pada umumnya, termasuk kelompok rentan. Digitalisasi juga menjadi cara mengurangi kesenjangan," kata Aida saat membuka seminar yang merupakan acara sampingan (side event) pertemuan ke-3 FMCBG dan FCBD G20 di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu.

Oleh karena itu, Aida mendorong kelompok industri, termasuk di antaranya perbankan, teknologi keuangan (fintech), dan pelaku usaha terkait lainnya untuk memperkuat sinergi dan meningkatkan kolaborasi dalam upaya digitalisasi layanan ekonomi dan keuangan di Indonesia.

Baca juga: BI: Desain acuan mata uang digital bank sentral masih belum selesai

Terkait itu, Bank Indonesia telah berkolaborasi bersama industri mengembangkan alat pembayaran berbasis digital, di antaranya QRIS, BI-Fast, dan SNAP. Ketiganya merupakan tindak lanjut dari Blue Print Sistem Pembayaran (BSPI 2025).

QR Indonesian Standard (QRIS) sebagai salah satu alat pembayaran berbasis digital saat ini telah dipakai 20,6 juta pengguna.

"Targetnya sampai akhir 2022 ada tambahan 15 juta pengguna baru," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia itu.

Kemudian, Aida menambahkan pelaku usaha yang menggunakan QRIS mencapai 19,2 juta, yang hampir 90 persen di antaranya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

"Kami berharap seluruh pelaku UMKM yang mencapai 65 juta usaha dapat menggunakan QRIS," kata pejabat Bank Indonesia itu.

Ke depan, Aida menyampaikan BI terus berkomitmen mendukung dan mempercepat berbagai upaya digitalisasi keuangan melalui tiga langkah, yaitu melakukan reformasi regulasi, mengembangkan infrastruktur pembayaran yang terintegrasi, dan mengembangkan praktik pasar yang aman, efisien, dan seimbang.

Baca juga: BI ingatkan kembali risiko stagflasi, ancam pertumbuhan ekonomi

Digitalisasi sektor keuangan merupakan salah satu isu yang menjadi sorotan dalam pertemuan ke-3 Deputi Bidang Keuangan dan Bank Sentral G20 (FCBD) pada 13--14 Juli, dan pertemuan ke-3 Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 (FMCBG) pada 15–16 Juli 2022 di Nusa Dua, Badung, Bali.

Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Kementerian Keuangan Dian Lestari pada sesi jumpa pers di Badung, Bali, Selasa (12/7), menyampaikan salah satu agenda prioritas yang dibahas mengenai isu-isu sektor keuangan (financial sector issues), di antaranya mencakup upaya mempercepat digitalisasi di sektor keuangan.

"Transformasi digital ini diperlukan bagi perekonomian pascapandemi. Ini jadi model transaksi yang mewarnai kegiatan ekonomi masyarakat, saat pandemi, (layanan berbasis digital) menjadi engine (mesin) yang menggerakkan perekonomian," kata Dian.

Baca juga: BI : Sistem pembayaran digital membuat proses ekonomi lebih baik

Baca juga: BI tekankan digitalisasi sebagai kunci ekonomi Indonesia pascapandemi