Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebutkan Pemerintah Indonesia berkomitmen menangani krisis akibat perubahan iklim, tidak sekadar untuk menyesuaikan dengan aturan negara lain, tetapi untuk melindungi masyarakat dari ancaman perubahan iklim.

“Perubahan iklim telah menciptakan konsekuensi yang mengerikan bagi banyak penduduk kita sendiri. Jadi mengatasi perubahan iklim sebenarnya untuk melayani kebutuhan pengembangan kita sendiri,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam webinar “Susainable Finance: Instruments and Management in Achieving Sustainable Development in Indonesia” yang dipantau di Jakarta, Rabu.

Krisis perubahan iklim, lanjutnya, menyebabkan sejumlah anomali cuaca yang menyebabkan bencana alam yang dapat merugikan masyarakat.

Karena itu, kata dia, Presidensi G20 Indonesia juga menjadikan perubahan iklim sebagai topik penting yang perlu didiskusikan, termasuk dalam pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara G20.

“Di dalam keuangan berkelanjutan, tidak hanya dibahas terkait keterjangkauan dan komitmen pengentasan perubahan iklim, tapi juga aspek keadilan dan kesetaraan,” ucap Sri Mulyani.

Baca juga: Sri Mulyani kembangkan kerangka fiskal perubahan iklim

Dengan kepemilikan terhadap hutan tropis yang besar, Indonesia akan menjadi salah satu negara yang mendapatkan perhatian besar terkait komitmennya dalam mencapai kontribusi nasional yang ditentukan (Nationally Determined Contribution/NDC) dalam mengurangi emisi karbon.

Adapun dalam NDC, Indonesia menargetkan akan mengurangi emisi karbon hingga 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030.

Untuk itu Indonesia perlu mengurangi karbon mulai 314 juta ton setara karbondioksida sampai 446 juta ton setara karbondioksida dari sektor ketenagalistrikan saja.

Selain membangun pasar karbon, untuk membiayai penyediaan tenaga listrik yang lebih ramah lingkungan, pemerintah juga terus mendorong transisi energi ke arah yang lebih hijau.

Saat ini 62 persen dari energi PLN berasal dari batu bara sehingga setiap energi yang dikonsumsi pun berkontribusi terhadap emisi karbon.

“Karena itu mekanisme transisi energi menjadi penting. Peran Pertamina dan PLN tidak bisa dikesampingkan untuk memenuhi komitmen Indonesia mengentaskan perubahan iklim untuk kemanusiaan,” ucap Sri Mulyani.

Baca juga: Sri Mulyani: RI butuh Rp3.500 triliun untuk sediakan listrik hijau