Padang (ANTARA) - Bagian utara Kabupaten Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat tidak diguyur hujan sejak sepekan terakhir pada pertengahan JUli 2022. Panas menyengat hingga debu jalanan terasa makin tebal.

Saat kendaraan lewat, debu itu membubung membentuk tabir kabut kekuning-kuningan, menutupi pandangan, menyesak nafas pengendara di belakang.

Selimut debu itu makin pekat di Nagari (Desa) Galugua, nagari paling ujung di Limapuluh Kota yang berbatasan langsung dengan Provinsi Riau. Maklum, jalan aspal tidak sampai ke nagari itu. Ujung aspal hanya sampai perbatasan Nagari Sialang. Memasuki Nagari Galugua, jalan masih berupa tanah berkerikil bekas pengerasan. Sebagian lagi malah masih tanah merah.

Nagari Galugua berada di Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Limapuluh Kota. Tersuruk di tengah-tengah rimba Pegunungan Bukit Barisan. Luas Nagari Galugua 128,00 kilometer persegi atau 17,70 persen dari luas wilayah Kecamatan Kapur IX. Berjarak sekitar 36 kilometer dari ibu kota kecamatan, 119 kilometer dari ibu kota kabupaten Sarilamak dan sekitar 250 kilometer dari Padang.

Nagari Galugua berpenduduk 2.482 atau 746 kepala keluarga. Ada empat Jorong di Nagari Galugua, yakni Jorong Galugua, Jorong Koto Tangah, Jorong Tanjung Jajaran dan Jorong Mongan.

Jalan menuju pusat pemerintahan di Jorong Galugua sudah agak mendingan. Sebagian telah dirabat beton, terutama pada beberapa titik menuju pusat nagari di Jorong Galugua yang konturnya sangat curam.

Namun dari sekitar 15 kilometer panjang jalan dari nagari tetangga Sialang menuju pusat pemerintahan Nagari Galugua, hanya sebagian kecil yang telah dirabat beton. Sebagian besar masih pengerasan dan jalan tanah.

Sementara akses jalan pada tiga jorong lain yaitu Koto Tangah, Tanjung Jajaran dan Mongan masih sangat memprihatinkan. Jalan tanah merah yang berbelok-belok, mendaki dan menurun mengikuti kontur Bukit Barisan itu pada banyak titik telah tergerus oleh erosi air hujan membentuk ngarai-ngarai kecil.

Pada beberapa titik di jalan menuju Jorong Tanjung Jajaran, erosi sangat parah hingga hanya menyisakan badan jalan selebar 3 meter. Badan jalan berupa tanah merah itu bisa saja longsor sewaktu-waktu karena tidak ada penahan pada sisi jalan itu. Sisi jalannya telah tergerus hujan menjadi jurang yang dalam.

Jika pengendara tidak hati-hati, selip sedikit, bisa terguling ke jurang. Nyawa tantangannya.

Kondisi jalan itu akan semakin miris saat turun hujan. "Aspalnya" menggeliat-geliat. Dipagutnya ban kendaraan erat-erat seperti kekasih sebelum menjadi mantan. Karena itu bagi Galugua, hujan adalah dua sisi mata pisau. Anugerah untuk kesuburan tanah ladang sekaligus pisau tajam yang memutus akses jalan. Membuatnya terisolasi dari peradaban.

Maka tidak heran pula saat sampai di sana, ada saja ibu-ibu yang menyeletuk, "Ba a jalan ka kampuang kami, Pak? Lai sero?" (Bagaimana rasanya jalan ke kampung kami, Pak? Enak?"). Pertanyaan yang muncul dari kepedihan.
Gubernur Sumbar Mahyeldi memboyong 25 kepala OPD untuk menyelesaikan masalah di Nagari Galugua pada Juli 2022. (FOTO ANTARA/Miko Elfisha)

Boyong 25 OPD

Pada Lebaran (Idul Adha) 1443 Hijriah/2022 dikenang sebagai sebuah sejarah oleh masyarakat Galugua. Baru sekali itu Gubernur Sumbar memboyong 25 orang kepala organisasi perangkat daerah (OPD) ke daerah pelosok itu.

Kedatangan itu tidak saja untuk merayakan Idul Adha dan menyampaikan kurban lima ekor kerbau dari ASN Sumbar untuk masyarakat Galugua, tapi sekaligus mencarikan solusi persoalan di daerah perbatasan itu.

Akses jalan tentu tidak bisa dilepaskan dari persoalan Galugua. Akses yang buruk mengakibatkan harga semua barang melonjak di daerah itu. Harga semen contohnya. Jika di Nagari Sialang yang menjadi tetangga hanya Rp60 ribu/ zak, maka sesampai di Galugua melambung menjadi Rp100 ribu/ zak, padahal jaraknya hanya terpisah 15 kilometer.

Harga mahal itu pun tidak menjamin semen bisa langsung datang saat dipesan. Tidak ada yang bisa masuk jika cuaca tengah buruk, karena itu pesanan baru bisa sampai jika cuaca panas selama dua atau tiga hari saat jalan tanah mulai mengering.

Jalan yang buruk juga membuat masyarakat Galugua kesulitan menjual hasil ladang yang delapan puluh persen adalah produk gambir.

Gubernur Sumbar, Mahyeldi mengakui betapa pentingnya akses jalan sebagai urat nadi perekonomian. Tanpa akses jalan yang memadai, sulit sebuah daerah untuk bisa berkembang. Apalagi Galugua adalah daerah perbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu Riau. Hanya sungai Batang Kampar yang memisahkan dua daerah itu.

Gubernur yang akrap disapa Buya itu mencoba menjajaki desa di Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau, yang berbatasan dengan Galugua. Akses jalan di desa itu ternyata jauh lebih baik ketimbang Galugua.

Karena itu ia memrioritaskan pembangunan akses jalan di Galugua agar setara dengan daerah tetangga. Tahun 2022 Pemprov Sumbar menganggarkan Rp8 miliar untuk perbaikan jalan Galugua. Anggaran itu akan ditambah Rp 15 miliar pada tahun berikutnya.

Anggaran itu mungkin belum bisa memperbaiki seluruh ruas jalan di Galugua sepanjang 15 kilometer. Namun usaha untuk perbaikan itu, untuk menjawab harapan masyarakat itu, sudah mulai terlihat.

Bahkan dalam jangka panjang, direncanakan pembangunan sebuah jembatan yang akan menghubungkan Galugua dengan Rokan Hulu. Jembatan itu akan memungkinkan hubungan ekonomi timbal balik yang menguntungkan dua daerah.

Banjir dan sanitasi

Persoalan lain di daerah Galugua adalah ancaman banjir, khususnya di Jorong Koto Tangah. Hampir setiap tahun fasilitas umum seperti pusat kesehatan masyarakat nagari (puskesri), sekolah dan permukiman masyarakat dihantam banjir.

Bekas ketinggian air banjir bisa dilihat dari jejak yang tertinggal di dinding puskesri.

Kepala Dinas Pengelolaan Sumbar Daya Air Sumbar Fathol Bari menyebut jika diukur dari dasar sungai ketinggian banjir bisa mencapai empat meter.
Gubernur Sumbar Mahyeldi meninjau lokasi banjir berdasarkan citra udara di .Nagari Galugua, Juli 2022. (FOTO ANTARA/Miko Elfisha)


Meski lama genangan hanya sekitar tiga jam dan kemudian surut, namun ancaman banjir selalu membuat masyarakat waswas, apalagi saat musim penghujan.

Gambar pencitraan udara yang diambil Dinas SDA Sumbar menunjukkan beberapa titik kritis sepanjang 600 meter yang harus segera ditangani.

Solusi yang direncanakan untuk mengantisipasi bencana itu adalah mengubah arah aliran sungai agar bisa mengalir lebih lancar dan pemasangan bronjong pada beberapa titik.

Namun karena anggaran dalam APBD Sumbar 2022 belum tersedia maka diupayakan dalam APBD Perubahan atau APBD 2023.

Setidaknya, penanganan akan dilakukan pada titik sepanjang 200 meter yang benar-benar sangat kritis dengan anggaran kasar sekitar Rp5 miliar.

Buruknya sanitasi juga ditemukan dalam kunjungan Gubernur Sumbar. Banyak rumah yang belum memiliki WC hingga aktivitas buang air besar (BAB) dilakukan di sungai.

Persoalan sanitasi menurut Gubernur Mahyeldi adalah persoalan pemahaman di tingkat masyarakat. Jika pemahaman bisa ditingkatkan, persoalan itu bisa diatasi.

Ia meminta dinas terkait untuk saling berkoordinasi untuk menyelesaikan masalah karena masalah sanitasi berkorelasi langsung dengan kesehatan serta angka stunting yang juga cukup tinggi di Galugua.

Tanah tak bersertifikat

Persoalan lain yang menghantui masyarakat adalah tidak adanya sertifikat tanah untuk permukiman dan ladang. Wali Nagari Galugua, Aidil Fitri menyebut tidak adanya sertifikat itu karena perkampungan berada dalam kawasan hutan lindung.

Pihak nagari sudah mencoba untuk mencarikan solusi terkait hal itu, namun kewenangan berada di Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang tidak terjangkau oleh mereka.

Ia berharap Bupati Limapuluh Kota Syafruddin Dt Bandaro Rajo dan Gubernur Mahyeldi bisa mencarikan solusi terkait hal itu. Termasuk juga untuk masalah sinyal yang tidak kunjung masuk ke daerah itu.

Selama ini warga menggunakan wifi internet satelit yang terbatas yang cenderung lebih mahal.

Gubernur Mahyeldi menyebut dua OPD yang terkait dengan persoalan itu juga dibawa serta dalam kunjungan ke Galugua dan telah diperintahkan untuk mencarikan solusi konkret.

Bupati Limapuluh Kota Syafruddin Dt Bandaro Rajo menyebut Galugua merupakan daerah segi tiga emas menghubungkan Limapuluh Kota, Kabupaten Pasaman
dan Kabupaten Rokan Hulu, Riau.



Gambir menjadi primadona di Galugua. (FOTO ANTARA/Miko Elfisha)


Jarak antara tiga daerah itu sebenarnya tidak terlalu jauh. Galugua-Sungai Lolo, Pasaman hanya berjarak 7 kilometer sementara Galugua dengan Ujung Batu di Rokan Hulu hanya berjarak 1,5 jam perjalanan.

Jika akses jalan dan jembatan penghubung di Galugua selesai dikerjakan, maka daerah itu akan menjadi salah satu daerah yang sejahtera di Sumbar karena selain gambir, tanah di nagari itu juga mengandung hasil tambang seperti batu bara.

"Harapan kita semua, Galugua bisa lepas dari ketertinggalan dan menjadi nagari yang mandiri," katanya.


Baca juga: Bidan: Banyak perempuan Galugua melahirkan dalam perjalanan

Baca juga: Menteri KKP minta Limapuluh Kota budidaya ikan semah dan gariang

Baca juga: Perjuangan mencari sinyal di Kampung Sarugo Limapuluh Kota

Baca juga: Tak bisa ekspor, gambir Limapuluh Kota menumpuk di gudang