G20 Indonesia
BI ingatkan kembali risiko stagflasi, ancam pertumbuhan ekonomi
13 Juli 2022 11:36 WIB
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Solikin Juhro dalam Kegiatan Sampingan G20 Indonesia 2022 bertajuk "Central Bank Policy Mix for Stability and Economic Recovery" di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu (13/7/2023). ANTARA/Agatha Olivia Victoria/am.
Badung, Bali (ANTARA) - Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Solikin Juhro mengingatkan terdapat risiko stagflasi yang akan melawan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
"Ini adalah hal yang penting. Ini adalah yang bank sentral dan semua otoritas berusaha perjuangkan," kata Solikin dalam Kegiatan Sampingan G20 Indonesia 2022 bertajuk "Central Bank Policy Mix for Stability and Economic Recovery" di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu.
Risiko stagflasi diperkirakan bervariasi antar-negara di dunia, sehingga risiko tersebut perlu dicermati lebih lanjut, mengingat kebijakan moneter beberapa negara besar yang lebih agresif yang berpotensi meningkatkan ketidakstabilan ekonomi global.
Maka dari itu Solikin melihat ada krisis yang berkepanjangan dan menular, sehingga jika sebuah negara tidak bisa bersungguh-sungguh menangani hal tersebut dengan benar akan ada risiko yang akan terjadi untuk krisis berikutnya.
Baca juga: BI ingatkan risiko stagflasi global masih akan membayangi ekonomi RI
Usai beberapa negara mengangkat tangan dari pandemi COVID-19 yang sudah melandai, muncul berbagai konflik baru seperti geopolitik hingga proteksionisme. Namun, berbagai konflik tersebut tidak bisa diatasi sebuah negara sendirian.
"Kita tidak bisa bekerja sendiri. Kita harus memiliki sinergi kebijakan yang lebih kuat, tidak hanya secara nasional, tetapi juga di tingkat internasional," ucap dia.
Oleh karena peliknya berbagai tantangan yang dihadapi Indonesia, ia menegaskan bank sentral tidak bisa hanya mengandalkan kebijakan suku bunga acuan. Instrumen lain pun turut dikerahkan sebagai bauran kebijakan BI.
Untuk kebijakan moneter akan diarahkan kepada stabilitas ekonomi pada tahun 2022, sedangkan sisanya seperti kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, dan lainnya akan tetap berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi.
"Maka inilah yang kami miliki dan kami akan kemudian menjadi bank sentral yang relevan untuk menghadapi segala macam tantangan yang kompleks," jelas Solikin.
Baca juga: BI sebut koordinasi fiskal dan moneter penting cegah risiko stagflasi
"Ini adalah hal yang penting. Ini adalah yang bank sentral dan semua otoritas berusaha perjuangkan," kata Solikin dalam Kegiatan Sampingan G20 Indonesia 2022 bertajuk "Central Bank Policy Mix for Stability and Economic Recovery" di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu.
Risiko stagflasi diperkirakan bervariasi antar-negara di dunia, sehingga risiko tersebut perlu dicermati lebih lanjut, mengingat kebijakan moneter beberapa negara besar yang lebih agresif yang berpotensi meningkatkan ketidakstabilan ekonomi global.
Maka dari itu Solikin melihat ada krisis yang berkepanjangan dan menular, sehingga jika sebuah negara tidak bisa bersungguh-sungguh menangani hal tersebut dengan benar akan ada risiko yang akan terjadi untuk krisis berikutnya.
Baca juga: BI ingatkan risiko stagflasi global masih akan membayangi ekonomi RI
Usai beberapa negara mengangkat tangan dari pandemi COVID-19 yang sudah melandai, muncul berbagai konflik baru seperti geopolitik hingga proteksionisme. Namun, berbagai konflik tersebut tidak bisa diatasi sebuah negara sendirian.
"Kita tidak bisa bekerja sendiri. Kita harus memiliki sinergi kebijakan yang lebih kuat, tidak hanya secara nasional, tetapi juga di tingkat internasional," ucap dia.
Oleh karena peliknya berbagai tantangan yang dihadapi Indonesia, ia menegaskan bank sentral tidak bisa hanya mengandalkan kebijakan suku bunga acuan. Instrumen lain pun turut dikerahkan sebagai bauran kebijakan BI.
Untuk kebijakan moneter akan diarahkan kepada stabilitas ekonomi pada tahun 2022, sedangkan sisanya seperti kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, dan lainnya akan tetap berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi.
"Maka inilah yang kami miliki dan kami akan kemudian menjadi bank sentral yang relevan untuk menghadapi segala macam tantangan yang kompleks," jelas Solikin.
Baca juga: BI sebut koordinasi fiskal dan moneter penting cegah risiko stagflasi
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022
Tags: