Jakarta (ANTARA) - Bau amis darah langsung tercium saat mendekati sebuah gudang yang terlihat sederhana seperti gudang penyimpanan pada umumnya.

Nampak di bagian depan, tumpukan karung "berkeringat" yang juga mengeluarkan bau tidak sedap, bahkan cenderung membuat mual bagi yang tidak terbiasa.

Baca juga: Pedagang daging sapi di Jakbar hanya ada di Pasar Pecah Kulit

Tak hanya bau, saat memasuki area dalam gudang yang berada di Jalan Tanah Merdeka, Ciracas Jakarta Timur ini, lantai beralaskan semen bercampur darah tersebut terlihat becek dan licin.

Meskipun lokasi ini tercium bau anyir menyengat, terlihat banyak orang silih berganti datang membawa karung yang juga mengeluarkan aroma tidak sedap di sebuah gudang itu.

Dari luar gudang penyimpanan tersebut terdengar beberapa orang berbicara seperti saling menghitung di dalam gudang.

“Domba lima, kambing tiga,” ujar salah satu orang yang berada di dalam gudang yang penuh sesak aroma tak sedap itu.

Begitu memasuki area bagian dalam gudang, semakin jelas terdengar dan terlihat kegiatan yang dilakukan para pegawai yang bekerja di lokasi itu.

“Kambing tujuh lembar, domba empat lembar,” ujar kembali salah satu pria bernama Bekti (36) yang baru berkenalan dengan penulis.

Bekti bertugas mencatat pada buku nota kecil dan menghitung menggunakan alat hitung digital pada telepon seluler atau kalkulator berisi jumlah lembaran kulit hewan yang disebutkan petugas lain.

Setelah penghitungan selesai, pria yang menyebutkan lembaran kulit hewan kurban itu kemudian memberikan sejumlah uang kepada orang yang datang membawa karung yang sebelumnya telah dihitung isinya.

Siapa sangka di gudang yang mengeluarkan aroma tidak sedap ini terjadi transaksi jual beli yang bisa dibilang tidak sedikit, tempat kotor tersebut merupakan lokasi pengepulan kulit sapi, kambing dan domba milik Achmad Syarif (36).

Digl gudang sederhana yang juga digunakan sebagai kandang kambing ini, Achmad mengumpulkan dan membeli sejumlah kulit hewan jenis sapi, kambing dan domba dari beberapa orang.

Terlihat beberapa beberapa pegawainya Achmad sedang menyusun dan merapikan tumpukan kulit sapi, kambing dan domba sambil sesekali mereka menaburkan garam ke atas tumpukan kulit tersebut.

Menurut Achmad hal itu dilakukan untuk mencegah kulit-kulit tersebut membusuk.

Baca juga: Pedagang bedug akui penjualan tahun ini menurun
Achmad Syarif (kanan) memantau pegawai yang sedang menggarami kulit di Ciracas, Jakarta Timur, Selasa (12/7/2022). Pengepul kulit mendulang rupiah menampung kulit hewan kurban. (ANTARA/Fahrul Marwansyah)

“Setelah dihitung terus kita beberin nih, habis itu kita kasih garam biar gak jadi busuk nantinya,” ujar Achmad sambil memantau para pegawai menaburkan garam.

Achmad menuturkan usaha yang dijalaninya merupakan usaha keluarga turun temurun yang dirinya lanjutkan dari orang tuanya.

“Usaha ini sih dari dulu, dari jaman bapak saya masih ada kemudian saya terusin, selain kulit kita disini juga jualan kambing untuk aqiqah atau acara lain, itu barengan ada di dalem gudang juga,” ucap Achmad.
pegawai pengepulan kulit sedang menaburkan garam diatas tumpukan kulit sapi di Ciracas, Jakarta Timur, Selasa (12/7/2022). Pengepul kulit mendulang rupiah menampung kulit hewan kurban. (ANTARA/Fahrul Marwansyah)

Penjualan pembelian

Pria yang juga memiliki keahlian desain grafis ini, mendapatkan stok kulit hewan dari masyarakat sekitar dan juga dari usaha berjualan kambing akikah.

Di momen setelah perayaan Idul Adha, usaha pengepulan kulitnya selalu mengalami peningkatan stok kulit, hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang memotong hewan kurban di seluruh wilayah Jakarta.

“Kalau bulan-bulan biasa stok yang dari sendiri aja kebanyakan, tapi setelah Idul Adha banyak yang datang nih, karena banyak orang Jakarta yang motong terus gak tahu buangnya (sisa kulit) kemana, rata-rata mereka tahunya jual ke sini,” ujarnya.

Usaha yang dilakukan Achmad ini hanya berkegiatan untuk mengumpulkan kulit mentah dan tidak mengolah kulit yang ada.

Untuk penjualan kembali Achmad mengatakan jenis usaha ini sudah memiliki pasarnya sendiri. Konsumen utama usaha Achmad merupakan pengepul kedua yang akan menjual kepada para pengusaha untuk diolah menjadi pakaian atau produk lain yang menggunakan bahan baku kulit.

“Nanti datang sendiri pengepul kedua dari Sumatera dari mana gitu, langsung nawarin harga untuk beli, nanti kita tinggal pilih harga yang bagus, gak khawatir sih karena sudah pasti ada pembelinya bahkan datang sendiri,” tutur Achmad.

Untuk harga pembelian kulit, Achmad mematok harga kisaran Rp6 ribu hingga Rp7 ribu rupiah per kilo jenis kulit sapi, sedangkan harga pembelian kulit kambing dan domba dibeli dengan hitungan per lembar kulit senilai Rp25 ribu hingga Rp35 ribu rupiah yang tergantung kondisi kulit.

Salah satu penjual kulit di lapak pengepulan kulit milik Achmad bernama Sigit (35) mengatakan sengaja membawa kulit sisa pemotongan hewan kurban agar tidak sia-sia.

“Emang sengaja dijual ke sini, lumayanlah dari pada mubazir sama bau, hampir tiap tahun sih abis Idul Adha ada aja bawa ke sini,” ujar Sigit.

Untuk penjualan kembali Achmad enggan menyebutkan harga pasti, namun dirinya mengatakan tetap mendapatkan keuntungan yang lumayan.

Dalam membeli kulit dari orang-orang yang datang kepadanya, Achmad juga tidak sembarangan menerima, ada persyaratan atau kriteria untuk menjual kulit kepadanya.

“Kalau kulit yang penting tidak kering, karena masih ada yang tidak tahu ketika setelah motong terus kulitnya tidak sengaja kejemur lama, kemudian tidak bolong-bolong potongannya rapih dan tidak berbau busuk,” ungkap Achmad.

Lanjut Achmad, sekarang ini usahanya menjadi usaha bersama dengan keluarga lainnya, untuk penjualan kembali dirinya hanya menjual kepada satu pembeli saja yaitu kepada kakaknya.

Baca juga: Pedagang di Palmerah jual 5.000 kulit ketupat/hari
Tampak bagian depan gudang pengepul kulit di Ciracas, Jakarta Timur, Selasa (12/7/2022). Pengepul kulit mendulang rupiah menampung kulit hewan kurban. (ANTARA/Fahrul Marwansyah)

Jatuh bangun

Usaha pengepulan kulit yang ditekuni Achmad bukan tanpa rintangan, dalam perjalanannya dirinya pernah merasakan keuntungan yang sangat besar hingga penurunan omzet yang besar.

“Beberapa tahun belakangan ini entah kenapa harga kulit anjlok parah, dulu kita pernah jual dengan harga yang lumayan tinggi dengan modal pembelian yang kecil, entah mungkin karena sekarang ada banyak import kali ya,” ujarnya.

Achmad juga menceritakan pernah mendapatkan stok kulit yang melimpah bahkan sampai menolak penjual yang datang karena gudang miliknya sudah tidak bisa menampung lagi.

“Pernah itu tahun kapan saya lupa kebanjiran kulit, sampai kita tolak-tolakin yang jual karena kewalahan juga,” tuturnya.

Kerugian karena kesalahan pada saat proses penyimpanan juga pernah dirinya alami.

“Kalau lagi disimpan agak lama terus musim hujan kena tampias air hujan itu jadi rusak busuk kulitnya, jadi susut harganya, makanya kita jaga banget kita kasih garam biar awet” ujar Achmad.

Achmad mengatakan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang merebak saat ini cukup berdampak mempengaruhi penurunan harga jual kulit.

Bagi Achmad, belajar dari kesalahan dan kejadian yang pernah dialami selama menjalankan usahanya merupakan pengalaman yang tidak bisa dibeli, dari setiap kesalahan, kerugian hingga keuntungan merupakan pelajaran berharga.

Menghargai proses dan tetap menjadi rendah hati menjadi modal utama dalam menjalankan usaha.

Achmad mengatakan keuntungan besar sering kali membuat orang menjadi besar kepala karena ketika tiba-tiba mengalami kerugian akan langsung menjatuhkan mental pengusaha.

Baca juga: Pengepul kulit di Jakarta dulang rupiah setelah Idul Adha