BKKBN: Penduduk sentral pembangunan dalam wujudkan ketahanan demografi
11 Juli 2022 22:31 WIB
Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Bonivasius Prasetya Ichtiarto saat ditemui ANTARA dalam Peringatan Hari Kependudukan Dunia 2022 di Jakarta, Senin (11/7/2022). (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengatakan Indonesia harus menjadikan penduduk sebagai sentral dari pembangunan bangsa Indonesia yang cerdas dalam memenuhi setiap hak dan pilihan semua pihak untuk mewujudkan ketahanan demografi.
“Sebagai pelaku dan penerima manfaat pembangunan, penduduk menjadi modal dalam pembangunan. Oleh karenanya, penduduk harus menjadi sentral kegiatan pembangunan. Arah pembangunan kependudukan ke depan pun harus berpusat pada manusia,” kata Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Bonivasius Prasetya Ichtiarto saat ditemui ANTARA dalam Peringatan Hari Kependudukan Dunia 2022 di Jakarta, Senin.
Menanggapi prediksi PBB terkait populasi dunia menyentuh delapan miliar pada bulan November 2022, Bonivasius menyatakan bahwa dunia belum pernah menyaksikan ketimpangan yang begitu mengkhawatirkan.
Peningkatan jumlah penduduk justru diikuti dengan ketidaksetaraan yang sering ditemukan dan ditentukan oleh gender, usia, asal-usul, suku, disabilitas, orientasi seksual, kelas dan agama.
Seharusnya dengan adanya penduduk sebesar delapan miliar jiwa di dunia, terdapat delapan miliar peluang bagi seluruh warga dunia untuk dapat hidup menjadi sentral pembangunan, membangun kehidupan lebih sehat dan sejahtera sesuai dengan hak dan pilihan masing-masing.
Baca juga: BKKBN: Wujudkan lansia tangguh bentuk ketahanan demografi
“Semua penduduk dunia memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pembangunan tanpa membedakan jenis kelamin, suku, golongan, agama, dan asal-usulnya. Segala tindakan diskriminasi, pelecehan, dan kekerasan harus dapat dicegah dan diminimalisasi,” ucap dia.
Dalam menjadikan penduduk sebagai sentral pembangunan, Bonivasius menyebutkan setiap pihak perlu memahami perlu memahami beberapa faktor yakni penduduk tumbuh dengan seimbang dan berkualitas serta distribusi penduduk yang harus seimbang seperti pengendalian urbanisasi dan pengelolaan migrasi yang disesuaikan dengan daya dukung lingkungan.
Kemudian penduduk perlu mendapatkan perlindungan sosial yang komprehensif. Di sisi lain penduduk yang kuat adalah penduduk yang dapat menjaga nilai luhur budaya dengan menjaga keseimbangan antar generasi.
Untuk mewujudkan masa depan dunia dengan ketahanan demografi, setiap negara harus mengantisipasi dan memahami bagaimana populasi berubah. Mereka harus memberikan respon unik berbasis data yang bisa membantu memitigasi efek-efek negatif dan memanfaatkan peluang yang dihadirkan perubahan demografi.
Masyarakat yang tahan secara demografis memahami bahwa tren-tren demografi dipengaruhi oleh serangkaian faktor sosial, budaya, ekonomi, lingkungan, dan politik yang saling terkait. Sehingga membutuhkan respon kebijakan yang komprehensif dan holistik yang berdasarkan bukti, serta memungkinkan semua orang untuk menikmati hak-hak mereka sepenuhnya, termasuk hak-hak reproduksi.
Ia melanjutkan ketahanan demografi itu memiliki sifat proaktif karena mengantisipasi dan merencanakan perubahan demografi dan berinvestasi pada pendidikan, kesehatan, kesetaraan gender dan akses pekerjaan yang layak lintas generasi. Dapat menjadi transformatif karena menekankan pentingnya mempertimbangkan ulang norma-norma tradisional.
“Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di negara-negara lain di dunia. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk memberdayakan perempuan sehingga memiliki kesempatan yang sama dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat. Semua upaya selalu mengedepankan kesetaraan gender dengan terciptanya kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa,” kata Bonivasius.
Baca juga: BKKBN: Saat pandemi COVID-19, terjadi fenomena reurbanisasi
Baca juga: Pemetaan demografi dilakukan dengan pahami karakteristik pemuda
Baca juga: BKKBN sebut prioritas penanganan stunting 12 provinsi
“Sebagai pelaku dan penerima manfaat pembangunan, penduduk menjadi modal dalam pembangunan. Oleh karenanya, penduduk harus menjadi sentral kegiatan pembangunan. Arah pembangunan kependudukan ke depan pun harus berpusat pada manusia,” kata Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Bonivasius Prasetya Ichtiarto saat ditemui ANTARA dalam Peringatan Hari Kependudukan Dunia 2022 di Jakarta, Senin.
Menanggapi prediksi PBB terkait populasi dunia menyentuh delapan miliar pada bulan November 2022, Bonivasius menyatakan bahwa dunia belum pernah menyaksikan ketimpangan yang begitu mengkhawatirkan.
Peningkatan jumlah penduduk justru diikuti dengan ketidaksetaraan yang sering ditemukan dan ditentukan oleh gender, usia, asal-usul, suku, disabilitas, orientasi seksual, kelas dan agama.
Seharusnya dengan adanya penduduk sebesar delapan miliar jiwa di dunia, terdapat delapan miliar peluang bagi seluruh warga dunia untuk dapat hidup menjadi sentral pembangunan, membangun kehidupan lebih sehat dan sejahtera sesuai dengan hak dan pilihan masing-masing.
Baca juga: BKKBN: Wujudkan lansia tangguh bentuk ketahanan demografi
“Semua penduduk dunia memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pembangunan tanpa membedakan jenis kelamin, suku, golongan, agama, dan asal-usulnya. Segala tindakan diskriminasi, pelecehan, dan kekerasan harus dapat dicegah dan diminimalisasi,” ucap dia.
Dalam menjadikan penduduk sebagai sentral pembangunan, Bonivasius menyebutkan setiap pihak perlu memahami perlu memahami beberapa faktor yakni penduduk tumbuh dengan seimbang dan berkualitas serta distribusi penduduk yang harus seimbang seperti pengendalian urbanisasi dan pengelolaan migrasi yang disesuaikan dengan daya dukung lingkungan.
Kemudian penduduk perlu mendapatkan perlindungan sosial yang komprehensif. Di sisi lain penduduk yang kuat adalah penduduk yang dapat menjaga nilai luhur budaya dengan menjaga keseimbangan antar generasi.
Untuk mewujudkan masa depan dunia dengan ketahanan demografi, setiap negara harus mengantisipasi dan memahami bagaimana populasi berubah. Mereka harus memberikan respon unik berbasis data yang bisa membantu memitigasi efek-efek negatif dan memanfaatkan peluang yang dihadirkan perubahan demografi.
Masyarakat yang tahan secara demografis memahami bahwa tren-tren demografi dipengaruhi oleh serangkaian faktor sosial, budaya, ekonomi, lingkungan, dan politik yang saling terkait. Sehingga membutuhkan respon kebijakan yang komprehensif dan holistik yang berdasarkan bukti, serta memungkinkan semua orang untuk menikmati hak-hak mereka sepenuhnya, termasuk hak-hak reproduksi.
Ia melanjutkan ketahanan demografi itu memiliki sifat proaktif karena mengantisipasi dan merencanakan perubahan demografi dan berinvestasi pada pendidikan, kesehatan, kesetaraan gender dan akses pekerjaan yang layak lintas generasi. Dapat menjadi transformatif karena menekankan pentingnya mempertimbangkan ulang norma-norma tradisional.
“Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di negara-negara lain di dunia. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk memberdayakan perempuan sehingga memiliki kesempatan yang sama dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat. Semua upaya selalu mengedepankan kesetaraan gender dengan terciptanya kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa,” kata Bonivasius.
Baca juga: BKKBN: Saat pandemi COVID-19, terjadi fenomena reurbanisasi
Baca juga: Pemetaan demografi dilakukan dengan pahami karakteristik pemuda
Baca juga: BKKBN sebut prioritas penanganan stunting 12 provinsi
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022
Tags: