Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI menerima pengaduan dari masyarakat yang terdampak erupsi Gunung Semeru dan pembangunan tanggul yang mengancam kehidupan masyarakat setempat.

"Komnas HAM menerima pengaduan dari tiga orang pejalan kaki dari Lumajang ke Jakarta dan mengadukan nasib serta kondisinya," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara di Jakarta, Senin.

Baca juga: Warga korban erupsi Semeru jalan kaki dari Lumajang ke Istana Negara

Ketiga orang tersebut yakni Pangat, M. Kholiq dan Masbud. Mereka turut mewakili sejumlah masyarakat yang terkena dampak penambangan pasir di Sungai Regoyo Lumajang, Jawa Timur serta dampak erupsi gunung yang terjadi pada 2021.

Dalam audiensinya dengan Komnas HAM, ketiga orang tersebut menyampaikan perihal pembuatan tanggul melintang di daerah aliran sungai yang menjadi bagian dari aktivitas penambangan pasir CV DPS.

Hal itu menyebabkan aliran lahar saat erupsi Gunung Semeru berbelok ke pemukiman warga. Akibatnya, timbul korban jiwa dan tertimbunnya kawasan pemukiman oleh material erupsi.

Beka mengatakan sebelum ketiga pengadu tersebut datang, Komnas HAM telah mencoba mencari tahu terkait data-data dan informasi dari berbagai pihak.

"Kami akan menindaklanjuti aduan ini dengan meminta keterangan kepada semua pihak yang terlibat," kata dia.

Dalam hal ini Komnas HAM akan meminta keterangan dari pemerintah Kabupaten Lumajang, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Polres Lumajang hingga Polda Jawa Timur.

Sementara itu, tim advokasi warga yang terdampak dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Damar Indonesia Dimas Yemahura Alfarauq mengatakan para korban yang datang merupakan masyarakat yang terdampak akibat erupsi Gunung Semeru.

Ia menduga terjadi human error prosedur penambangan dan terjadi pembiaran dari aparat terkait serta pemerintah Kabupaten Lumajang. Akibatnya, saat terjadi erupsi Gunung Semeru, banyak rumah yang hilang serta timbulnya korban jiwa karena tertimbun aliran pasir Semeru.

"Saat ini pasir tersebut sedang ditambang oleh CV yang hidup berdampingan dengan warga sekitar dengan alasan investasi," ujarnya.

Baca juga: Komnas HAM desak Polri terapkan UU TPKS jerat pelaku kejahatan seksual
Baca juga: Komnas HAM: Aceh miliki budaya baik dalam konteks penyelamatan manusia