Sydney/London (ANTARA) - Saham-saham merosot pada perdagangan Senin, karena investor bersiap untuk laporan inflasi AS yang dapat memaksa kenaikan suku bunga super besar lainnya, dan awal musim laporan laba perusahaan di mana keuntungan akan berada di bawah tekanan.

Indeks STOXX saham Eropa tergelincir 1,3 persen, dengan S&P 500 berjangka turun 0,8 persen dan Nasdaq berjangka turun 0,9 persen karena laporan penggajian AS Juni yang optimis meningkatkan ekspektasi kenaikan suku buang 75 basis poin dari Federal Reserve.

Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang tergelincir 1,8 persen, sementara indeks CSI300 saham unggulan China ditutup jatuh 1,7 persen setelah Shanghai menemukan kasus COVID-19 yang melibatkan subvarian baru, Omicron BA.5.2.1.

Sementara itu, indeks Nikkei Jepang berakhir menguat 1,11 persen, indeks KOSPI Korea ditutup melemah 0,44 persen dan indeks Hang Seng Hong Kong anjlok 2,77 persen.

Imbal hasil obligasi dan dolar AS juga naik, yang terakhir mencapai puncak 24 tahun terhadap yen.

Menggarisbawahi sifat global dari tantangan inflasi, bank sentral di Kanada dan Selandia Baru diperkirakan akan memperketat kebijakan lebih lanjut minggu ini.

Sementara Wall Street yang menambah beberapa keuntungan minggu lalu, suasana pasarnya akan diuji oleh laporan laba dari JPMorgan dan Morgan Stanley pada hari Kamis, dengan Citigroup (14/7/2022) dan Wells Fargo sehari setelahnya.

Rintangan lain adalah laporan harga konsumen AS Rabu (13/7/20220, di mana pasar memperkirakan inflasi utama meningkat lebih lanjut menjadi 8,8 persen tetapi sedikit perlambatan dalam ukuran inti menjadi 5,8 perdsen.

Data awal ekspektasi inflasi konsumen minggu ini juga akan menjadi perhatian Fed.

"Pelemahan yang tidak terduga dalam rilis ini akan diperlukan untuk menghilangkan ekspektasi kenaikan suku bunga Fed pada 27 Juli 75 basis poin, yang terangkat dari sekitar 71 basis poin menjadi 74 basis poin pasca laporan angka penggajian," kata Ray Attrill, kepala strategi valas di NAB.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS naik sekitar 10 basis poin di tengah laporan data pekerjaan dan imbal hasil obligasi 10-tahun berdiri di 3,09 persen pada Senin, naik dari terendah baru-baru ini di 2,746 persen.

Fed yang hawkish dikombinasikan dengan kekhawatiran resesi, khususnya di Eropa, telah membuat dolar naik pada level tertinggi 20 tahun terhadap sekeranjang mata uang pesaing. Dolar menembus di atas 137,00 untuk mencapai tertinggi sejak 1998 di 137,28 yen karena bank sentral Jepang tetap dovish.

Pemerintah koalisi konservatif Jepang diproyeksikan akan meningkatkan mayoritasnya dalam pemilihan majelis tinggi pada Minggu (10/7/2022), dua hari setelah pembunuhan mantan perdana menteri Shinzo Abe.

Euro terus berjuang di 1,0122 dolar, setelah turun 2,4 persen minggu lalu untuk mencapai level terendah dua dekade dan target retracement utama di 1,0072 dolar.

"Dengan sedikit bantuan ekonomi segera menjadi jelas untuk Eropa, dan data inflasi AS kemungkinan akan menandai level tertinggi baru untuk tahun ini dan membuat The Fed naik secara agresif, kami pikir risikonya tetap condong mendukung greenback," kata Jonas Goltermann, seorang ekonom pasar senior di Capital Economics.

"Memang, kami pikir kurs euro/dolar akan menembus paritas tidak lama lagi, dan mungkin akan diperdagangkan melalui level itu."

Kenaikan suku bunga dan dolar yang kuat telah memusingkan untuk emas yang tidak memberikan imbal hasil, yang berada di 1.739 dolar AS per ounce, setelah jatuh selama empat minggu berturut-turut.

Harga minyak juga turun sekitar 4,0 persen minggu lalu karena kekhawatiran tentang permintaan mengimbangi kendala pasokan.

Data dari China yang akan dirilis pada Jumat (15/7/2022) kemungkinan akan mengkonfirmasi ekonomi terbesar kedua di dunia itu mengalami kontraksi tajam pada kuartal kedua di tengah penguncian virus corona.

Brent diperdagangkan turun 1,27 dolar AS lebih rendah pada 105,76 dolar AS per barel, sementara minyak mentah AS tergelincir 1,43 dolar AS menjadi diperdagangkan di 103,36 dolar AS per barel.

Baca juga: Saham global terangkat "rebound" minyak, saat pasar terpukul libur AS

Baca juga: Saham global di zona merah, konsumen beri sinyal kekhawatiran resesi