Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut dugaan adanya beberapa transaksi keuangan tersangka mantan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy (RL) yang tidak wajar dengan menggunakan identitas pihak-pihak tertentu.

"Tim penyidik mendalami dugaan adanya beberapa transaksi keuangan tersangka RL yang tidak wajar melalui penggunaan identitas pihak-pihak tertentu," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin.

KPK mengonfirmasi hal itu melalui pemeriksaan enam saksi untuk tersangka Richard dan kawan-kawan pada Jumat (8/7) dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel tahun 2020 di Kota Ambon dan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Enam saksi yang diperiksa tersebut, yaitu Puspasari Dewi selaku notaris dan Timothy Oroh dari pihak swasta. Keduanya diperiksa di Gedung KPK, Jakarta.

Sementara, empat saksi lainnya diperiksa di Mako Brimob Maluku, yakni License Manager PT Midi Utama Indonesia Tbk Cabang Ambon tahun 2019-sekarang Nandang Wibowo, Deputy Branch Manager PT Midi Utama Indonesia Tbk Cabang Ambon tahun 2019-sekarang Wahyu Somantri, Anthony Liando dari pihak swasta, dan karyawan bank BUMN Nolly Stevie Bernard Sahumena.

Selain itu, kata Ali, tim penyidik juga mendalami pengetahuan enam saksi itu terkait dugaan adanya permintaan sejumlah uang oleh tersangka Richard melalui perantaraan orang kepercayaannya.

"Agar setelah izin prinsip pembangunan cabang ritel tahun 2020 di Kota Ambon disetujui untuk segera menyetorkan sejumlah uang melalui transfer rekening maupun tunai," ucap Ali.

Alfamidi

KPK juga menginformasikan seorang saksi yang tidak memenuhi panggilan pada Jumat (8/7), yaitu Ferro Fianlin Dhimas Sianida sebagai wiraniaga PT Mustika Prima Berlian/mantan wiraniaga PT KIA Mobil Dinamika.

"Tidak hadir dan penjadwalan ulang akan kembali dilakukan oleh tim penyidik," ucap Ali.

KPK telah menetapkan Richard sebagai tersangka penerima suap bersama staf tata usaha pimpinan Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanusa (AEH) dalam kasus persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel di Kota Maluku.

Sementara, sebagai pemberi suap ialah Amri (AR) selaku wiraswasta/karyawan Alfamidi Kota Ambon.

Dalam konstruksi perkara suap Richard, KPK menjelaskan dalam kurun waktu tahun 2020, Richard yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2017-2022 memiliki kewenangan, salah satunya memberikan persetujuan izin prinsip pembangunan cabang toko ritel di Kota Ambon.

Dalam proses pengurusan izin tersebut, diduga tersangka Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar proses perizinan pembangunan cabang ritel Alfamidi bisa segera disetujui dan diterbitkan.

Menindaklanjuti permohonan Amri, Richard kemudian memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya surat izin tempat usaha (SITU) dan surat izin usaha perdagangan (SIUP).

Terhadap setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan tersebut, Richard meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp25 juta menggunakan rekening bank milik Andrew yang merupakan orang kepercayaan Richard.

Khusus untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan 20 gerai usaha ritel itu, Amri diduga kembali memberikan uang kepada Richard sekitar Rp500 juta secara bertahap melalui rekening bank milik Andrew.

Dari pengembangan kasus suap, KPK selanjutnya juga menetapkan Richard sebagai tersangka kasus dugaan TPPU. KPK menduga Richard dengan sengaja menyembunyikan maupun menyamarkan asal usul kepemilikan harta benda dengan menggunakan identitas pihak-pihak tertentu.

Baca juga: KPK menelusuri aset milik Richard Louhenapessy di Jakarta

Baca juga: KPK usut besaran suap untuk Richard Louhenapessy urus izin gerai ritel