New York (ANTARA) - Dolar sedikit menguat terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), setelah secara singkat meluncur ke level terendah baru dua dekade, dan sterling bertahan mempertahankan kenaikan setelah Boris Johnson mengatakan dia berhenti sebagai Perdana Menteri Inggris.

Investor menunggu data pekerjaan AS pada Jumat waktu setempat dan indeks harga konsumen minggu depan, yang akan menandakan laju inflasi dan apakah Federal Reserve akan terus secara agresif menaikkan suku bunga ketika pembuat kebijakan bertemu berikutnya pada 26-27 Juli.

"Apa yang diperkirakan dalam pertemuan Fed Juli didasarkan pada angka inflasi yang cukup tinggi. Kami menduga itu akan terjadi," kata Bipan Rai, kepala strategi valas Amerika Utara di CIBC Capital Markets di Toronto.

Baca juga: Dolar akan tetap kuat ditopang ekspektasi kenaikan suku bunga Fed

Kekuatan data penggajian non-pertanian (NFP) pada Jumat juga akan menunjukkan seberapa cepat upah meningkat, sementara The Fed tampaknya tidak terbebani seperti bank sentral utama lainnya, kata dia.

"Bagi kami itu menunjukkan dolar AS masih akan menjadi mata uang yang unggul," kata Rai.

Bank sentral AS akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin akhir bulan ini dan kemungkinan besar akan memberikan kenaikan 50 basis poin pada pertemuan kebijakan berikutnya pada September, Gubernur Fed Christopher Waller mengatakan pada Kamis (7/7/2022).

Indeks dolar, ukuran nilai dolar terhadap enam mata uang utama lainnya, naik 0,065 persen menjadi 107,11 setelah mencapai puncaknya di 107,27 pada Rabu (6/7/2022), level yang tidak terlihat sejak akhir 2002. Euro turun 0,26 persen menjadi 1,0157 dolar setelah menetapkan level terendah baru dalam dua dekade 1,01445 pada Kamis (7/7/2022).

Investor bergulat dengan risiko resesi dan apakah kenaikan suku bunga akan dihentikan karena permintaan global berkurang.

Model GDPNow Fed Atlanta memperkirakan pertumbuhan PDB yang disesuaikan secara musiman pada basis tahunan di kuartal kedua adalah -2,1 persen.

Baca juga: Euro melayang dekat terendah 20-tahun, dipicu pasar khawatir resesi

Volatilitas tersirat tetap mendekati level tertinggi sejak akhir Maret 2020 di 11,2 persen, mencerminkan pasar yang gelisah karena investor merenungkan keseimbangan antara euro dan dolar.

"Paritas dalam jangkauan, dan orang dapat memperkirakan pasar ingin melihatnya sekarang," kata Moritz Paysen, penasihat mata uang dan suku bunga di Berenberg.

Menurut George Saravelos, kepala penelitian valas global di Deutsche Bank, "jika Eropa dan AS tergelincir ke dalam resesi di triwulan ke-3 sementara The Fed masih menaikkan suku bunga, level ini (0,95-0,97 dalam euro/dolar AS) dapat tercapai."

Mata uang terkait komoditas menguat karena harga tembaga naik. Beberapa investor kembali ke pasar pada Kamis (7/7/2022) setelah meningkatnya kekhawatiran resesi mengirim logam merah ke level terendah dalam hampir 20 bulan.

Dolar Australia naik 0,86 persen menjadi 0,6839 terhadap greenback setelah baru-baru ini tergelincir ke level terendah sejak Juni 2020 di 0,6762 dolar AS.

Dolar turun 0,43 persen menjadi 1,2980 versus dolar Kanada. Franc Swiss turun dari level tertinggi tujuh tahun, dengan dolar naik 0,38 persen pada 0,9743.

Baca juga: Yuan berbalik menguat 103 basis poin menjadi 6,7143 terhadap dolar AS

Sterling naik setelah Johnson mengatakan dia akan mengundurkan diri. Sterling terakhir di 1,2012 dolar, naik 0,69 persen hari ini.

Analis mengatakan pound sterling sebagian besar bergerak di tengah kekhawatiran ekonomi yang lebih luas tentang resesi global, daripada gejolak politik Inggris.

Sementara itu, di pasar mata uang kripto Bitcoin naik 3,99 persen menjadi 21.367,93 dolar AS.