Denpasar (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia dan Komisi Antikorupsi dan Hak Sipil (ACRC) Korea Selatan sepakat memperkuat kerja sama bidang pelatihan isu antikorupsi dan pengembangan teknologi untuk pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dua pihak menyampaikan komitmen memperkuat bidang itu saat pertemuan bilateral pada sela-sela pertemuan Kelompok Kerja Antikorupsi (ACWG) G20 Putaran Ke-2 di Nusa Dua, Badung, Bali.

Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Sama Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Kartika Handaruningrum sebagaimana dikutip dari siaran tertulisnya yang diterima di Denpasar, Kamis, menyampaikan kerja sama bidang pelatihan telah terjalin sejak lama mengingat ACRC rutin menggelar Training Course for International Anti-Corruption Practitioners.

Baca juga: KPK: Pelaku korupsi tak takut hukuman badan tetapi takut dimiskinkan

“Terdapat beberapa pegawai KPK yang pernah mengikuti training (pelatihan, red.) ini,” kata dia.

Tidak hanya itu, ACRC dan lembaga lain di Korea Selatan juga telah memfasilitasi KPK saat mempelajari pengembangan sistem laporan harta Kekayaan penyelenggara negara elektronik (e-LHKPN) dan Survei Penilaian Integritas (SPI).

Oleh karena itu, pada pertemuan bilateral yang berlangsung tertutup, Rabu (6/7) komisi antikorupsi Indonesia dan Korea Selatan berkomitmen memperkuat bidang pelatihan tersebut.

Tidak hanya itu, KPK dan ACRC juga berkomitmen melanjutkan pertukaran pengetahuan dan pengalaman dalam penanganan dan pencegahan korupsi di sektor swasta, serta meningkatkan penanganan aduan masyarakat.

Hasil pertemuan lainnya, ACRC Korea Selatan juga menegaskan komitmennya mendukung kerja Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat, khususnya di Direktorat Diklat Anti-Korupsi melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan.

Dalam pertemuan itu, Direktur Hubungan Internasional ACRC Korea Selatan Young Jae Won menyampaikan alur kerja penanganan aduan korupsi di negaranya.

“Setelah menerima laporan dan memverifikasinya, ACRC merujuk kasus itu ke Dewan Audit, aparat penegak hukum, dan lembaga investigasi,” kata Young Jae Won.

Ia menjelaskan ACRC sebagai lembaga yang fungsi utamanya menerima aduan dan mencegah korupsi, juga menjamin kerahasiaan para pelapor.

“Jika laporan dapat berkontribusi langsung dalam memulihkan keuangan negara, atau mencegah kerugian negara, pelapor dapat dibayar sampai 2 miliar won (sekitar Rp12,8 miliar),” kata Young.

Dalam pertemuan itu, KPK mengapresiasi kehadiran ACRC sebagai delegasi yang mewakili Korea Selatan dalam pertemuan ACWG G20 Putaran Ke-2 di Nusa Dua, Badung, Bali, pada 5–8 Juli 2022.

Menurut Kartika, kehadiran Delegasi Korea Selatan secara langsung membuat pertukaran informasi dan pengalaman mencegah korupsi di masing-masing negara berlangsung lebih efektif.

“Pemberantasan korupsi bukan tugas yang mudah. KPK banyak belajar dari lembaga-lembaga antikorupsi di dunia, salah satunya ACRC,” kata Kartika.

Dalam pertemuan bilateral itu, pejabat KPK yang hadir di antaranya Direktur PJKAKI KPK Kartika, Direktur Pendidikan dan Pelatihan Antikorupsi Dian Novianthi, Koordinator Tim Strategis Nasional Pencegahan Korupsi (STRANAS PK) Niken Ariati, Spesialis Direktorat Monitoring Anik Rahmawati, dan Spesialis Kerja Sama PJKAKI KPK Bernadette Saraswati.

Sementara itu, pejabat Korea Selatan yang mewakili ACRC, di antaranya Direktur Divisi Hubungan Internasional ACRC Young Jae Won, beserta dua asistennya Seung Eun Lee dan Donghwi Kim.

KPK dan ACRC telah menjalin kemitraan sejak 2006, dan kerja sama keduanya kembali diperbarui pada 2018.

Kerja sama itu mencakup bidang transfer ilmu dan teknologi dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi, dukungan penyelenggaraan berbagai forum antikorupsi, dan pengembangan program pendidikan serta pelatihan teknis bagi pegawai dua lembaga.

Baca juga: Ketua KPK: Partisipasi seluruh elemen kunci sukses berantas korupsi
Baca juga: KPK jadikan humas pemda dan lembaga di Bali mitra kampanye antikorupsi

Baca juga: KPK dan ACRC Korsel perpanjang kerja sama pemberantasan korupsi