Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita menyatakan bahwa penggunaan tembakau alternatif seperti rokok elektrik, tembakau yang dipanaskan, ataupun kantong nikotin diklaim mampu memperbaiki kualitas hidup para perokok konvensional, khususnya kalangan dewasa.

Garindra, mantan perokok yang telah beralih ke produk alternatif, mengatakan bahwa penggunaan produk alternatif itu juga sudah diterima di lingkungan masyarakat karena risiko yang lebih minim ketimbang rokok konvensional yang dibakar.

"Produk ini tidak menghasilkan asap yang mengganggu dan tidak ada bau yang tidak sedap. Produk tembakau alternatif sudah diterima penggunaannya di lingkungan saya,” ujarnya dalam keterangannya diterima di Jakarta pada Senin.

Baca juga: Regulasi tembakau alternatif dinilai mampu turunkan prevalensi perokok

Garindra berharap masyarakat bisa memahami bahwa produk tembakau alternatif menerapkan konsep pengurangan bahaya yang telah diakui oleh dunia dan mendapat legalisasi di berbagai negara. Pengakuan terhadap produk ini tidak muncul begitu saja, melainkan berbasis riset yang telah dilakukan sejumlah lembaga kesehatan dunia secara indepenen.

Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) dan akademisi Universitas Padjadjaran, Amaliya memaparkan sejumlah fakta dari sisi sains terhadap produk tembakau alternatif.

Pertama, penelitian dari luar negeri menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko terpapar zat toksik yang lebih rendah dibandingkan dengan rokok. Dengan demikian, ada potensi penurunan profil risiko yang berdampak positif pada tubuh.

Kedua, salah satu penelitian berjudul "Improving on estimates of the potential relative harm to health from using modern ENDS (vaping) compared to tobacco" yang dilakukan oleh Nick Wilson dan kawan-kawan menunjukkan perbandingan biomarker (penanda biologis) signifikan antara produk tembakau alternatif vs rokok.

Ketiga, potensi perbaikan kondisi konsumen produk tembakau alternatif terjadi karena mereka sudah tidak lagi mengonsumsi TAR yang berasal dari proses pembakaran saat menghisap rokok.

Keempat, Hasil Studi Fakultas Kesehatan Gigi Universitas Padjadjaran berjudul "E-Cig: Findings on Oral Health" membuktikan bahwa kondisi kesehatan mulut perokok yang beralih ke produk tembakau alternatif cenderung lebih baik.

Selain profil risiko produk tembakau alternatif yang lebih rendah, Amaliya menekankan bahwa perbedaan kondisi antara perokok dan konsumen produk tembakau alternatif juga sangat tergantung pada perilaku individu dalam kehidupan sehari-hari.

Perbaikan kualitas kesehatan pada perokok dewasa dapat dilihat dari pola konsumsi dan kondisi kesehatan pasca beralih ke produk tembakau alternatif.

“Kondisi kesehatan dapat dilihat dari organ paru-paru serta kondisi gigi dan mulut pada pengguna tembakau alternatif yang berpotensi mengalami penurunan risiko penyakit tidak menular yang dilihat dari level of biomarker, tentunya diperlukan penelitian yang bersifat jangka panjang untuk mengetahui lebih lanjut dampak penggunaannya bagi kesehatan,” ujar Amaliya.

Baca juga: Asosiasi dorong perluasan akses informasi tembakau alternatif

Baca juga: Pengamat: Masyarakat perlu dilibatkan dalam perumusan regulasi IHT

Baca juga: Cara konsumsi tembakau pengaruhi profil risiko penggunanya