Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memacu perluasan pasar industri nasional di tengah Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang masih di level ekspansif meski terkontraksi di angka 50,2 pada Juni 2022 dari 50,8 poin pada bulan sebelumnya.

"Kondisi ini juga didukung oleh kinerja ekspor sektor manufaktur yang mencapai 14,14 miliar dolar AS pada Mei 2022, naik 7,78 persen dari April sebelumnya,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif melalui keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.

Ia menyampaikan berdasarkan laporan S&P Global, aktivitas sektor manufaktur terus membaik, dengan volume permintaan yang terus berkembang.

"Meskipun tidak dapat dipungkiri, perlambatan PMI Manufaktur Indonesia pada Juni 2022 dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan baku yang berpengaruh pada harga output. Perlambatan ini juga dialami oleh negara-negara ASEAN lainnya," ujar Febri.

Hingga saat ini, kondisi harga bahan baku masih dipengaruhi oleh kondisi geopolitik dunia serta kelangkaan energi. Keadaan tersebut mungkin masih akan berlanjut dengan adanya sejumlah negara yang mulai melakukan pembatasan ekspor komoditas. Hal ini perlu dicermati untuk dapat menentukan kebijakan terkait situasi tersebut.

Karena itu, Kemenperin terus berupaya menjaga daya saing industri nasional serta mendorong terbentuknya permintaan masyarakat. Salah satu langkah yang diambil misalnya memfasilitasi pertemuan antara pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM) komponen otomotif dengan prinsipal otomotif asal Jepang dalam kunjungan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita ke Negeri Sakura itu pada awal minggu ini.

Kegiatan itu bertujuan menjajaki peluang bagi para pelaku IKM menjadi bagian supply chain komponen mobil-mobil Jepang, termasuk di negara-negara lain yang juga menjadi tujuan investasi perusahaan otomotif tersebut.

Pada kesempatan itu Menperin juga mendorong para investor, termasuk dari subsektor industri kimia serta industri flavors and fragrances, untuk memperluas hilirisasi dan diversifikasi produk di Indonesia, yang sekaligus mampu memperkuat struktur industri nasional.

Selain itu, Kemenperin berkomitmen untuk memberikan fasilitas yang dibutuhkan industri manufaktur untuk memaksimalkan utilisasinya dan meningkatkan daya saing agar dapat memperluas pasar ekspor. "Hal ini juga akan mendukung program substitusi impor hingga 35 persen yang dicanangkan Kemenperin," kata Febri.

Laporan S&P global menyebutkan bahwa optimisme di seluruh sektor manufaktur Indonesia kembali terlihat pada Juni. Harapan perbaikan ekonomi yang berkelanjutan dan penguatan permintaan paling banyak ditanggapi oleh responden karena meningkatkan kepercayaan diri. Namun demikian, keseluruhan tingkat sentimen positif menurun ke posisi terendah dalam empat bulan.

Ekonom S&P Global Market Intelligence Lara Denman mengatakan tekanan harga terus terjadi karena perusahaan memilih untuk berbagi lebih banyak beban biaya bahan baku dengan klien. Kenaikan harga juga masih menjadi risiko penurunan pertumbuhan.

Baca juga: Menperin: peningkatan PMI manufaktur dukung kinerja ekonomi
Baca juga: Kemenkeu: Penguatan PMI manufaktur gambarkan pemulihan terus berlanjut