Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyambut baik telah disepakatinya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) menjadi usul inisiatif DPR untuk dibahas bersama pemerintah.

"Kemenko PMK menyambut baik disepakatinya RUU KIA jadi usul inisiatif DPR," kata Menko PMK ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Sabtu.

Muhadjir mengatakan, RUU KIA diharapkan akan mendukung upaya percepatan penurunan prevalensi kekerdilan atau stunting.

Pada saat ini, kata dia, pemerintah menargetkan angka stunting turun menjadi 14 persen pada 2024.

Baca juga: Baleg: DPR harus jadi "role model" jamin kesejahteraan ibu-anak

"Program percepatan pemberantasan stunting selama ini telah berjalan dengan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga serta Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting sebagai payung hukum," katanya.

Kendati demikian, kata dia, jika nantinya RUU KIA telah disahkan menjadi undang-undang maka diharapkan akan makin mengoptimalkan lagi upaya percepatan penurunan prevalensi kekerdilan.

Dalam draf RUU KIA, terdapat usulan mengenai masa cuti hamil bagi ibu melahirkan yakni paling sedikit enam bulan seperti tertulis dalam pasal 4 ayat (2) huruf a dalam RUU tersebut.

Usulan perpanjangan masa cuti ibu hamil tersebut diharapkan akan mendukung program pemenuhan ASI eksklusif pada bayi sebagai salah satu upaya mencegah masalah kekerdilan.

Baca juga: RUU KIA disepakati jadi inisiatif DPR

Sementara itu, Muhadjir Effendy kembali mengatakan bahwa prevalensi kekerdilan atau stunting harus turun sebesar tiga persen per tahun hingga menjadi 14 persen pada 2024 mendatang.

"Prevalensi stunting saat ini sebesar 24,4 persen sementara Presiden menargetkan angka stunting turun menjadi 14 persen pada 2024. Untuk mengejar target tersebut maka prevalensi stunting harus turun tiga persen per tahun," katanya.

Dia menjelaskan bahwa berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau 5,33 juta balita.

"Kenapa program penurunan stunting ini penting, karena periode 1.000 hari pertama kehidupan merupakan periode emas guna memastikan perjalanan generasi penerus Indonesia," katanya.

Baca juga: Wapres Ma'ruf: pemerintah berkomitmen lindungi ibu dan anak