JPU nyatakan pasutri FH dan N terbukti lakukan penggelapan
30 Juni 2022 21:24 WIB
Tangkapan layar suasana sidang menghadirkan pasangan suami istri FH dan N terkait kasus penggelapan uang muka pembelian rumah di PN Jakakarta Selatan pada Selasa (31/5/2022). ANTARA/Ganet Dirgantoro
Jakarta (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan pasangan suami istri (pasutri) FH dan N terbukti melakukan penggelapan uang muka untuk pembelian rumah di Jakarta Utara.
"Tuntutan tiga tahun enam bulan karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan," kata JPU Nugraha SH saat membacakan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis.
JPU di depan majelis hakim PN Jakarta Selatan (Jaksel) yang mengagendakan pembacaan tuntutan menjerat FH dan N menggunakan pasal 374 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan dengan sanksi penjara maksimal lima tahun.
Dalam persidangan sebelumnya dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi terungkap penggelapan dilakukan ketika FH menjabat sebagai komisaris dan N menjabat sebagai direktur keuangan di PT PCIK.
Saat pemeriksaan dua konsumen sebagai perwakilan pembeli rumah juga terungkap mereka tertarik membeli rumah yang ditawarkan FH dan N dalam acara promosi tahun 2017.
Baca juga: Saksi konsumen tertarik beli rumah karena lokasi di Jakarta Utara
Bahkan dalam "iming-iming" promosi itu mereka sudah menyetorkan uang muka yang besarannya 30 persen dari harga rumah mulai Rp300 juta dengan cara diangsur.
Konsumen bahkan belum menaruh curiga ketika menerima surat pemberitahuan yang menyebutkan lokasi perumahan dipindahkan dari Cilincing, Jakarta Utara, ke Sukapura, Jakarta Utara.
Lantas pemeriksaan terhadap direksi dan mantan direksi di PT PCIK juga terungkap dana tidak cukup di rekening PCIK untuk mengembalikan uang muka rumah menjadi dasar pelaporan ke Kepolisian mengenai kasus penggelapan.
"Jadi ada pembeli rumah menuntut uang muka Rp75 juta dikembalikan karena rumah yang dijanjikan tak kunjung dibangun. Tetapi pengembalian melalui transfer juga tidak pernah masuk ke dalam rekening bersangkutan," kata SA selaku Direktur PCIK yang dihadirkan sebagai saksi.
Mengingat saat itu SA menjabat sebagai Direktur Pemasaran PT PCIK maka praktis semua pembeli rumah yang sudah menyetorkan uang muka juga menagih janji kepada dirinya.
Baca juga: PN Jaksel lanjutkan kasus penggelapan libatkan pasutri
Terkait dengan bukti transfer Rp75 juta, SA lantas memeriksa langsung ke pihak bank ternyata terungkap dana yang terdapat di rekening koran tidak mencukupi.
Masih di depan majelis hakim, SA lantas membeberkan pembeli rumah di PT PCIK jumlahnya mencapai 50 orang dengan beragam kondisi. Ada yang sudah dikembalikan penuh, baru sebagian dikembalikan, tetapi ada juga yang belum menerima pengembalian sama sekali.
Atas bukti-bukti itu, SA lantas melakukan audit internal. Ternyata dari saldo di rekening koran telah terjadi sejumlah penarikan yang total nilainya Rp18 miliar. Bahkan berdasarkan pemeriksaan Kepolisian nilainya Rp24 miliar.
Penarikan itu seluruhnya masuk ke kantong pribadi yang tidak ada kaitannya dengan pembangunan rumah. Bahkan beberapa kali penarikan dilakukan dari Singapura dan Jepang.
Atas dasar temuan itu juga SA kemudian melaporkan kasus tersebut kepada Kepolisian pada 5 Oktober 2020.
"Tuntutan tiga tahun enam bulan karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan," kata JPU Nugraha SH saat membacakan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis.
JPU di depan majelis hakim PN Jakarta Selatan (Jaksel) yang mengagendakan pembacaan tuntutan menjerat FH dan N menggunakan pasal 374 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan dengan sanksi penjara maksimal lima tahun.
Dalam persidangan sebelumnya dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi terungkap penggelapan dilakukan ketika FH menjabat sebagai komisaris dan N menjabat sebagai direktur keuangan di PT PCIK.
Saat pemeriksaan dua konsumen sebagai perwakilan pembeli rumah juga terungkap mereka tertarik membeli rumah yang ditawarkan FH dan N dalam acara promosi tahun 2017.
Baca juga: Saksi konsumen tertarik beli rumah karena lokasi di Jakarta Utara
Bahkan dalam "iming-iming" promosi itu mereka sudah menyetorkan uang muka yang besarannya 30 persen dari harga rumah mulai Rp300 juta dengan cara diangsur.
Konsumen bahkan belum menaruh curiga ketika menerima surat pemberitahuan yang menyebutkan lokasi perumahan dipindahkan dari Cilincing, Jakarta Utara, ke Sukapura, Jakarta Utara.
Lantas pemeriksaan terhadap direksi dan mantan direksi di PT PCIK juga terungkap dana tidak cukup di rekening PCIK untuk mengembalikan uang muka rumah menjadi dasar pelaporan ke Kepolisian mengenai kasus penggelapan.
"Jadi ada pembeli rumah menuntut uang muka Rp75 juta dikembalikan karena rumah yang dijanjikan tak kunjung dibangun. Tetapi pengembalian melalui transfer juga tidak pernah masuk ke dalam rekening bersangkutan," kata SA selaku Direktur PCIK yang dihadirkan sebagai saksi.
Mengingat saat itu SA menjabat sebagai Direktur Pemasaran PT PCIK maka praktis semua pembeli rumah yang sudah menyetorkan uang muka juga menagih janji kepada dirinya.
Baca juga: PN Jaksel lanjutkan kasus penggelapan libatkan pasutri
Terkait dengan bukti transfer Rp75 juta, SA lantas memeriksa langsung ke pihak bank ternyata terungkap dana yang terdapat di rekening koran tidak mencukupi.
Masih di depan majelis hakim, SA lantas membeberkan pembeli rumah di PT PCIK jumlahnya mencapai 50 orang dengan beragam kondisi. Ada yang sudah dikembalikan penuh, baru sebagian dikembalikan, tetapi ada juga yang belum menerima pengembalian sama sekali.
Atas bukti-bukti itu, SA lantas melakukan audit internal. Ternyata dari saldo di rekening koran telah terjadi sejumlah penarikan yang total nilainya Rp18 miliar. Bahkan berdasarkan pemeriksaan Kepolisian nilainya Rp24 miliar.
Penarikan itu seluruhnya masuk ke kantong pribadi yang tidak ada kaitannya dengan pembangunan rumah. Bahkan beberapa kali penarikan dilakukan dari Singapura dan Jepang.
Atas dasar temuan itu juga SA kemudian melaporkan kasus tersebut kepada Kepolisian pada 5 Oktober 2020.
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2022
Tags: