Jakarta (ANTARA) - Tim Falakiyah Jakarta Islamic Centre (JIC) memantau rukyat awal bulan (hilal) dari pos pemantauan Pulau Karya, Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta, pada Rabu.

Berdasarkan hasil pemantauan, Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriah berlangsung pada 10 Juli 2022.

Dalam penetapan awal Dzulhijjah 1443 H, Kepala Sub-Divisi Pendidikan dan Pelatihan Jakarta Islamic Centre Arief Rahman Hakim dalam keterangannya di Jakarta Utara, Rabu, mengatakan hasil rukyatul hilal menunjukkan ketinggian hilal pada akhir bulan Zulkaidah masih rendah, yakni di bawah tiga derajat dan sudut elongasi di bawah 6,4 derajat.

Sesuai kesepakatan Menteri Agama dari Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS), jika hilal tidak mungkin terlihat maka bulan Zulkaidah harus digenapkan menjadi 30 hari (istiqmal).

“Oleh karenanya, Idul Adha jatuh pada hari Ahad, 10 Juli 2022. Dan hari Arafah jatuh pada Sabtu, 9 Juli 2020. Namun demikian, keputusan tetap pada pemerintah dari hasil sidang isbat” ujar Arief.

Baca juga: Pemkot Jakpus larang penjualan hewan kurban di fasilitas umum

Pemantauan hilal pada Rabu dilakukan karena berdasarkan perhitungan (hisab) efemeris tahun 2022, hari Rabu akan terjadi konjungsi (ijtima’) pada jam 09.52'12" WIB dan posisi bulan dan matahari gurub saat matahari terbenam.

Lalu dari pengamatan, ketinggian hilal mencapai dua derajat 29 menit 46 detik dengan sudut elongasi lima derajat 19 menit 29 detik, umur hilal tujuh jam 59 menit dan bulan tenggelam pada pukul 18.03 WIB.

Lama hilal di atas ufuk 11 menit 18 detik, azimut bulan 297 derajat 18 menit 22 detik, azimut matahari 293 derajat 14 menit 19 detik dan matahari tenggelam 17.51 WIB.

Berdasarkan pemantauan lapangan saat tim Falakiyah JIC melakukan rukyat hilal di Pulau Karya, kondisi ufuk barat tertutup awan tebal.

Posisi matahari dan bulan juga terhalang awan tebal dari ketinggian 10 derajat hingga terbenam di ufuk barat.

Baca juga: Puluhan sapi kurban dari Blora Jawa Tengah diperiksa di Jakut

Kesempatan untuk melihat hilal di atas ufuk sangat terbatas, yakni setelah matahari terbenam hanya sekitar 10 menit saja tersedia kesempatan untuk melihat hilal.

Sampai waktu terbenamnya hilal, kondisi awan di ufuk barat tidak berubah (awan tebal tetap menutupi langit barat).

Pulau Karya dipilih berdasarkan hasil kajian internal JIC bahwa di sana memiliki jarak pandang yang cukup luas serta tidak terdampak oleh polusi cahaya di Jakarta yang dapat mengganggu pemantauan hilal.

“Memang itu pulau, pandangannya bagus, pandangannya luas, objeknya itu akhirnya bisa dipantau, kami tinggal dibantu teropong, segala macam, kami bisa melihat di sana,” kata Arief.