Manokwari (ANTARA) - Upaya Desirianingsih Haryati Parastri untuk memperkenalkan motif-motif khas Papua bermula dari tempat kursus menjahit milik ibunya, guru SMK Negeri 1 Manokwari Sri Maryati.

"Sekitar tahun 2006, ibu saya membuat tempat kursus menjahit dengan nama Asri Modesta. Kemudian (usaha itu) lama-lama berkembang, kami juga menjual kain dan mencetak kain batik printing (cetak). Pertama kali Asri Modesta memelopori pembuatan batik Papua di Papua Barat," kata Desi di rumah sekaligus tempat usahanya di kawasan Jalan Reremi Permai Nomor 19, Kota Manokwari, Provinsi Papua Barat.

Keinginan untuk menekuni usaha batik sekaligus memperkenalkan motif-motif khas Papua mendorong Desi untuk mendalami ilmu tata busana dan desain di sekolah milik Persatuan Ahli Perancang Mode Indonesia (PAPMI) saat menempuh pendidikan S1 dan S2 di Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Saya hobinya fesyen, suka menggambar, sehingga saya masuk di PAPMI. Saya mengambil dua kelas sekaligus, yaitu kelas menjahit dan kelas desain," kata perempuan kelahiran Abepura itu.

"Kalau saya hanya mengambil kelas desain tanpa tahu menjahit, maka percuma saja. Saya menganggap dua-duanya itu penting sekali," kata Desi, yang lahir pada 2 Desember 1989.

Setelah menyelesaikan pendidikan magister ekonomi jurusan akuntansi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Desi langsung diterima bekerja menjadi dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Papua (UNIPA).

Meski sudah menjadi staf pengajar di UNIPA, Desi tetap melanjutkan upaya untuk mewujudkan cita-cita menjadi perancang busana yang bisa memperkenalkan budaya khas Papua.

Putri pasangan R Hari Walyanto dan Sri Maryati itu melakukan pembaruan merek pada usaha Asri Modesta yang dirintis oleh ibunya menjadi Kasuari Batik dan mendirikan CV Wahyu Landesi.

"Asri Modesta masih tetap ada, namun karena SIUP-nya sebagai tempat kursus menjahit, maka saya membuka Kasuari Batik dan satu perusahaan yang dikhususkan untuk pengadaan pakaian batik bekerja sama dengan pemerintah daerah," ia memaparkan.

Usaha Kasuari Batik kemudian berkembang pesat dan ragam produknya bertambah, mulai dari batik cetak, batik cap, sampai batik tulis.

Batik dengan motif khas Papua produksi Kasuari Batik yang paling murah yaitu batik cetak dengan harga per meter Rp60 ribu hingga Rp80 ribu sesuai jenis bahan dasar.

"Batik printing (cetak) kami langsung pesan di pabrik dalam jumlah massal sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk pembuatannya, harganya paling murah," kata Desi.

Kasuari Batik juga memproduksi kain batik cap dengan harga Rp80 ribu per meter, kain batik tulis berbahan katun primisima dengan harga Rp1,2 juta per potong berukuran 2,5 meter hingga 3 meter x 1,15 meter, serta kain batik tulis berbahan sutera seharga Rp2,5 juta per potong.

"Batik tulis sutera itu memang bahan suteranya saja sudah mahal. Per meter harga dasarnya sudah di atas Rp1 jutaan, belum lagi proses membatiknya susah karena kainnya licin. Untuk membatik di atas kain sutera butuh waktu sampai dua bulan baru jadi," kata Desi.

Produksi kain batik tulis Kasuari Batik hampir seluruhnya dilakukan di Pulau Jawa mengingat tenaga kerja di Manokwari belum mampu melukis di atas kain sutera. Namun, produksi kain batik tulis dari bahan katun primisima seluruhnya dilakukan di Manokwari.
Kain batik dengan motif khas Papua Barat produksi Kasuari Batik. (ANTARA/HO-Kasuari Batik)



Promosi lewat pameran

Kasuari Batik sering mengikuti pameran busana di Papua Barat dan daerah lain di Indonesia untuk mempromosikan kain batik produksinya.

Produsen kain batik dengan motif khas Papua itu pernah berpartisipasi dalam pameran INACRAFT, Pameran Karya Kreatif Indonesia, dan Festival Ekonomi Syariah yang diadakan oleh Bank Indonesia.

Kasuari Batik juga sering mewakili Papua Barat dalam ajang pameran yang digelar oleh Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas).

"Alhamdulillah setiap tahun kami ikut dalam berbagai pameran. Kadang kami bergantian dengan teman-teman dari noken (pelaku usaha pembuatan suvenir khas Papua)," kata Desi.

"Kami tidak saja menyediakan kain batik, tapi juga membuat baju yang sudah jadi. Ibu saya juga pernah ikut Tong Tong Fair (pameran di Belanda)," ia menambahkan.

Menurut dia, Kasuari Batik juga berpartisipasi dalam peragaan-peragaan busana yang berlangsung di wilayah Papua Barat serta daerah lain.

Ia menuturkan, dalam peragaan busana di Raja Ampat beberapa waktu lalu Kasuari Batik menampilkan busana-busana berbahan kain batik dengan motif khas Raja Ampat seperti ikan parimanta dan pulau-pulau Raja Ampat.

"Saya selalu mencari biota endemik Raja Ampat yang hanya hidup di daerah itu seperti penyu dan lain-lain," kata Desi.

"Kami juga mengangkat batik Kaimana dengan motif yang terkenal, yaitu tapak tangan purba berwarna kemerah-merahan dan pemandangan senja di Kaimana dengan langit berwarna senja," ia menambahkan.

Kasuari Batik juga menampilkan kain batik dengan motif-motif khas Manokwari Selatan, Fakfak, dan daerah lain di Papua Barat.

"Intinya kami banyak mengangkat motif-motif yang menjadi tanda pengenal suatu daerah di Papua Barat," kata Desi.

Dalam merancang motif batik, Desi melakukan riset serta bertanya kepada orang-orang asli Papua mengenai motif-motif khas dalam ukiran Papua.

"Saya biasanya bertanya ke Pak Ely Krey, dia seorang seniman pemahat kayu di Papua Barat. Beliau memiliki banyak pengetahuan terkait seni ukir Papua, makna dibalik semua ukir-ukiran itu apa, asal usulnya dari mana," tutur Desi.

Membuka Butik

Kasuari Batik omzetnya sampai Rp100 juta lebih per bulan dan angka itu bisa bertambah besar jika ada pesanan pembuatan seragam pegawai dari pemerintah daerah.

"Keuntungan tempat saya ini, kami itu all in. Begitu orang datang, langsung pilih kain dan kita menjahit bajunya. Banyak sekali orang perkantoran yang datang meminta dibuatkan batik yang tidak pasaran atau ada logo-logo tertentu. Kami membuatkan desainnya, lalu kirim ke pabrik percetakan, kemudian kami jahit bajunya sampai jadi," tutur Desi.

Setelah usahanya berkembang, alumnus SMA Taruna Magelang itu berkeinginan membuka butik dan rumah produksi untuk mengembangkan pembuatan batik bermotif khas Papua dengan metode dan media yang berbeda.

Dia ingin mengembangkan produk kain batik dengan bordir, sulam, dan tenun. Dia juga ingin memproduksi kaos dengan motif khas untuk menambah ragam produk.

Desi menikmati pekerjaannya sebagai perancang dan pengusaha batik di samping menekuni pekerjaannya sebagai dosen.

"Senang sih kalau kita bekerja sesuai dengan passion. Apalagi setiap hari menggambar, senang banget rasanya," kata Desi, yang kini mempekerjakan 10 orang di Kasuari Batik.

Melalui Kasuari Batik, Desi ingin memperkenalkan lebih banyak motif khas Papua ke khalayak yang lebih luas dan menarik lebih banyak orang untuk mengunjungi serta mengenal budaya Papua Barat.

Baca juga:
Jimmy Afaar pamerkan Batik Port Numbay di New York dan Havana
Batik tulis Papua diminati pengunjung pameran KKI ​​​​​​​