"Cara tersebut berpotensi menimbulkan kegaduhan dan merepotkan masyarakat serta berpotensi menyebabkan penyimpangan," kata Deddy Yevri Sitorus dalam keterangannya di Jakarta Selasa.
Deddy mengatakan bahwa Kemendag harus menjelaskan dan menyosialisasikan terlebih dahulu siapa saja yang berhak membeli minyak goreng tersebut.
“Bayangkan orang datang ke tempat pembelian lalu ternyata aplikasi menunjukkan warna merah, pada saat yang sama banyak warga lain yang terlihat mampu, ternyata dapat. Hal ini berpotensi mengakibatkan kegaduhan," ucapnya.
Baca juga: Luhut: PeduliLindungi jadi alat pantau distribusi minyak goreng curah
Menurut dia, seharusnya masyarakat yang datang ke toko penjual minyak goreng yang telah diatur oleh pemerintah, yakni mereka yang memang memang berhak mendapatkannya.
Hal itu berpotensi terjadinya penimbunan, begitu juga dengan alokasi di setiap titik bisa habis dalam waktu singkat sehingga tidak banyak bisa mendapatkan. Menurutnya, hal itu bisa saja terjadi karena selisih harga dengan minyak goreng kemasan masih cukup tinggi.
Menurut Deddy, cara terbaik adalah dengan membuat rantai distribusi yang benar dan memastikan pasokan lancar, sesuai kebutuhan di setiap daerah dengan harga sesuai harga eceran tertinggi (HET).
Apalagi, menurut dia, saat ini pasokan minyak goreng melimpah dan bahkan pabrik kelapa sawit sudah tidak mampu menampung produksi.
"Manajemen rantai distribusi yang benar dan tepat yang diperlukan saat ini," demikian Deddy.
Baca juga: Pemerintah sosialisasi beli minyak goreng curah pakai PeduliLindungi
Baca juga: Jakarta Barat pantau penerapan aplikasi PeduliLindungi di lapangan