Artikel
Menengok Betawi dari goresan Sarnadi Adam
Oleh Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
26 Juni 2022 11:02 WIB
Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana (kiri) mengamati lukisan berjudul "Warung di Kampung Rawa Simprug" karya Sarnadi Adam (kanan) pada pameran tunggal di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (16/6/2022). ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna/am.
Jakarta (ANTARA) - Galeri Seni di lantai dua Gedung Panjang, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta tampak berbeda dari biasanya.
Kamis, 16 Juni 2022 pukul 19.30 WIB menjadi malam perdana bagi galeri seni itu memamerkan 21 lukisan karya Sarnadi Adam, pelukis berdarah Betawi.
Pandangan mata tertuju pada warna warni goresan tangan karya sang maestro kelahiran Simprug, Jakarta Selatan itu yang dituangkan melalui lukisan berukuran besar, hingga lebih dari 200 cm.
Pelukis berusia 66 tahun itu begitu piawai mengalihkan pandangan dengan memainkan warna cerah yang dominan kuning, merah dan hijau di setiap karya lukisannya.
Sebagai putra asli Betawi, Sarnadi tidak pernah melepaskan budaya masyarakat Jakarta dalam setiap karyanya.
Melalui imajinasi dan kreasinya di kanvas, ia menginginkan seni dan budaya Betawi tetap eksis meski Jakarta semakin berkembang menjadi salah satu kota global dengan kehidupan modern.
Alhasil, para penikmat seni atau bahkan masyarakat biasa, diajak bernostalgia, melihat Betawi dalam bingkai lukisan.
"Lukisan-lukisan ini terinspirasi ketika saya masih remaja atau anak-anak sehingga kenangan itu membekas dengan situasi Jakarta yang sudah sangat berbeda seperti sekarang," kata Sarnadi Adam pada pembukaan pameran tunggal lukisannya.
Baca juga: HUT DKI, 21 lukisan bertema Betawi dipamerkan di TIM
Adapun objek yang ditorehkan dalam kanvas itu didominasi dari kehidupan berkesenian dan kebudayaan masyarakat Betawi.
Nuansa dalam setiap lukisan yang dihadirkan maestro itu menampilkan suasana Jakarta tempo dulu.
Misalnya lukisan tentang kehidupan warga di salah satu warung di Rawa Simprug dengan pakaian khas Betawi, lengkap dengan rindangnya pepohonan sebagai latar suasana perkampungan.
Begitu juga lukisan Palang Pintu dengan latar belakang hijau pepohonan, dialog para penari wanita di antaranya penari Cokek Betawi hingga ondel-ondel yang menjadi ikon Jakarta
"Dulu kita punya sebuah perkampungan yang sangat sejuk, damai, ketika siang hari kami jalan di kampung tidak panas karena pohon rindang menutupi tanah jadi adem," ucap seniman yang berkarya sejak 1975 itu.
Tak hanya itu, kehidupan masyarakat Betawi yang berbaur dengan etnis lain di Jakarta juga ditampilkan dalam lukisan pameran tunggal itu.
Lukisan itu menunjukkan potret Jakarta yang terbuka dan menjadi rumah bagi masyarakat multikultur.
Baca juga: Para perawat ikon Betawi
Dampak pandemi
Sebagian karya lukisan Sarnadi Adam dibuat selama masa pandemi COVID-19 dari 2020 hingga 2021 yang digarap di Studio Perupa Betawi miliknya di kawasan Simprug, Jakarta Selatan.
Pandemi tidak menyurutkan kreasi dan gerak tangan pelukis untuk terus berkarya.
Hasil karyanya pun juga sebagian di antaranya menceritakan kehidupan para seniman misalnya para penari yang sempat terhenti beraktivitas seni karena dampak pandemi COVID-19.
Misalnya, ia melukiskan dua penari dengan busana khas Betawi berdiam diri dengan judul lukisan "Menatap Masa Depan" dan ada juga tiga penari yang sedang duduk dan berdialog.
Melalui lukisan itu seolah mengajak setiap orang yang memandangnya untuk memahami pandemi virus corona itu berdampak kepada seniman yang memaksa mereka termasuk masyarakat kebanyakan berhenti beraktivitas.
Terhentinya kegiatan berkesenian itu setidaknya selama dua tahun terakhir ini karena pembatasan aktivitas untuk menekan penularan virus COVID-19.
Namun para seniman pun bersiap adaptif dan kreatif serta fleksibel di tengah pandemi dengan terus berkarya.
Baca juga: HUT DKI, ondel-ondel raksasa bakal dipamerkan di TIM
Kini, setelah pandemi COVID-19 di Ibu Kota melandai, Pemprov DKI Jakarta memfasilitasi ruang berkarya kepada para seniman.
Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry memfasilitasi dengan menyiapkan sejumlah lokasi di antaranya Gedung Kesenian Jakarta, pusat pelatihan seni budaya di lima wilayah di Jakarta.
Kemudian, Taman Benyamin Sueb, museum dan Taman Ismail Marzuki yang menjadi referensi ekshibisi seniman.
Di sisi lain, pihaknya mengapresiasi karya Sarnadi Adam yang mengangkat peradaban masyarakat Betawi yang hadir semakin nyata sekaligus menjadi torehan sejarah karena diciptakan oleh putra Betawi asli.
Ikon pelukis Betawi
Berkat keteguhannya menghadirkan tema Betawi dalam setiap karyanya, Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Betawi Beky Mardani menyebut Sarnadi pantas sebagai ikon pelukis Betawi.
"Bang Nardi memiliki kelebihan mampu menampilkan kenangan di lukisan, itu luar biasa makanya tidak berlebihan, sebagai ikon pelukis," kata Beky.
Adapun kenangan yang ia maksud adalah menjabarkan ulang lingkungan dan suasana Jakarta tempo dulu dengan budaya Betawi yang khas.
Jejak Sarnadi di dunia seni memang tak instan tapi berkarya sejak 1975.
Baca juga: Ikon Betawi siap sambut Anies di Setu Babakan
Pria dua anak itu aktif melakukan pameran baik tunggal hingga pameran bersama sejak 1999 ketika melakukan ekshibisi pertama di Amsterdam, Belanda.
Tak hanya di dalam negeri, dosen seni rupa di Universitas Jakarta itu juga pernah pameran di beberapa kota di Amerika Serikat di antaranya New York, New Jersey dan Boston.
Lukisan Sarnadi juga pernah menjajal sejumlah negara lain yakni Jerman, Prancis, Swedia, Belgia, Luxemburg, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Korea Selatan, hingga China.
Pameran itu selain sebagai bentuk eksistensi diri, juga tanggung jawab sebagai pelukis, baik untuk pameran yang bersifat seremonial maupun sosial.
Sejumlah penghargaan dalam bidang seni telah dikantongi sejak 1975 di antaranya tiga kali meraih Satya Lencana Karya Satya dari Presiden Gus Dur pada 2000, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2011 dan Presiden Joko Widodo pada 2017.
Kehadiran lukisan Sarnadi di TIM pada tahun ini menjadi momentum tersendiri bagi peraih gelar doktor seni lukis di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu setelah vakum dua tahun akibat pandemi.
Ekshibisi itu juga sekaligus menyemarakkan HUT ke-495 Jakarta yang dipamerkan hingga 30 Juni 2022 mulai pukul 10.00 hingga 20.00 WIB.
Kamis, 16 Juni 2022 pukul 19.30 WIB menjadi malam perdana bagi galeri seni itu memamerkan 21 lukisan karya Sarnadi Adam, pelukis berdarah Betawi.
Pandangan mata tertuju pada warna warni goresan tangan karya sang maestro kelahiran Simprug, Jakarta Selatan itu yang dituangkan melalui lukisan berukuran besar, hingga lebih dari 200 cm.
Pelukis berusia 66 tahun itu begitu piawai mengalihkan pandangan dengan memainkan warna cerah yang dominan kuning, merah dan hijau di setiap karya lukisannya.
Sebagai putra asli Betawi, Sarnadi tidak pernah melepaskan budaya masyarakat Jakarta dalam setiap karyanya.
Melalui imajinasi dan kreasinya di kanvas, ia menginginkan seni dan budaya Betawi tetap eksis meski Jakarta semakin berkembang menjadi salah satu kota global dengan kehidupan modern.
Alhasil, para penikmat seni atau bahkan masyarakat biasa, diajak bernostalgia, melihat Betawi dalam bingkai lukisan.
"Lukisan-lukisan ini terinspirasi ketika saya masih remaja atau anak-anak sehingga kenangan itu membekas dengan situasi Jakarta yang sudah sangat berbeda seperti sekarang," kata Sarnadi Adam pada pembukaan pameran tunggal lukisannya.
Baca juga: HUT DKI, 21 lukisan bertema Betawi dipamerkan di TIM
Adapun objek yang ditorehkan dalam kanvas itu didominasi dari kehidupan berkesenian dan kebudayaan masyarakat Betawi.
Nuansa dalam setiap lukisan yang dihadirkan maestro itu menampilkan suasana Jakarta tempo dulu.
Misalnya lukisan tentang kehidupan warga di salah satu warung di Rawa Simprug dengan pakaian khas Betawi, lengkap dengan rindangnya pepohonan sebagai latar suasana perkampungan.
Begitu juga lukisan Palang Pintu dengan latar belakang hijau pepohonan, dialog para penari wanita di antaranya penari Cokek Betawi hingga ondel-ondel yang menjadi ikon Jakarta
"Dulu kita punya sebuah perkampungan yang sangat sejuk, damai, ketika siang hari kami jalan di kampung tidak panas karena pohon rindang menutupi tanah jadi adem," ucap seniman yang berkarya sejak 1975 itu.
Tak hanya itu, kehidupan masyarakat Betawi yang berbaur dengan etnis lain di Jakarta juga ditampilkan dalam lukisan pameran tunggal itu.
Lukisan itu menunjukkan potret Jakarta yang terbuka dan menjadi rumah bagi masyarakat multikultur.
Baca juga: Para perawat ikon Betawi
Dampak pandemi
Sebagian karya lukisan Sarnadi Adam dibuat selama masa pandemi COVID-19 dari 2020 hingga 2021 yang digarap di Studio Perupa Betawi miliknya di kawasan Simprug, Jakarta Selatan.
Pandemi tidak menyurutkan kreasi dan gerak tangan pelukis untuk terus berkarya.
Hasil karyanya pun juga sebagian di antaranya menceritakan kehidupan para seniman misalnya para penari yang sempat terhenti beraktivitas seni karena dampak pandemi COVID-19.
Misalnya, ia melukiskan dua penari dengan busana khas Betawi berdiam diri dengan judul lukisan "Menatap Masa Depan" dan ada juga tiga penari yang sedang duduk dan berdialog.
Melalui lukisan itu seolah mengajak setiap orang yang memandangnya untuk memahami pandemi virus corona itu berdampak kepada seniman yang memaksa mereka termasuk masyarakat kebanyakan berhenti beraktivitas.
Terhentinya kegiatan berkesenian itu setidaknya selama dua tahun terakhir ini karena pembatasan aktivitas untuk menekan penularan virus COVID-19.
Namun para seniman pun bersiap adaptif dan kreatif serta fleksibel di tengah pandemi dengan terus berkarya.
Baca juga: HUT DKI, ondel-ondel raksasa bakal dipamerkan di TIM
Kini, setelah pandemi COVID-19 di Ibu Kota melandai, Pemprov DKI Jakarta memfasilitasi ruang berkarya kepada para seniman.
Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry memfasilitasi dengan menyiapkan sejumlah lokasi di antaranya Gedung Kesenian Jakarta, pusat pelatihan seni budaya di lima wilayah di Jakarta.
Kemudian, Taman Benyamin Sueb, museum dan Taman Ismail Marzuki yang menjadi referensi ekshibisi seniman.
Di sisi lain, pihaknya mengapresiasi karya Sarnadi Adam yang mengangkat peradaban masyarakat Betawi yang hadir semakin nyata sekaligus menjadi torehan sejarah karena diciptakan oleh putra Betawi asli.
Ikon pelukis Betawi
Berkat keteguhannya menghadirkan tema Betawi dalam setiap karyanya, Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Betawi Beky Mardani menyebut Sarnadi pantas sebagai ikon pelukis Betawi.
"Bang Nardi memiliki kelebihan mampu menampilkan kenangan di lukisan, itu luar biasa makanya tidak berlebihan, sebagai ikon pelukis," kata Beky.
Adapun kenangan yang ia maksud adalah menjabarkan ulang lingkungan dan suasana Jakarta tempo dulu dengan budaya Betawi yang khas.
Jejak Sarnadi di dunia seni memang tak instan tapi berkarya sejak 1975.
Baca juga: Ikon Betawi siap sambut Anies di Setu Babakan
Pria dua anak itu aktif melakukan pameran baik tunggal hingga pameran bersama sejak 1999 ketika melakukan ekshibisi pertama di Amsterdam, Belanda.
Tak hanya di dalam negeri, dosen seni rupa di Universitas Jakarta itu juga pernah pameran di beberapa kota di Amerika Serikat di antaranya New York, New Jersey dan Boston.
Lukisan Sarnadi juga pernah menjajal sejumlah negara lain yakni Jerman, Prancis, Swedia, Belgia, Luxemburg, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Korea Selatan, hingga China.
Pameran itu selain sebagai bentuk eksistensi diri, juga tanggung jawab sebagai pelukis, baik untuk pameran yang bersifat seremonial maupun sosial.
Sejumlah penghargaan dalam bidang seni telah dikantongi sejak 1975 di antaranya tiga kali meraih Satya Lencana Karya Satya dari Presiden Gus Dur pada 2000, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2011 dan Presiden Joko Widodo pada 2017.
Kehadiran lukisan Sarnadi di TIM pada tahun ini menjadi momentum tersendiri bagi peraih gelar doktor seni lukis di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu setelah vakum dua tahun akibat pandemi.
Ekshibisi itu juga sekaligus menyemarakkan HUT ke-495 Jakarta yang dipamerkan hingga 30 Juni 2022 mulai pukul 10.00 hingga 20.00 WIB.
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2022
Tags: