Forum itu menjadi agenda sampingan KTT BRICS XIV yang berpusat di Beijing, China, dengan serangkaian acara secara virtual, dan Presiden Jokowi dari Istana Merdeka, Jakarta menegaskan bahwa harus ada tindakan segera demi mencegah ancaman dekade pembangunan yang hilang di tengah tantangan ketahanan pangan, energi, dan stabilitas keuangan yang dihadapi seluruh dunia.
Baca juga: Dirjen WHO selamati Presiden Jokowi atas capaian RI tangani pandemi
Ia mengaku banyak mencatat banyak inisiatif lain dari berbagai pihak. Jokowi menegaskan bahwa inisiatif-inisiatif tersebut harus saling bersinergi dan memperkuat, memperhitungkan suara negara-negara berkembang, serta mengedepankan dialog.
Presiden memaparkan bahwa kesenjangan pendanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB (SDGs) mengalami peningkatan dari 2,5 triliun dolar AS per tahun sebelum pandemi menjadi 4,2 triliun dolar per tahun pascapandemi.
Menurut Jokowi kesenjangan itu harus ditutup dan BRICS sebagai forum negara-negara ekonomi baru yang dihuni Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, bisa memainkan peran sebagai katalis munculnya inovasi pendanaan tersebut.
"Pendanaan inovatif harus dimajukan, terutama peranan sektor swasta harus diperkuat. BRICS harus dapat menjadi katalis bagi penguatan investasi di negara-negara berkembang," katanya.
Baca juga: Presiden: Jangan paksa daerah keluar dari karakteristik pangan
"Yang ketiga, sumber-sumber pertumbuhan baru harus diperkuat," kata Jokowi.
Menurut Presiden, kerja sama yang dilakukan oleh BRICS bersama negara-negara mitra harus disertai dukungan untuk transformasi digital yang inklusif, pengembangan industri hijau dan infrastruktur hijau, serta memperkuat akses negara-negara berkembang dalam rantai suplai global.
Menutup pidatonya, Presiden Jokowi menyampaikan slogan presidensi G20 Indonesia yakni recover together, recover stronger.
Ancaman dekade pembangunan yang hilang di banyak negara disebutkan dalam Laporan Pendanaan Pembangunan Berkelanjutan (FSDR) 2021 yang diterbitkan PBB.
Disebutkan bahwa lantaran pandemi COVID-19 perekonomian global mengalami resesi terburuk dalam 90 tahun, dengan dampak terbesar dirasakan kelompok masyarakat paling rawan.
Laporan tersebut memperkirakan 114 juta pekerjaan hilang dan sekira 120 juta orang kembali terjerembab dalam kemiskinan ekstrem, sehingga dibutuhkan aksi nyata untuk mencegah ancaman dekade pembangunan yang hilang di banyak negara.
Baca juga: Meutya Hafid apresiasi rencana presiden Jokowi ke Ukraina dan Rusia
Baca juga: Presiden kembali singgung besarnya subsidi BBM
Baca juga: Presiden harap IKN ciptakan pekerjaan dan kemampuan masa depan