Jakarta (ANTARA) -
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mendorong partisipasi perempuan dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

"Sekarang Kemendes PDTT sedang giat, bagaimana BUMDes bisa memiliki kapasitas dan kualitas yang baik. Kementerian PPPA intervensi bagaimana pengelolaan BUMDes ini melibatkan perempuan," ujar Staf Ahli Bidang Hubungan Antar-Lembaga KPPPA, Rini Handayani dalam bincang media yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Kemendes PDTT: 3.498 perempuan pimpin dan bangun desa inklusif

Ia meyakini hadirnya perempuan dalam mengelola BUMDes dapat memperkuat keberadaan BUMDes. Dengan keberadaan BUMDes yang kuat, dapat mendorong desa semakin berkembang.

"Kita mendorong perempuan untuk ikut dan terlibat di dalam mewujudkan desa tertinggal menjadi desa berkembang maupun desa maju melalui BUMDes," tuturnya.

Menurut dia, hadirnya perempuan dalam pengelolaan BUMDes dapat memperkecil kesenjangan indeks pembangunan gender di Indonesia.

Ia mengemukakan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan masih terlihat dari pengeluaran per kapita. Rata-rata pengeluaran per kapita laki-laki mencapai Rp15,5 juta per tahun pada 2022. Sedangkan bagi perempuan hanya mencapai Rp9 juta per tahun.

"Pengeluaran per kapita laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, baik di tahun 2020 maupun tahun-tahun sebelumnya," tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar menyampaikan keberpihakan kepada perempuan ditegaskan dalam tujuan SDGs Desa kelima, yakni keterlibatan perempuan desa.

Baca juga: Kemen PPPA dorong relasi gender setara demi kualitas pendidikan anak

Baca juga: Menteri PPPA: Perempuan jadi tulang punggung keluarga akibat COVID-19


Ia mengatakan perempuan harus terlibat dalam perencanaan pembangunan, harus meningkat keterwakilannya dalam BPD, sebagai pengelola BUMDes, terlibat dalam kegiatan padat karya tunai desa (PKTD).

"Kesehatan dan pendidikan perempuan juga harus diperhatikan, karena ketidaksetaraan gender yang masih terjadi lebih bersifat struktural, sehingga membutuhkan kebijakan yang memihak perempuan," katanya.