Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan penyelenggaraan dan pelaksanaan ibadah haji harus tetap dipegang oleh pemerintah, karena jika diswastakan akan berdampak luas.

Kondisi itu juga berpotensi kalangan umat Muslim dengan ekonomi terbatas -- yang rajin menabung dengan susah payah -- bakal tak bisa menunaikan ibadah haji.

Hal itu adalah tanggung jawab pemerintah. Pemerintah lah yang harus melaksanakan penyelenggaraan ibadah haji. Jika ada kelemahan sistem, itu yang harus diperbaiki, bukan dikomersialkan urusan ibadah haji itu karena melibatkan umat Muslim yang demikian banyak, kata Mahfud MD dalam seminar menyambut Hari Amal Bakti (HAB) Kementerian Agama di Jakarta, Rabu.

Seminar tersebut bertemakan "Memperteguh Komitmen Kementerian Agama dalam Mewujudkan Kepemerintahan yang Baik dan Bersih".

Hadir selain Menteri Agama Suryadharma Ali, juga Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar, Ketua KPK Busyro Muqoddas, Ryaas Rasyid dan Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar.

Daftar tunggu pergi haji saja sampai kini sudah mencapai hampir 12 tahun. Belum lagi kemampuan memberangkatkan, yang diperkirakan maksimal 221 ribu orang setiap tahun.

Ia menegaskan pelayanan penyelenggaraan haji adalah tugas negara. Jika dilakukan swasta, tentu hanya yang kaya saja dapat menunaikan ibadah haji. Tugas negara selain melindungi rakyat juga memberikan pelayanan di dalamnya, termasuk seluruh kebutuhan di dalamnya. Jika ada yang merasa kecewa terhadap penyelenggaraan ibadah haji, jangan lantas mengalihkan ke swasta.

"Ini harus mati-matian dipertahankan," ia menegaskan.

Sementara itu, di tempat terpisah, Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan, sampai saat ini pihak yang menginginkan agar haji dikelola pihak swasta sudah terdengar, termasuk menjadikan haji dikelola oleh suatu badan khusus di bawah presiden dan terlepas dari Kementerian Agama.

Pihak Kementerian Agama belum melihat keunggulan jika haji dikelola oleh badan khusus itu. "Tak ada keunggulan dari rencana itu," ia menegaskan.

Seperti diberitakan sebelumnya, Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (FK KBIH) menolak penyelenggaraan ibadah haji dikelola swasta atau pun dalam bentuk badan, karena selain dapat menjurus ke arah komersialisasi juga berujung pada kerugian umat Muslim secara keseluruhan.

Karena itu, FK KBIH menolak usul atau pun gagasan dari Pengurus Besar Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) dan kelompok lain untuk mengubah penyelenggaraan ibadah haji yang selama ini dipegang Kementerian Agama, kata Ketua Umum FK KBIH Drs. KH Muchtar Ilyas dan Sekjennya Drs. H. Rahmat E Sulaeman MM. Sebelum kedua tokoh itu menghadap Menteri Agama Suryadharma Ali di ruang kerjanya, baru-baru ini.

Ketika menjawab pertanyaan apakah Ketua Umum IPHI Drs. H. Kurndi Mustofa sudah menyerahkan draf perbaikan UU No.13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umroh, Muchtar Ilyas menyatakan bahwa semua orang bisa saja mengajukan rancangan kepada dewan karena hal itu merupakan hak. Namun pihaknya tidak setuju jika pada draf tersebut mengubah penyelenggaraan ibadah haji dan umroh diserahkan ke swasta atau pun dalam bentuk badan lain.

Alasannya, menurut Muchtar Ilyas, selain bakal menimbulkan biaya tinggi juga bisa menimbulkan kekacauan dan kekecewaan bagi calon haji. Bisa dibayangkan penyelenggaraan ibadah haji yang dari tahun ke tahun mengalami perbaikan secara tiba-tiba diubah. Hal itu bakal menimbulkan kekacauan mengingat umat Muslim yang menunaikan ibadah haji terus bertambah jumlahnya.

Sementara itu mantan menteri agama Muhammad Maftuh Basyuni mengatakan penyelenggaraan ibadah haji adalah persoalan nasional. Sebabnya ialah itu menyangkut nasib para jamaah haji khusus dan bangsa Indonesia umumnya.

Mencampakkan UU No.13/2008 tentang badan penyelenggaraan ibadah haji dan umroh yang dianggap oleh Ketua Umum IPHI sebagai penyebab kegagalan penyelenggaraan haji dan umroh selama ini adalah tidak benar. Itu menunjukkan Ketua Umum IPHI "tak mengetahui perkembangan penyelenggaraann haji dan umroh selama ini", ia menjelaskan.

Dikatakannya, UU No.13/2008 adalah penyempurnaan UU No.17/1999 --yang dianggap kurang berbobot. Semestinya kalau UU No.13/2008 dianggap kurang berbobot pula, maka UU tersebut perlu disempurnakan, bukan dicampakkan.

"Bagi saya, akar masalahnya bukan pada UU. Tapi pada manusianya. Jujur saja, bisakah saudara menunjukkan satu saja UU kita yang sepenuhnya kita taati?" tanya Maftuh.
(T.E001/C003)