Yudi Latif: sistem trikameral solusi untuk indonesia
1 Februari 2012 14:23 WIB
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie (kanan) bersama Guru Besar Ekonomi UI Sri Edi Swasono (tengah) dan Pengamat politik Yudi Latif (kiri) menjadi narasumber dalam Pekan Konstitusi di Jakarta, Rabu (1/2). Pekan Konstitusi yang berlangsung selama enam hari itu dihadiri sejumlah tokoh nasional untuk membahas soal kemungkinan dilakukannya perubahan atau amandemen kelima UUD 1945. (FOTO ANTARA/Dhoni Setiawan )
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik Yudi Latif mengatakan bahwa sistem trikameral atau tiga kamar adalah solusi ketatanegaraan yang paling cerdas untuk Indonesia.
"Sistem tiga kamar dengan representasi politik, daerah, dan golongan, ini juga yang sudah dicanangkan para pendiri bangsa, kita tidak bisa mengadopsi model dua kamar seperti di Inggris atau seperti di Amerika Serikat," kata Yudi dalam "Pekan Konstitusi" bertema "UUD 1945, Amandemen, dan Masa Depan Bangsa" di Jakarta, Rabu.
Sistem bikameral di Inggris diisi oleh representasi dari partai politik (House of Common) dan representasi fungsional (House of Lord) sedangkan di Amerika, dua kamar lembaga legislatif diisi oleh wakil partai politik dan wakil daerah (Senate).
"Para pendiri bangsa melalui Undang-Undang Dasar 1945 yang belum diamandemen sudah melakukan terobosan dalam hukum tata negara, belum ada negara sampai saat ini yang mempunyai tiga kamar," kata dia.
Sebagaimana diketahui, UUD 1945 yang belum di amandemen menetapkan bahwa anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah anggota DPR (yang dalam sistem bikameral Amerika adalah House of Common), utusan golongan (House of Lords), dan utusan daerah (Senate).
"Penyusun UUD 1945 pertama sudah mengetahui bahwa masyarakat Indonesia yang sangat heterogen tidak mungkin diwakili hanya oleh partai, perlu ada saluran-saluran lain agar semua lapisan terwakili. Untuk itulah dibentuk utusan golongan dan utusan daerah." kata Yudi.
Utusan golongan dikemudian hari dihapus dalam amandemen karena dianggap menyediakan peluang bagi Presiden untuk diselewengkan.
Soeharto saat menjabat sebagai presiden memilih 100 anggota Angkatan Bersenjatan Republik Indonesia (sekarang TNI) menjadi salah satu utusan golongan.
"Ketakutan-ketakutan berulangnya kejadian tersebut (dipilihnya utusan golongan dan daerah oleh presiden) tidak beralasan karena substansinya bukan itu, ide utamanya adalah semua lapisan masyarakat terwakili," kata Yudi.
Yudi kemudian mengusulkan mekanisme kerja sistem tiga kamar tersebut. Dalam kamar bersama di MPR, tugas utama tiga kaki tersebut adalah menetapkan UUD 1945 dan Garis Besar Haluan Negara.
"Di sisi lain, Undang-Undang yang berkaitan dengan daerah harus mendapat persetujuan dari utusan daerah, demikian pula utusan daerah harus diberi wewenang untuk mengusulkan Undang-Undang yang berkaitan dengan daerah," jelas Yudi.
Dia melanjutkan bahwa utusan golongan yang mungkin terdiri dari kelompok kepentingan perempuan, petani ataupun buruh juga bisa melakukan fungsi-fungsi seperti utusan daerah dengan penyesuaian pada bagian kerja.
(G005)
"Sistem tiga kamar dengan representasi politik, daerah, dan golongan, ini juga yang sudah dicanangkan para pendiri bangsa, kita tidak bisa mengadopsi model dua kamar seperti di Inggris atau seperti di Amerika Serikat," kata Yudi dalam "Pekan Konstitusi" bertema "UUD 1945, Amandemen, dan Masa Depan Bangsa" di Jakarta, Rabu.
Sistem bikameral di Inggris diisi oleh representasi dari partai politik (House of Common) dan representasi fungsional (House of Lord) sedangkan di Amerika, dua kamar lembaga legislatif diisi oleh wakil partai politik dan wakil daerah (Senate).
"Para pendiri bangsa melalui Undang-Undang Dasar 1945 yang belum diamandemen sudah melakukan terobosan dalam hukum tata negara, belum ada negara sampai saat ini yang mempunyai tiga kamar," kata dia.
Sebagaimana diketahui, UUD 1945 yang belum di amandemen menetapkan bahwa anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah anggota DPR (yang dalam sistem bikameral Amerika adalah House of Common), utusan golongan (House of Lords), dan utusan daerah (Senate).
"Penyusun UUD 1945 pertama sudah mengetahui bahwa masyarakat Indonesia yang sangat heterogen tidak mungkin diwakili hanya oleh partai, perlu ada saluran-saluran lain agar semua lapisan terwakili. Untuk itulah dibentuk utusan golongan dan utusan daerah." kata Yudi.
Utusan golongan dikemudian hari dihapus dalam amandemen karena dianggap menyediakan peluang bagi Presiden untuk diselewengkan.
Soeharto saat menjabat sebagai presiden memilih 100 anggota Angkatan Bersenjatan Republik Indonesia (sekarang TNI) menjadi salah satu utusan golongan.
"Ketakutan-ketakutan berulangnya kejadian tersebut (dipilihnya utusan golongan dan daerah oleh presiden) tidak beralasan karena substansinya bukan itu, ide utamanya adalah semua lapisan masyarakat terwakili," kata Yudi.
Yudi kemudian mengusulkan mekanisme kerja sistem tiga kamar tersebut. Dalam kamar bersama di MPR, tugas utama tiga kaki tersebut adalah menetapkan UUD 1945 dan Garis Besar Haluan Negara.
"Di sisi lain, Undang-Undang yang berkaitan dengan daerah harus mendapat persetujuan dari utusan daerah, demikian pula utusan daerah harus diberi wewenang untuk mengusulkan Undang-Undang yang berkaitan dengan daerah," jelas Yudi.
Dia melanjutkan bahwa utusan golongan yang mungkin terdiri dari kelompok kepentingan perempuan, petani ataupun buruh juga bisa melakukan fungsi-fungsi seperti utusan daerah dengan penyesuaian pada bagian kerja.
(G005)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2012
Tags: