Jakarta (ANTARA) - Meski belum sepenuhnya berlalu, badai pandemi COVID-19 di Tanah Air bisa dikatakan mereda. Jumlah kasus harian berhasil ditekan di bawah angka 1.000 kasus, walau sepekan terakhir kembali meningkat.

Setelah sempat merasakan resesi akibat serangan pandemi, perlahan ekonomi baik global maupun domestik mulai pulih. Salah satu upaya untuk mempercepat pemulihan ekonomi adalah dengan terus mendorong transformasi ekonomi berbasis digital, yang juga menjadi salah satu dari tiga agenda utama dalam Presidensi G20 Indonesia 2022.

Isu transformasi ekonomi berbasis digital yang dibahas dalam Presidensi G20 Indonesia 2022 pun menjadi penting bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Optimalisasi teknologi digital dapat dilakukan utamanya guna memberdayakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sekaligus untuk meningkatkan inklusi keuangan sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo.

Sektor UMKM yang saat ini mencapai 64,2 juta pelaku usaha memiliki peran vital dalam perekonomian nasional. Bank Dunia dalam risetnya menyebutkan bahwa 80 persen UMKM yang terhubung ke dalam ekosistem digital, memiliki daya tahan yang lebih baik saat pandemi.

Hingga Mei 2022 sebanyak 19 juta UMKM telah berhasil masuk ke ekosistem digital. Pada 2023, jumlah UMKM yang go digital ditargetkan mencapai 24,5 juta UMKM dan 30 juta UMKM pada 2024 mendatang.

Dalam mendorong UMKM melakukan digitalisasi, terdapat sejumlah tantangan seperti masih rendahnya literasi digital, kapasitas dan kepemilikan perangkat digital termasuk infrastruktur pendukung yang masih terbatas, jaringan internet yang belum merata, biaya logistik yang cukup tinggi, hingga isu perlindungan kekayaan intelektual bagi pelaku UMKM.

Di Forum G20, pembahasan isu literasi digital dan keterampilan digital diarahkan pada peningkatan kesiapan masyarakat dalam kegiatan ekonomi digital. Indonesia mendorong pemerataan literasi dan keterampilan digital masyarakat sebagai salah satu prasyarat transformasi digital yang inklusif.

Masyarakat bisa memanfaatkan ruang digital secara produktif dan dinamis untuk meningkatkan jumlah sumber daya manusia yang cakap teknologi serta mendorong pertumbuhan nilai-nilai ekonomi baru.

Indonesia saat ini tengah menyusun dokumen G20 Toolkit for Measuring Digital Skills and Digital Literacy atau dokumen pengukuran kesiapan kecakapan dan literasi digital, yang dapat dijadikan rujukan bersama oleh negara-negara anggota G20.

Keterampilan dan literasi digital dinilai menjadi elemen kunci pada era digitalisasi dan kemajuan teknologi yang pesat. Kecakapan digital diyakini bisa memberikan manfaat yang optimal bagi seluruh masyarakat dalam hal ekonomi digital sehingga setiap negara perlu memiliki indikator untuk mengukur keterampilan dan literasi digital.

Baca juga: Peneliti Indef: Isu transformasi digital di G20 krusial bagi Indonesia

Pengembangan ekonomi berbasis digital memang menjadi salah satu strategi utama transformasi ekonomi Indonesia dan ditujukan untuk mempercepat pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19. Pengembangan ekonomi berbasis digital juga didorong oleh adanya pergeseran perilaku masyarakat yang cenderung menggunakan platform digital di berbagai sektor.

Tren positif perkembangan ekonomi digital juga sejalan dengan perkembangan investasi. Hasil studi Google, Temasek, Bain & Company (2021) menunjukkan bahwa nilai investasi ekonomi digital Indonesia sepanjang kuartal I 2021 sebesar 4,7 miliar dolar AS dan telah melampaui nilai tertinggi selama empat tahun terakhir. Capaian tersebut menjadikan Indonesia sebagai tujuan investasi terpopuler di Asia Tenggara, melampaui Singapura.

Di samping investasi, Indonesia juga memiliki berbagai potensi yang dapat memperkuat peluang akselerasi perkembangan ekonomi digital. Pada 2021, nilai transaksi e-commerce Indonesia berhasil mencapai Rp401,25 triliun, dengan volume transaksi sebesar 1,73 milliar.

Ekonomi digital di Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara di mana pada 2021 nilai ekonominya tercatat sekitar 70 miliar dolar AS dan diperkirakan mampu mencapai 146 miliar dolar AS pada 2025 mendatang.

Di sisi lain, transformasi ekonomi berbasis digital juga dinilai mampu mengerek inklusi dan literasi keuangan bagi masyarakat yang sudah memiliki rekening bank tetapi belum bisa mengakses produk keuangan lain (underbanked) dan individu yang sudah punya akses dengan layanan keuangan tapi masih sangat sederhana, seperti misalnya hanya tabungan. Di Indonesia, masyarakat underbanked dan unbanked masih mencapai separuh dari populasi penduduk.

Transformasi digital dibutuhkan untuk mempercepat perluasan akses keuangan formal guna memberikan kesempatan berusaha yang lebih adil, mengurangi kesenjangan, dan memperkuat ketahanan ekonomi.

Presidensi G20 Indonesia sendiri disebutkan terus terbuka dan mendukung kerja sama dengan berbagai pihak, baik antar pemangku kepentingan dalam negeri, maupun kerja sama dengan negara-negara G20 dan organisasi internasional untuk mengimplementasikan upaya transformasi ekonomi yang adaptif, responsif, dan inklusif.

Pemerintah Indonesia pun terus gencar melakukan berbagai inisiatif dalam rangka mempercepat program keuangan inklusif pada semua kelompok masyarakat melalui Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).

Terkait inklusi keuangan, di Indonesia sendiri mengalami peningkatan dari 81,4 persen pada 2020 menjadi 83,6 persen pada 2021. Sejumlah indikator utama yang mendukung kinerja inklusi keuangan nasional tersebut meliputi akses keuangan, penggunaan jasa keuangan formal, dan kualitas layanan jasa keuangan, di samping peran keuangan digital yang memang tumbuh signifikan.

Melalui Presidensi G20, Indonesia pun sebenarnya bisa mendorong inklusivitas dengan transformasi digital bagi semua negara. Kerja sama di bidang pembangunan infrastruktur hingga perluasan layanan ekonomi digital antar negara, bisa dikembangkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital yang inklusif.

Baca juga: Menko Airlangga: Inovasi digital buat ekonomi tumbuh lebih tangguh
Baca juga: Mendag sebut digitalisasi tiket emas pemulihan ekonomi dari pandemi